Tri Riswakhyuningsih

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MENINGKATKAN SCIENCE PROCESSES SKILL SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

MENINGKATKAN SCIENCE PROCESSES SKILL SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

MENINGKATKAN SCIENCE PROCESSES SKILL SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Tri Riswakhyuningsih

Guru SMP Negeri 2 Subah, Jl. Raya Kalimanggis, Subah, Batang

[email protected]

ABSTRAK

Science processes skill (SPS) merupakan aspek penting kecakapan hidup yang harus dikuasai siswa. Science processes skill siswa dapat terwujud jika pembelajaran bersifat kontekstual bukan tekstual. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan science processes skill siswa melalui pembelajaran kontekstual. Penelitian dilakukan dengan pembelajaran penelitian tindakan kelas (PTK). PTK dilaksanakan dalam 3 siklus dan setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek PTK adalah siswa kelas VIIID SMPN 2 Subah Tahun Pelajaran 2015/2016.

Pengamatan SPS dilakukan dengan teknik observasi dengan instrumen lembar observasi. SPS yang diamati mencakup; pengamatan, mengklasifikasi, membuat hipotesis, eksperimen, mengidentifikasi variabel, interpretasi data, mengkomunikasi, menyimpulkan/ inferensi, dan prediksi.. Data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif komparatif. Indikator kinerja yang ditetapkan adalah minimal 75% siswa pada akhir siklus kemampuan SPS berkategori baik. Hasil PTK menunjukkan, kemampuan SPS dengan kategori baik pada siklus 1 sebanyak 62%, pada siklus 2 sebanyak 72%, dan pada siklus 3 sebanyak 79% dan telah mencapai kriteria yang telah ditetapkan.

Kata Kunci: pembelajaran kontekstual, penelitian tindakan kelas, science processes skill

PENDAHULUAN

Science processes skill (SPS) merupakan aspek penting kecakapan hidup yang harus dikuasai siswa. Melalui SPS, siswa dapat melakukan inkuiri ilmiah yang merupakan salah satu tujuan pembelajaran pada standar kompetensi mata pelajaran IPA. Inkuiri ilmiah penting untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi. SPS mewujudkan hakikat IPA yang mencakup tiga dimensi yaitu dimensi proses, produk, dan sikap ilmiah. SPS menyangkut proses/cara kerja untuk memperoleh hasil/produk dengan mengutamakan sikap ilmiah (Mariana I.M. & Praginda W. 2009:23-24). SPS menekankan pada penemuan fakta, membangun konsep, dan teori dengan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa sendiri. SPS dapat meningkatkan keterampilan fisik dan mental yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam kegiatan ilmiah. SPS tidak dapat terwujud jika proses pembelajaran yang dilakukan hanya bersifat tekstual, terbatas hanya membaca dan menulis informasi yang terdapat di dalam buku teks.

Melatih siswa untuk menguasai berbagai jenis SPS, memerlukan proses pembelajaran yang bersifat kontekstual. Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning/CTL) memuat tujuh komponen yaitu; 1) konstruktivisme (constructivism), 2) bertanya (questioning), 3) menemukan (inquiry), 4) masyarakat belajar (learning community), 5) pemodelan (modeling), 6) refleksi (reflection), dan 7) penilaian sebenarnya (authentic assesment) (Riyanto 2009:170).

Penelitian tentang pembelajaran kontekstual atau salah satu komponen pembelajaran kontekstual telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil penelitian Marnita (2013) menyimpulkan bahwa, pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan keterampilan proses sains mahasiswa. Penelitian Arifin (2015), Rengganis et al. (2015) dan Asy’syakurni et al. (2015) menyimpulkan, metode inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains. Hasil penelitian Hartono & Oktafianto (2014) menyimpulkan bahwa, model discovery dapat mengembangkan keterampilan proses sains.

Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya maka, rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimana kemampuan SPS siswa kelas VIII D SMPN 2 Subah Tahun Pelajaran 2015/2016 setelah menerapkan pembelajaran kontekstual?. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan SPS siswa kelas VIII D SMPN 2 Subah Tahun Pelajaran 2015/2016.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK dilaksanakan di SMP Negeri 2 Subah pada semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIIIC yang berjumlah 29 orang, terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. PTK dilaksanakan dalam 3 siklus dan setiap siklus dilaksanakan selama 4 jam pelajaran. Setiap siklus PTK terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

PTK dilaksanakan pada Standar Kompetensi 4. Memahami kegunaan bahan kimia dalam kehidupan. Siklus I dengan Kompetensi Dasar (KD) 4.1 Mencari informasi tentang kegunaan dan efek samping bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari dan KD 4.2 Mengkomunikasikan informasi tentang kegunaan dan efek samping bahan kimia. Siklus 2 dengan KD 4.3 Mendeskripsikan bahan kimia alami dan bahan kimia buatan dalam kemasan yang terdapat dalam bahan makanan. Siklus 3 dengan KD 4.4. Mendeskripsikan sifat/pengaruh zat adiktif dan psikotropika dan KD 4.5 Menghindarkan diri dari pengaruh zat adiktif dan psikotropika.

Tahap perencanaan meliputi; membuat skenario pembelajaran, membuat LKS, menyiapkan soal tes, menyiapkan instrumen observasi dan menyiapkan instrumen evaluasi kinerja guru. Tahap pelaksanaan setiap siklus berlangsung selama 4 jam pelajaran. Tahap pengamatan dilakukan terhadap perilaku siswa dan guru selama proses pembelajaran oleh observer. Tahap refleksi dilakukan dengan cara berdiskusi dengan observer untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan tindakan pada setiap siklus.

Data yang diambil berupa kemampuan SPS yang terdiri dari; pengamatan, mengklasifikasi, membuat hipotesis, eksperimen, mengidentifikasi variabel, interpretasi data, mengkomunikasi, menyimpulkan/inferensi, dan prediksi. Penilaian SPS dilakukan dengan teknik observasi dengan bantuan instrumen lembar observasi. Data hasil penilaian dianalisis secara deskriptif komparatif dengan membandingkan hasil belajar antar siklus. Indikator kinerja yang ditetapkan adalah pada akhir siklus, kemampuan science processes skill siswa kelas VIIID yang mendapat kategori baik minimal mencapai 75%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Siklus 1

Siklus I dilaksanakan selama 4 jam pelajaran, 2 jam pelajaran dengan KD 4.1 Mencari informasi tentang kegunaan dan efek samping bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari dan 2 jam pelajaran dengan KD 4.2 Mengkomunikasikan informasi tentang kegunaan dan efek samping bahan kimia. Indikator pembelajaran adalah mengidentifikasi macam-macam produk kebutuhan rumah tangga yang mengandung bahan kimia, mengidentifikasi kegunaan bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari, mengidentifikasi efek samping bahan kimia yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan melalukan percobaan pengaruh detergen terhadap kehidupan ikan. Tujuan pembelajaran adalah setelah proses pembelajaran siswa dapat menyimpulkan kegunaan dan efek samping bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari dan mengkomunikasikan hasil percobaan pengaruh detergen terhadap kehidupan ikan. Materi Pembelajaran adalah Bahan Kimia dalam Rumah Tangga.Pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan metode ceramah, pengamatan, percobaan, diskusi dan tanya jawab.

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Integrasi tujuh (7) komponen pendekatan kontekstual dilakukan pada kegiatan inti.

1) Konstruktivisme (constructivism) dilakukan siswa ketika mengamati berbagai produk bahan kimia rumah tangga.

2) Bertanya (questioning) dilakukan siswa pada saat menanya adakah kandungan zat berbahaya dalam produk bahan kimia rumah tangga.

