Tri Ismayawati

Seorang guru IPS di SMP 4 Kudus, yang mempunyai hobi membaca dan menulis. Alhamdulillah, dengan tugas tambahan sebagai Kepala Perpustakaan, melihat buku-buku ya...

Selengkapnya
Navigasi Web

Misteri Es Lilin Leleh

Misteri Es Lilin Leleh

Suasana kelasku tak pernah hening saat pelajaran. Ada saja bahan canda yang disiapkan oleh “Trio Geger”, si biang onar. Ulahnya sering membuat guru-guru mengelus dada. Andai saja mereka bertiga tidak masuk hari ini.. Pasti kelasku akan baik-baik saja. Tetapi tidak… Mereka adalah anak-anak yang rajin sekolah. Ya! Sadam, Amri dan Fredi, tak pernah absen sekolah.

Bel istirahat kedua telah berakhir,, saatnya pelajaran terakhir. Ilmu Pengetahuan Sosial, pelajaran kesukaanku… Kutunggu guru di depan pintu kelas. Pak Widi berjalan perlahan menuju kelas kami. Aku pun menempatkan diri di bangku, sambil berteriak:”Ada pak Widi!”… “Selamat siang, anak-anak”, sapa pak Widi ramah.

“Selamat siang, pak”, jawab kami…

Mulai lah kegaduhan seperti jam-jam sebelumnya.. Saatnya trio geger beraksi….

Mereka bertiga membuat acara sendiri, duduk di bangku paling belakang tanpa menghiraukan ada guru yang sudah siap mengajar. Asyik bercerita, tertawa terbahak-bahak dan merasa bangga karena kami semua menoleh ke belakang, melihat kearah mereka..

“Hai,, bisa diam tidak!”, bentak Veri sang ketua kelas.

“Hahaha… Apa? Masalah buat lo? Diam saja sendiri”, kata Fredi.

Suasana kelas menjadi hening. Pak Widi akhirnya mulai bicara. “Anak-anak, apa yang membuat kalian ada di tempat ini?”. “Sekolah pak”, jawaban serentak semua siswa. “Lalu, untuk apa kalian sekolah?” “Yaa, biar pandai pak”, jawab Diva si rangking satu.. “Betul, Diva.. Apa cita-citamu kalau kamu besar?”, tanya pak Widi. “Saya mau jadi guru pak”, jawab Diva.

Di saat guru sedang bertanya jawab dengan siswa, Trio Geger juga tidak mau tinggal diam. Fredi memulai aksinya. “Pak, kalau cita-cita saya, mau jadi pengusaha es lilin di neraka”, celotehnya. Kelas pun menjadi gaduh… Semua tertawa, termasuk pak Widi. Sadam dan Amri pun merasa senang, serta mengeluarkan kata-kata sehingga bertambah ramai. “Wah, cita-cita yang bagus”, komentar Sadam. Amri tak mau kalah, “Nanti Fredi jadi kaya”. “Karena di neraka banyak orang yang kehausan, aku juga ikut jual es lilin!”, celetuk Amri.

Hanya mereka bertiga yang asyik dengan perbincangan seputar es lilin. Kami hanya diam. Menunggu kata-kata apa yang akan diucapkan oleh pak Widi. Kulihat ketiganya tidak paham kalau sedang diperhatikan. Sungguh tidak berpendidikan, pikirku.

“Fredi, Sadam, dan Amri, bercita-citalah yang bagus”. “Jangan salah berbicara, karena apa yang kamu ucapkan bisa jadi sebuah doa”, jelas pak Widi. Bukannya mengangguk tanda mengerti, mereka malah semakin mengolok-olok. “Itu cita-cita yang bagus, pak. Masalah buat loe?”, tantang Fredi. Aku dan siswa yang lain menahan marah. Ingin aku tonjok wajah si Fredi yang menjengkelkan. “Anak tidak tahu diri, tak punya sopan santun”, keluhku.

“Fredi, Sadam, dan Amri, jika kalian bercita-cita jelek, itu masalah buat saya”. “Karena saya adalah gurumu”, kata pak Widi pelan. “Saya harus mengarahkan kalian semua menjadi anak-anak yang baik”. “Nanti sepulang sekolah, coba kamu berpikir ulang tentang cita-citamu”, pesan pak Widi.

