#tantanganmenulis120

Ketiduran Justru Diapresiasi

Satu hal yang membuat saya geleng-geleng kepala pada awalnya ialah tentang ketiduran. Di Indonesia, khususnya di tempat saya bekerja dulu, masalah ini pasti bertuntut panjang. Dipermasalahkan pihak pimpinan. Dipanggil untuk dimintai penjelasan yang ujung-ujungnya keluarlah surat peringatan (SP). Belum lagi rekan kerja yang menggunjingnya sebagai aib.

Berbeda dengan di Jepang. Informasi ini baru saya ketahui dari obrolan teman-teman baru saya di sana. Mereka terbiasa menemukan rekan kerja mendengkur pulas di meja kerjanya. Bukannya dibangunkan, mereka malah memberi kesempatan rekan kerja yang ketiduran untuk menikmati kelelapannya. Menurunkan volume suara, mengecilkan suara musik, menyesuaikan pendingin/penghangat ruangan, sampai ada yang menyelimutinya. Saya mendengarkan saja penjelasan itu sambil googling mengenai hal tersebut.

Dasar orang yang tidak mudah percaya. Pada waktunya saya menemukan sendiri kejadian tidur saat beraktivitas. Melewati gedung perkantoran yang jendelanya berkaca lebar, saya melihat ada beberapa orang sedang terlelap. Di mall ada pramuniaga yang matanya terpejam sambil berdiri. Tertidur di kereta yang paling sering saya dapati. Hubungannya dengan pekerjaan saya sebagai sensei, kerapkali murid-murid saya tidur saat jam pelajaran. Awalnya saya agak tersinggung. Sudah susah payah menemani mereka belajar, e malah ditinggal bermimpi. Lama kelamaan saya paham kondisi ini dan memberi kesempatan anak-anak yang kelelahan belajar itu.

Tokyo/30 September 2020