3) Menemukan (inquiry) dilakukan siswa pada saat melakukan kegiatan analisis artikel Limbah Detergen Cemari Pesisir, identifikasi produk bahan kimia dalam rumah tangga dan percobaan pengaruh detergen terhadap kehidupan ikan.

4) Masyarakat belajar (learning community) dilakukan ketika siswa bekerja dalam kelompok untuk mendiskusikan hasil inquiry.

5) Pemodelan (modeling) dilakukan guru dengan memberi arahan pada saat kegiatan inquiry.

6) Refleksi (reflection) dilakukan siswa pada saat membuat jurnal belajar yang berisi pengalaman belajar, materi yang telah dipahami, materi yang sulit dipahami dan cara mengatasinya.

7) Penilaian sebenarnya (authentic assesment) berupa penilaian SPS.

Pada kegiatan penutup, bersama dengan siswa, guru merangkum kegiatan pembelajaran.

Keterampilan proses yang diaplikasikan pada pembelajaran siklus 1, dikelompokkan dalam kegiatan identifikasi isi artikel “Limbah Detergen Cemari Pesisir, identifikasi produk bahan kimia dalam rumah tangga dan percobaan pengaruh detergen terhadap kehidupan ikan.

SPS yang diaplikasikan siswa pada saat menganalisis artikel Limbah Detergen Cemari Pesisir adalah pengamatan dan komunikasi.

1) Keterampilan pengamatan dilakukan siswa pada saat melakukan; analisis masalah, penyebab masalah, dampak masalah, upaya mengatasi masalah, pihak yang sudah terlibat dalam upaya menyelesaikan masalah dan upaya diri sendiri untuk ikut menyelesaikan masalah.

2) Keterampilan komunikasi dilakukan siswa pada saat membuat laporan dan mempresentasikan hasilnya. Siswa mengkomunikasikan hasil identifikasi secara tertulis dalam bentuk laporan dan secara lisan melalui diskusi dan presentasi.

Keterampilan proses yang diaplikasikan pada saat mengidentifikasi produk bahan kimia dalam rumah tangga adalah pengamatan, mengklasifikasi, komunikasi dan menyimpulkan/inferensi.

1) Siswa mengamati fungsi, efek samping, dan cara mengatasi efek samping produk bahan kimia dalam rumah tangga. Keseluruhan produk yang diamati adalah detergen, sabun mandi, shampo, pemutih wajah, pewangi badan, pewangi pakaian, pembersih lantai, pengusir nyamuk bentuk lotion, dan pengusir nyamuk bentuk bakar.

2) Siswa melakukan klasifikasi produk berdasarkan fungsi, efek samping, dan cara mengatasi efek samping produk bahan kimia dalam rumah tangga. Produk bahan kimia dalam rumah tangga yang diamati berfungsi sebagai pembersih, pemutih, pewangi, dan insektisida. Efek samping yang ditumbulkan dapat mencemari air, tanah, dan udara. Efek samping yang ditimbulkan dapat diatasi dengan cara pencegahan dan pengobatan.

3) Siswa mengkomunikasikan hasil identifikasi secara tertulis dalam bentuk laporan dan secara lisan melalui presentasi dan diskusi. Curah pendapat terjadi pada saat kominikasi, saling memberi tanggapan dan saling melengkapi.

4) Inferensi dibuat siswa dengan mengkonstruksi sendiri berdasarkan hasil pengamatan produk bahan kimia dalam rumah tangga yang di bawa.

Keterampilan proses yang diaplikasikan pada saat percobaan pengaruh detergen terhadap kehidupan ikan adalah membuat hipotesis, eksperimen, mengidentifikasi variabel, pengamatan, interpretasi data, komunikasi, menyimpulkan/inferensi dan prediksi.

1) Siswa merumuskan hipotesis untuk menjawab pertanyaan cara bijak dalam menggunakan bahan kimia dalam rumah tangga. Salah satu hipotesis yang dirumuskan siswa adalah mencegah pencemaran air dengan cara mengurangi penggunaan detergen. Jawaban siswa merupakan rumusan hipotesis yang harus dibuktikan dengan percobaan.

