Tri Ismayawati

Seorang guru IPS di SMP 4 Kudus, yang mempunyai hobi membaca dan menulis. Alhamdulillah, dengan tugas tambahan sebagai Kepala Perpustakaan, melihat buku-buku ya...

Selengkapnya
Navigasi Web

Kuat Karena Adinda

“Aku dipindahtugaskan ke Kalimantan, Dik” kata Arya sepulang dari kantor. Putri yang mendengar berita tersebut dari suaminya hanya terdiam. Terkejut, bingung… Tak berkata-kata sedikitpun. Wajahnya tak bisa berbohong, gurat kesedihan tampak jelas sampai airmatanya perlahan menetes di pipi. Terasa berat beban yang akan dia jalani kelak. Entahlah…

---***---

Tak pernah terbesit dalam benaknya untuk menjalani hidup sebagai seorang perantau, ditinggal merantau ataupun merantau ke negeri orang. Hiii... mengerikan sekali. Mungkin karena sejak kecil sampai menikah dengan Arya, Putri tidak pernah meninggalkan kampung halamannya. Mendarah daging,,, terlalu cinta dengan tanah kelahirannya, atau.... apalagi yaaa,, untuk mengungkapkan bahwa Putri sangat tidak ingin pergi jauh dari rumah waktu kecilnya. Bagi Putri, sebenarnya dia merasa bahwa apa yang sekarang dirasakan berat karena “sesuatu” itu belum dilalui,, sehingga kelihatan mustahil.

Dulu, Putri memilih Arya karena lelaki pilihannya itu bekerja di kota tempat tinggalnya. Rasa sayang dan cinta muncul ketika Arya menjadi seseorang yang begitu perhatian dan peduli padanya. Di setiap kegiatan yang Putri jalani, Arya lah orang yang pertama kali dan selalu ada untuk membantunya.

“Mengapa harus ke Kalimantan, Mas? Bagaimana dengan aku dan anak-anak? Apakah kau tega meninggalkan kami?” tanya Putri bertubi-tubi. Sementara yang diajak bicara hanya memberikan jawaban berupa senyuman, menunggu pertanyaan berikutnya yang masih bakal terucap dari bibir istrinya. “Masss…! Kenapa tidak dijawab? Apakah tugas di Kalimantan-nya lama? Berapa tahun, Mas?” tanya Putri mulai gusar. Sambil menikmati tempe mendoan dan segelas teh hangat, akhirnya Arya mulai menjawab satu persatu pertanyaan wanita pujaannya. “Tugas kantor, Dik.. Kamu mau ikut ke Kalimantan? Jangan kau risaukan, Dik. Di Kalimantan aku bekerja, tidak bersenang-senang. Aku bekerja untuk kalian, untuk masa depan kita”, jawab Arya.

Arya termasuk sosok laki-laki yang bisa menyembunyikan kesedihan mendalam. Tak ada yang tahu, kalau dia juga berat untuk meninggalkan istri tersayang dan anaknya yang masih kecil. Sejak berita pindah tugas itu diterima, dia berusaha menata hati dan dirinya. Bagaimana harus menyikapi, tanpa membuat orang-orang di sekelilingnya bersedih. Ini adalah tugas, tidak bisa ditawar. Selama masih “merah putih”, dia berusaha siap menjalani amanah yang diberikan olah negara. Tentu saja dia juga punya angan-angan,, kota atau propinsi nya jangan terlalu jauh dari pulau Jawa….

Konon, kata nenek Arya di desa yang bernama mbah Tin, dia tidak diperbolehkan kerja ke luar Jawa kalau naik kapal.. “Pantangan” atau apa gitu.. Dilarang menyeberangi lautan. Hahaha... ada-ada saja mbah Tin, jaman sekarang kalau tidak naik kapal, kan bisa naik pesawat, kereta api, bis, de el el,, mbah....