Seperti biasa, sampai jam terakhir selesai pun Trio Geger tidak bisa diam. Mereka melanjutkan keceriaan yang hanya bisa dipahami oleh mereka sendiri.

Keesokan harinya, Fredi yang biasanya bersemangat untuk membuat kekacauan di kelas tampak lesu. Amri, hari ini tidak masuk karena sakit. Sedangkan Sadam belum menampakkan batang hidungnya sampai pelajaran dimulai. “Terlambat atau memboloskah dia hari ini?” tanyaku pada Diva. Diva hanya menggelengkan kepala.

Aku melangkahkan kakiku ke bangku Fredi, aku duduk di sebelahnya. Kulihat dia hanya melihatku kemudian menunduk. “Ada apa denganmu, Free?”, tanyaku.

Fredi tersenyum kecut, kebingungan antara ingin bercerita dengan malu karena ulahnya sendiri. Dia berjanji akan bercerita waktu istirahat.

Fredi memulai ceritanya, “Aku bermimpi tadi malam”. Dalam mimpiku, aku terlihat tertawa senang, membawa dua termos es berisi es lilin. Aku berpikir akan mendapatkan untung yang banyak, kalau es lilin buatanku terjual semua, apalagi hawanya terasa panas. “Es lilin… es lilin”…., teriakku menjajakan daganganku. Aku berjalan seorang diri menyusuri kampung-kampung yang belum pernah aku lihat sebelumnya.

Kulewati jalan-jalan panjang yang melelahkan, tetap kuteriakkan daganganku, supaya laku. “Es lilin… es lilin”…. Kanan, kiri dan depanku terasa seperti ada kobaran api. Panaaasss sekali… Orang-orang di sekelilingku berlarian mendekatiku. Mereka ingin membeli es lilin. Aku yakin, daganganku pasti terjual habis. Setelah termos es aku buka, mereka berebut mengambil es lilin. Apa yang terjadi?? Orang-orang itu melemparkan es lilin ke wajahku. Mereka mengumpat:”Es lilin apa ini! Panas, dasar tukang tipu!”. Aku ketakutan, wajahku terasa panas karena es lilinku telah meleleh menjadi air yang sangat panas.

Kemudian, orang-orang tadi mengajakku menuju pintu yang terlihat mengerikan. Mereka menarik-narik tanganku untuk masuk ke gerbang tersebut. Kulihat kobaran api, api yang bergolak, suhu yang luar biasa panasnya. Aku menangis, meronta, berteriak:”Aku mau pulangggg”…. “Aku takuuutttt”…. “Tolooongggg!!!!”….. Sampai akhirnya, tubuhku digoncang-goncangkan. Ternyata ibuku membangunkan tidurku karena aku mengigau...

Syukurlah, aku hanya bermimpi. Mimpi yang buruk. Aku tak ingin, ini terjadi dalam dunia nyataku… Fredi berhenti bercerita dan menarik nafas panjang.

Fredi…Fredi… Aku lega mendengar ceritanya. Aku juga bersyukur, ucapannya membuat dia menjadi tersadar. Cita-citanya menjadi pengusaha es lilin di neraka, pupus sudah. Sulit aku bayangkan, jika itu benar-benar terjadi. Bagaimana bisa jadi es lilinnya, jika panas di neraka itu lebih panas daripada api dunia?

Misteri es lilin yang leleh ternyata juga melelehkan sifat jeleknya. Fredi bisa mempengaruhi Sadam dan Amri berubah menjadi baik setelah kejadian itu. Kelasku sekarang menjadi kelas yang nyaman. Tidak ada gangguan dari Trio Geger lagi. Mereka mengubah sifat dan sikapnya sehingga mendapat julukan “Trio Penyejuk (memberi kesejukan seperti es lilin)”. Guru-guru pun senang mengajar di kelas kami.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Hehehe... syukurlah si trio udah tobat ya Bun... sukses selalu bunda..

20 Jan
Balas

Alhamdulillah.. iya.. Salam kenal bunda Yanisa.. Salam literasi

20 Jan

Hehehe... syukurlah si trio udah tobat ya Bun... sukses selalu bunda..

20 Jan
Balas



search

New Post