2) Eksperimen dilakukan untuk menjawab hipotesis bahwa mengurangi penggunaan detergen dapat mencegah pencemaran air. Ikan dipilih karena habitat ikan adalah di air, jika air tercemar maka ikan juga akan terkena dampaknya. Alat dan bahan yang digunakan adalah ikan, toples, detergen, air, dan sendok makan. Cara Kerjanya adalah menyiapkan 4 gelas ukur 250 ml, beri label A, B, dan C, mengisi ke-4 gelas ukur dengan 200 ml air bersih, memasukkan 1 sendok makan detergen ke dalam gelas B, 2 sendok makan ke dalam gelas C, dan gelas A tidak diberi detergen, memasukkan ke dalam gelas masing-masing 1 ekor ikan mas yang berukuran relatif sama, mengamati perilaku ikan pada masing-masing gelas ukur setelah diamati selam 0 menit, 5 menit, dan 10 menit, dan mencatat hasil pengamatan dalam tabel.

3) Kemampuan mengidentifikasi variabel terjadi pada saat percobaan pengaruh detergen terhadap kehidupan ikan. Terdapat tiga macam variabel, yaitu variabel manipulasi, variabel respon dan variabel kontrol Variabel manipulasinya adalah pemberian konsentrasi detergen yang berbeda-beda. Variabel responnya adalah kondisi ikan pada masing-masing perlakuan. Variabel kontrolnya adalah ikan yang diletakkan dalam air tanpa detergen, pengaturan waktu, pengukuran detergen, pengukuran air, dan pemilihan ukuran ikan yang relatif sama.

4) Siswa melakukan pengamatan kondisi ikan pada masing-masing perlakuan pada saat 0 menit, 5 menit, dan 10 menit. Data hasil pengamatan yang dikumpulkan adalah kondisi ikan pada setiap waktu dan perlakuan. Semua perilaku ikan dicatat dan dimasukkan ke dalam tabel untuk mempermudah proses analisis.

5) Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan secara tertulis dalam bentuk laporan dan secara lisan melalui kegiatan presentasi, diskusi, dan curah pendapat.

6) Inferensi yang dibuat siswa adalah detergen dapat mencemari air dan dapat mempengaruhi kehidupan ikan sehingga ikan menjadi mati.

7) Siswa memprediksi bahwa semakin banyak konsentrasi detergen dalam air, maka kondisi ikan semakin buruk.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, SPS siswa dengan kategori baik sebanyak 62%, belum mencapai kriteria yang ditetapkan. Berdasarkan hasil refleksi diketahui bahwa, beberapa siswa tidak membawa bungkus produk bahan kimia rumah tangga, sehingga proses pembelajaran menjadi terhambat. Pada siklus 2, bungkus makanan harus ditempel untuk laporan, sehingga semua siswa mau tidak mau harus membawa bungkus produk makanan.

Siklus 2

Siklus 2 dilaksanakan selama 4 jam pelajaran pada KD 4.3 Mendeskripsikan bahan kimia alami dan bahan kimia buatan dalam kemasan yang terdapat dalam bahan makanan. Indikator pembelajaran adalah mengidentifikasi macam-macam zat aditif alami yang digunakan dalam makanan, mengidentifikasi macam-macam zat aditif buatan yang digunakan dalam makanan, menjelaskan kelebihan dan kekurangan penggunaan zat aditif alami dan zat aditif buatan, menjelaskan efek samping penggunaan zat aditif buatan dalam makanan dan mengidentifikasi berbagai zat aditif yang terdapat pada makanan kemasan. Tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat mengkomunikasikan dan menyimpulkan bahan kimia alami dan bahan kimia buatan dalam kemasan yang terdapat dalam bahan makanan. Materi Pembelajaran adalah Bahan Kimia dalam Makanan. Pendekatan yang digunakan adalah kontekstual dengan metode ceramah, pengamatan, percobaan, diskusi dan tanya jawab.