Mungkin ada alasan dari neneknya itu, agar cucunya tidak jauh-jauh meninggalkan kampung halamannya. Si nenek masih menggunakan filsafat Jawa:”mangan ora mangan anggere kumpul”. Makan atau tidak makan asalkan tetap berkumpul dengan keluarga. Tapi kalau ingin sukses, ya harus bangkit dan berusaha semaksimal mungkin, itu yang betul.. Bagi Arya, hidup di perantauan adalah suatu pengalaman baru yang akan dinikmatinya. Penuh tantangan, hambatan bahkan godaan. Rejeki sudah diatur oleh Allah, dimanapun dan berapa jumlahnya, manusia tinggal menjalani.

---***---

Kalimantan,,, pulau yang akan disinggahinya termasuk pulau besar di Indonesia. Pemikiran tidak membawa serta keluarga tentu sudah diperkirakan oleh Arya, positif dan negatifnya. Apalagi Kota Balikpapan, Kalimantan Timur mendapat julukan sebagai kota dengan biaya termahal di Indonesia. Jadi, biarlah anak istrinya tidak mendampinginya untuk beberapa tahun ke depan. Dia hanya perlu memberi motivasi dan nasehat untuk istrinya agar tegar menjalani hari-hari jauh dari suami.

“Dik, terkadang hidup itu berat, tapi kalau kita menjalani hidup dengan lapang dada dan terus berusaha, semuanya akan terasa ringan”, ucap Arya.

Putri hanya mengangguk, mengiyakan apa yang diucapkan suaminya.

“Tidak ada rahasia untuk mencapai kesuksesan. Sukses itu dapat diraih karena banyak hal. Persiapan, kerja keras, perjuangan dan mau belajar dari pengalaman. Aku pun akan mencoba semuanya, Dik”, tegas suaminya lagi.

Malam itu, ketika waktu sudah semakin larut, Putri masih belum bisa memejamkan matanya. Gelisah, sedih bercampur menjadi satu. Dia tak mau waktu yang terus berjalan membuat dia kehilangan sesuatu yang sangat berarti. “Aku akan merindukannya”, kata Putri dalam hati. Kembali, air matanya menetes membasahi bantalnya. Dia tak ingin, suaminya yang terlelap dalam mimpi itu terbangun gara-gara suara sesenggukan tangisnya. “Ya Allah, beri hambaMu ini kekuatan dalam menerima ujian ini”, pintanya.

Bayang-bayang perpisahan terus menghantui pikirannya. Setiap detik, setiap waktu.

---***----

“Dik, sudah selesai packing-nya?”, tanya Arya.

Sambil merapikan kemejanya, dia mencari gadis kecilnya, Adinda.

“Mana Adinda?” tanyanya lagi..

“Semua yang diperlukan sudah dibawa, Mas. Foto Adinda juga sudah masuk di koper”, jawab Putri tak bersemangat.

Sementara Adinda yang dicari, menghampiri dan minta digendong oleh papahnya. Mulailah ayah dan anak itu bercanda dan tertawa, ada saja kelucuan yang diperlihatkan Adinda pada orang tuanya. Tetapi,, di depan pintu, Putri berdiri sambil menatap jalanan.

“Lho, kamu kenapa, Dik? Tak usah sedih begitu… Toh kepergianku ini karena pekerjaan dan hanya sementara, aku pasti pulang”, kata suaminya sambil memeluk, menenangkan hati Putri. Pelukannya justru membuat Putri tak mau terpisahkan. Tangisnya mulai mewarnai sore ini… Suasana berubah menjadi mendung..

---***---

Hari ini adalah hari pertama Putri jauh dari suaminya. Dia belum terbiasa sendiri di rumahnya tanpa sang suami. Setelah anaknya bangun, langsung dimandikan supaya badannya segar, Putri mengajak Adinda untuk sarapan dulu. Menu pagi ini adalah sayur bayam, lele goreng, telor ceplok, dan sambal terasi. Hmm,, yang terakhir itu adalah kesukaan suaminya. Setelah selesai menyuapi Adinda, Putri duduk di ruang makan, mengambil nasi di piring. Kesedihan menghampirinya lagi, membayangkan hari-hari biasa selalu bersama Arya. Suka duka selalu dijalani berdua. Iya sih, kadang-kadang suaminya itu membuatnya jengkel, bete, pengen marah dan lain-lain. Laki-laki kan lebih menggunakan akal sehat dan logika yaa... Beda dengan wanita yang lebih mengandalkan perasaannya.... Tapi, hanya Arya lah yang bisa mengerti si Putri.