Kegiatan pembelajaran mencakup kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Integrasi tujuh (7) komponen pendekatan kontekstual dilakukan pada kegiatan inti.

1) Konstruktivisme (constructivism) dilakukan siswa ketika mengamati berbagai produk makanan kemasan.

2) Bertanya (questioning) dilakukan siswa pada saat menanya adakah kandungan zat berbahaya dalam produk makanan kemasan.

3) Menemukan (inquiry) dilakukan siswa pada saat melakukan kegiatan identifikasi isi artikel Makanan Mengandung Pewarna Tekstil Ditemukan di Sekolah DKI, identifikasi produk bahan kimia dalam makanan, uji boraks dan uji formalin.

4) Masyarakat belajar (learning community) dilakukan ketika siswa bekerja dalam kelompok untuk mendiskusikan hasil inquiry.

5) Pemodelan (modeling) dilakukan guru dengan memberi arahan pada saat kegiatan inquiry.

6) Refleksi (reflection) dilakukan siswa pada saat membuat jurnal belajar yang berisi pengalaman belajar, materi yang telah dipahami, materi yang sulit dipahami dan cara mengatasinya.

7) Penilaian sebenarnya (authentic assesment) berupa penilaian SPS.

Keterampilan proses yang diaplikasikan pada pembelajaran siklus 2, dikelompokkan dalam kegiatan identifikasi isi artikel “Makanan Mengandung Pewarna Tekstil Ditemukan di Sekolah DKI, identifikasi produk bahan kimia dalam makanan, uji boraks, dan uji formalin.

Keterampilan proses yang diaplikasikan pada saat mengidentifikasi isi artikel “Makanan Mengandung Pewarna Tekstil Ditemukan di Sekolah DKI adalah pengamatan dan komunikasi.

1) Siswa mengamati artikel untuk menganalisis masalah yang terjadi, penyebab masalah, dampak masalah, upaya mengatasi masalah, pihak yang sudah terlibat dalam upaya menyelesaikan masalah dan upaya diri sendiri untuk ikut menyelesaikan masalah.

2) Siswa mengkomunikasikan analisis secara tertulis dengan membuat laporan dan secara lisan dengan mempresentasikan hasilnya.

Keterampilan proses yang diaplikasikan pada saat mengidentifikasi produk bahan kimia dalam makanan adalah pengamatan, mengklasifikasi, komunikasi, dan menyimpulkan/inferensi.

1) Siswa melakukan pengamatan komposisi bahan kimia dalam berbagai makanan kemasan untuk mengidentifikasi macam-macam zat aditif yang terkandung di dalamnya. Jenis makanan kemasan yang diamati terdiri dari minuman ringan, susu, mie instan, dan berbaga macam makanan ringan.

2) Siswa mengklasifikasi zat aditif dalam makanan berdasarkan fungsinya. Zat aditif dalam makanan (Bahan Tambahan Pangan/BTP) dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 berjumlah 25 macam. Untuk mempermudah proses pengamatan, klasifikasi hanya dilakukan pada zat aditif yang berfungsi sebagai pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa buatan saja. Selain kandungan zat aditif buatan, identifikasi juga dilakukan pada label halal dari MUI karena semua siswa beragama Islam dan keterangan registrasi dari BPOM untuk mengetahui keamanan kandungan bahan pangan yang dikonsumsi.

3) Siswa mengkomunikasikan hasil identifikasi secara tertulis dalam bentuk laporan dan secara lisan melalui presentasi.

4) Siswa menyimpulkan/inferensi bahwa pemanis umum digunakan dalam minuman dan makanan ringan, pengawet buatan sulfit digunakan dalam makanan ringan, pewarna buatan digunakan dalam makanan ringan, penguat rasa buatan digunakan dalam makanan ringan dan mie instan dan sebagian besar makanan terdapat label halal MUI dan nomor registrasi BPOM.

Keterampilan proses yang diaplikasikan pada percobaan uji boraks adalah membuat hipotesis, eksperimen, mengidentifikasi variabel, pengamatan, interpretasi data, komunikasi, menyimpulkan/inferensi, dan prediksi.

1) Hipotesis yang dirumuskan adalah kunyit dapat digunakan untuk uji boraks. Kunyit dipilih untuk uji boraks karena kunyit dapat digunakan sebagai indikator alami larutan asam dan basa. Dalam larutan basa, air kunyit akan berwarna kuning kemerahan, sedangkan dalam larutan asam, air kunyit berwarna kuning cerah. Boraks adalah zat kimia yang bersifat basa, sehingga kunyit dapat digunakan untuk uji boraks.

2) Eksperimen dilakukan untuk menguji kandungan boraks dalam makanan. Alat dan bahan yang digunakan adalah air kunyit, boraks, tahu, bakso, lontong, plat tetes, mortal, dan pipet tetes. Cara kerjanya adalah; 1) melumatkan sampel semua makanan, 2) meletakkan masing-masing di plat tetes, beri label, 3) mengamati warna awal makanan dan warna makanan setelah ditetei ekstrak kunyit, dan 4) memasukkan hasil percobaan ke dalam tabel.

3) Siswa mengidentifikasikan variabel-variabel. Variabel manipulasi dalam percobaan uji boraks, adalah sampel berbagai jenis makanan. Variabel responnya adalah perubahan warna makanan setelah ditetesi air kunyit. Variabel kontrolnya adalah warna boraks seteah ditetesi air kunyit, pengamatan warna sampel makanan, dan kualitas air kunyit yang digunakan untuk uji boraks.

4) Siswa melakukan pengamatan kualitatif dengan melihat perubahan warna sampel makanan. Dalam eksperimen, boraks digunakan sebagai variabel kontrol. Setelah ditetesi dengan air kunyit, boraks berubah warna menjadi kuning kemerahan/kecoklatan, artinya sampel makanan mengandung boraks adalah makanan yang setelah ditetesi air kunyit berubah warna menjadi kuning kemerahan/kecoklatan.

5) Siswa melakukan interpretasi data. Data yang dikumpulkan adalah warna awal makanan dan warna makanan setelah ditetesi dengan air kunyit. Sampel makanan setelah ditetesi air kunyit, ada yang berwarna kuning dan ada yang berwarna kuning kemerahan/kecoklatan.

6) Siswa mengkomunikasikan hasil percobaan secara tertulis dalam bentuk laporan dan secara lisan melalui diskusi, presentasi, dan curah pendapat. Tahu, risoles, dan roti tawar berwarna kuning setelah ditetesi air kunyit. Sosis, bakso, dan mie basah berwarna kuning kemerahan/kecoklatan setelah ditetesi air kunyit.

7) Siswa menyimpulkan/inferensi bahwa sosis, bakso, dan mie basah kemungkinan mengandung boraks. Tahu, risoles, dan roti tawar tidak mengandung boraks. Kunyit dalam percobaan berfungsi sebagai indikator.

8) Siswa memprediksi, jika kandungan boraks dalam makanan semakin banyak, maka warna kuning makanan semakin kuat.

Keterampilan proses yang diaplikasikan pada percobaan uji formalin adalah membuat hipotesis, eksperimen, mengidentifikasi variabel, pengamatan, interpretasi data, komunikasi, dan menyimpulkan/inferensi.

1) Hipotesis yang dirumuskan adalah lalat dapat digunakan untuk indikator adanya formalin dalam makanan. Lalat digunakan untuk indikator karena mempunyai indra penciuman yang baik. Bahan makanan yang berbau anyir dengan cepat akan dhinggapi lalat. Formalin berbau sangat menyengat. Makanan yang mengandung formalin kemungkinan tidak akan disukai lalat.