---***---

Di Kalimantan, Arya mulai disibukkan oleh perkerjaan dan rutinitas sehari-hari. Lingkungan baru justru membuatnya lebih semangat bekerja sehingga waktunya tidak terbuang percuma. Di rantau dia berharap rejekinya semakin banyak dan barokah. Setiap malam, sepulang kerja Arya selalu berusaha menghubungi keluarganya. Dia tak ingin kontak dengan orang-orang yang dicintainya terputus oleh sebab apapun. Komunikasi harus tetap terjalin. Malam itu, tuuttt...tuuuttt...tuuuttt.... Dengan handphone-nya, dia mencoba menghubungi istrinya, tak berapa lama panggilan itu diterima...

Adinda yang hafal nada dering dari papahnya, “Doaku Untukmu Sayang” lagunya Wali langsung menerima telepon tersebut.

“Hallo papahhhh.... ini papah yaaa... ini Adindaaaa....”, terdengar jawaban dari seberang. Yaa,, anak perempuan berusia tiga tahun ini sangat lucu. Suaranya membuat Arya ingin segera pulang untuk memeluknya. Tingkahnya selalu membuat orang lain geregetan.

“Hallo, sayang.... Adinda sedang apa? Sudah makan belum??”, tanya Arya. Adinda yang ditanya, langsung menyerahkan Hp kepada mamanya.

“Adinda mau tidur, Pah”, jawab Putri. “Adinda juga sudah makan sama ikan”.

Begitulah setiap hari, mereka selalu berkomunikasi untuk saling mendengar dan bercerita tentang kabar masing-masing, untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Sebulan, dua bulan, terlewati sudah... Kerinduan yang mendalam masih tersimpan di hati.

---***---

Tuuuutttt,,,,tuttt,,,,tuttt.... Putri mencoba menghubungi Arya. Tapi, tidak ada jawaban. Sampai beberapa kali mencoba, akhirnya Arya menerima telpon tersebut. “Halloooo,,, jangan telepon sekarang! Aku baru ada tamu, penting!!” tut..tut..tut..tut...tut..tut... Telepon terputus, Putri kecewa... Ada apa dengan suaminya? Jangan jangan.... Aku mulai curiga, aku cemburu.. Ahh,, aku tak boleh berpikir negatif. Mungkin dia sibuk dengan pekerjaannya..

“Mengapa sampai larut malam, dia tidak telepon? Sudah lupakah dia, atau ada yang lain disana?”, gerutu Putri sambil mencoba untuk menenangkan diri sendiri. Sebenarnya dia hanya ingin mengabari suaminya kalau Adinda rewel karena sedang demam tinggi. Si kecil terus memanggil papahnya.

“Apa Adinda kangen sama papahnya, ya?”, pikir Putri.

“Huuuhhh! Mengapa ditelepon saja susahnya minta ampun?”, keluhnya.

Kebencian itu muncul tiba-tiba. Menyebalkan!. Tapi beruntung ada Adinda di sampingnya, yang selalu ada untuk menghibur hatinya di kala sedih begini.

Tak sengaja, teringat dan terlintas dipikirannya sesuatu yang pernah dikatakan oleh mbah Tin, neneknya Arya... “Kalau anakmu rewel karena rindu sama papahnya, berikan saja baju atau sarung yang biasa dipakai oleh suamimu!”, pesan nenek. Ada-ada saja si nenek, tapi tidak ada salahnya dicoba.. Putri mengambil baju kesayangan Arya dari lemari pakaian, kemudian diselimutkan di badan Adinda. Dipeluknya gadis kecil yang sudah terlelap itu, dicium sayang keningnya dan berdoa memohon kepada Allah agar diberikan kesehatan.