2) Eksperimen dilakukan untuk menguji kandungan formalin dalam makanan. Alat dan bahan yang digunakan adalah 2 ekor ikan dan formalin. Cara kerjanya adalah; 1) merendam salah satu ikan dengan formalin, 2) meletakkan kedua ikan di tempat terbuka, dan 3) mengamati adakah lalat yang mendekat.

3) Siswa mengidentifikasikan variabel. Variabel manipulasinya adalah pemberian formalin pada salah satu ekor ikan, variabel responnya adalah lalat yang hinggap variabel kontrolnya adalah ikan tanpa formalin.

4) Siswa melakukan pengamatan bau ikan dan perilaku lalat pada kedua perlakuan.

5) Siswa melakukan interpretasi data. Data hasil pengamatan adalah ikan ada yang dihinggapi lalat dan ada yang tidak dihinggapi lalat dan baunya berbeda.

6) Siswa mengkomunikasikan hasil percobaan secara tertulis dalam bentuk laporan dan secara lisan melalui presentasi. Semua kelompok menghasilkan data yang sama yaitu, ikan yang tidak diberi formalin berbau amis dan dihinggapi lalat, sedangkan ikan yang diberi formalin berbau menyengat dan lalat tidak mau hinggap.

7) Siswa menyimpulkan/inferensi bahwa lalat dapat berfungsi sebagai indikator alami adanya formalin dalam makanan. Makanan yang mengandung formalin tidak akan disukai lalat. Formalin digunakan dalam makanan dengan tujuan sebagai pengawet. Formalin bersifat karsinogenik, sehingga penggunaan formalin dalam makanan sangat berbahaya bagi tubuh.

Hasil observasi menunjukkan, SPS siswa dengan kategori baik sebanyak 72%.Terjadi peningkatan SPS siswa sebesar 10% dibanding siklus 1, meskipun belum mencapai kriteria yang telah ditetapkan. Tindak lanjut dari hasil refleksi pada siklus 1, mampu meningkatkan SPS siswa. Hasil refleksi siklus 2 menyimpulkan bahwa beberapa siswa kesulitan memahami nama kimia zat aditif pada makanan dan membedakan fungsinya. Guru menugaskan kepada siswa untuk mempelajari materi kembali.

Siklus 3

Siklus 3 dilaksanakan selama 4 jam pelajaran yang dilaksanakan dalam 2 pertemuan, masing-masing 2 jam pelajaran. Pertemuan 1 dengan KD 4.4. Mendeskripsikan sifat/pengaruh zat adiktif dan psikotropika dan pertemuan 2 dengan KD 4.5 Menghindarkan diri dari pengaruh zat adiktif dan psikotropika. Indikator pembelajaran adalah mengidentifikasi macam-macam zat adiktif dan psikotropika, mendata kandungan zat kimia yang terdapat dalam rokok dan menjelaskan dampak negatif zat adiktif dan psikotropika. Tujuan pembelajaran adalah siswa dapat mengidentifikasi macam-macam zat adiktif dan psikotropika, mendata kandungan zat kimia yang terdapat dalam rokok, menjelaskan dampak negatif zat adiktif dan psikotropika, menjelaskan cara menghindarkan diri dari pengaruh zat adiktif dan psikotropika dan membuat poster atau keliping pengaruh zat adiktif dan psikotropika. Materi Pembelajaran adalah Zat Adiktif dan Psikotropika. Pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan metode ceramah, pengamatan, percobaan, diskusi dan tanya jawab.

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Integrasi tujuh (7) komponen pendekatan kontekstual dilakukan pada kegiatan inti sebagai berikut.

1) Konstruktivisme (constructivism) dilakukan siswa ketika mengamati gambar berbagai macam zat adiktif dan psikotropika.

2) Bertanya (questioning) dilakukan siswa pada saat menanya adakah kandungan zat berbahaya dalam zat adiktif dan psikotropika.