Percaya apa tidak? Luar biasa... Demamnya turun, Adinda tidak mengigau lagi.. Dalam hati Putri, dia hanya menebak-nebak,, faktor kebetulan atau memang nyata karena kedekatan orang tua dan anak yaaa.... Biarlah tetap menjadi pertanyaan yang jawabannya tergantung masing-masing individu.

Melihat kondisi Adinda yang sudah membaik, Putri mengambil handphone-nya dan menulis sms kepada Arya:

Kau tak pernah merasakan..

Betapa takutnya aku seorang diri,,

Mengemban tugas sebagai seorang istri yang jauh dari suami,,

Menjaga rumahmu, hartamu,,,

Menjaga anak-anak, mengarahkan dan mendidik mereka..

Bila malam tiba,,,

Yang kuinginkan hanyalah,

waktu...

Cepatlah berganti menjadi pagi...

Karena ku tak mau ketakutan ini terus melandaku

Aku kan menunggu kesempatan itu

Bersamamu membesarkan anak-anak... Tuhan,, kabulkan doaku...

ð Sms dikirim....

Kini,, giliran Putri menunggu balasan dari Arya, dia merenung memikirkan suaminya. Tidak terasa, sudah empat tahun suaminya merantau mencari nafkah di Kalimantan. Pikiran jelek terus menghantuinya,,, jangan-jangan suaminya selingkuh, kemudian tak mau membalas smsnya seperti siang tadi, tidak menerima teleponnya karena alasan sedang ada tamu atau yang lainnya...

.........Tiga puluh menit kemudian,,,

ð Sms balasan diterima:

Sayangku...

Andai raga ini bisa terbelah menjadi dua

Ingin rasanya membagi tubuh ini

Untuk menjaga dan mendampingi kalian...

Andai tak ada dimensi tempat dan waktu...

Ingin rasanya selalu bersamamu

Menjaga harta yang paling berharga buatku,

Bukan rumah, mobil dan kemewahan

Kalian lah bidadariku,

Harta yang paling berharga itu

Percayalah,, hati, pikiran dan jiwaku tetap untukmu

Aku kan selalu ada untukmu,, walau jauh....

Aku kuat disini karena kau dan Adinda...

Kalian lah Penyemangat hidupku...

Jaga Adinda untukku, sayang...

Hiks..hiks... Air mata Putri mengalir deras, setelah membaca sms dari suaminya. Pikirannya melayang, tak ada gunanya dia curiga.. Laki-laki yang dicintainya masih tetap menyayanginya.. Cemburunya karena cinta... Putri berharap,, biarlah hidupnya sekarang terpisah karena keadaan. Putri juga masih mempunyai impian,, untuk bersama-sama berkumpul kembali menjadi keluarga yang utuh, bertambah rejeki dan rasa sayang yang dimiliki...

Merantau tidaklah akhir dari segalanya.. Merantau karena menginginkan sesuatu yang lebih baik dari kehidupannya sekarang. Butuh perjuangan, kepercayaan, kesabaran untuk melewati ujian ini. Hanya kekuatan cinta dan dukungan dari orang-orang terdekat yang membuat seseorang tegar di perantauan. Banyak cita dan cinta yang ingin diraihnya kelak. Jangan pernah takut untuk merantau....

Penulis adalah peserta Pelatihan Sagusabu 2 Kudus, 12-13 Januari 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wahhh...bagus sekali Bu. Suka sekali alurnya. Kesabaran nulis yang luar biasa.

13 Jan
Balas

Ternyata menulis itu asyik ya pak... Alhamdulillah. Ikut pelatihan Sagusabu, jadi punya teman yang semangat, menyemangati, serius. Narasumbernya juga josss..

13 Jan
Balas



search

New Post