3) Menemukan (inquiry) dilakukan siswa pada saat melakukan kegiatan identifikasi gambar macam-macam zat adiktif dan psikotropika, analisis artikel Batang Mulai Jadi Daerah Tujuan Peredaran Narkoba, identifikasi kandunga tar dan nikotin pada rokok, serta percobaan perbedaan kandungan tar pada rokok filter dan kretek.

4) Masyarakat belajar (learning community) dilakukan ketika siswa bekerja dalam kelompok untuk mendiskusikan hasil inquiry.

5) Pemodelan (modeling) dilakukan guru dengan memberi arahan pada saat kegiatan inquiry.

6) Refleksi (reflection) dilakukan siswa pada saat membuat jurnal belajar yang berisi pengalaman belajar, materi yang telah dipahami, materi yang sulit dipahami dan cara mengatasinya.

7) Penilaian sebenarnya (authentic assesment) berupa penilaian kemampuan science processes skil, sikap dan ulangan harian.

Keterampilan proses yang diaplikasikan pada siklus 3 dikelompokkan dalam kegiatan identifikasi gambar macam-macam zat adiktif dan psikotropika, analisis artikel “Batang Mulai Jadi Daerah Tujuan Peredaran Narkoba, identifikasi kandunga tar dan nikotin pada rokok, serta percobaan perbedaan kandungan tar pada rokok filter dan kretek.

Keterampilan proses yang diaplikasikan pada kegiatan identifikasi gambar macam-macam zat adiktif dan psikotropika adalah pengamatan dan komunikasi.

1) Siswa mengamati gambar macam-macam zat adiktif dan psikotropika yang disajikan.

2) Siswa mengkomunikasikan hasil identifikasi macam-macam zat adiktif dan psikotropika secara tertulis dengan membuat laporan dan secara lisan dengan mempresentasikannya. Zat adiktif dan psikotropika terdiri dari rokok, alkohol, narkotika, ganja, morfin, heroin, ecstasy, kokain, sabu-sabu, dan kafein.

Keterampilan proses yang diaplikasikan pada kegiatan analisis artikel adalah pengamatan dan komunikasi.

1) Siswa mengamati artikel untuk menganalisis; 1) masalah yang terjadi, 2) penyebab masalah, 3) dampak masalah, 4) upaya mengatasi masalah, 5) pihak yang sudah terlibat dalam upaya menyelesaikan masalah, dan 6) upaya diri sendiri untuk ikut menyelesaikan masalah.

2) Siswa menyampaikan hasil analisis artikel secara tertulis dalam bentuk laporan dan secara lisan dengan presentasi.

Kegiatan identifikasi kandungan tar dan nikotin pada rokok membutuhkan bungkus berbagai merk rokok yang berbentuk filter dan kretek. Keterampilan proses yang diaplikasikan siswa adalah pengamatan, klasifikasi, interpretasi data dan inferensi.

1) Siswa mengamati kandungan tar, kandungan nikotin dan bentuk rokok.

2) Siswa mengklasifikasikan kandungan tar dan nikotin serta bentuk rokok ke dalam tabel untuk memudahkan interpretasi data.

3) Siswa melakukan interpretasi data kandungan tar dan nikotin yang bervariasi.

4) Komunikasi disampaikan secara tertulis dalam bentuk laporan dan secara lisan dengan cara mempresentasikannya.

5) Siswa menyimpulkan/inferensi bahwa merokok dapat merusak kesehatan. Filter pada rokok berfungsi untuk menyaring dan mengurangi zat kimia berbahaya masuk ke dalam tubuh.

Keterampilan proses yang diaplikasikan pada percobaan uji kandungan tar pada rokok adalah membuat hipotesis, eksperimen, mengidentifikasi variabel, pengamatan, interpretasi data, komunikasi, dan menyimpulkan/inferensi.

1) Hipotesis yang dirumuskan siswa adalah terdapat perbedaan kandungan tar dan rokok filter dan kretek.

2) Siswa melakukan eksperimen dengan tujuan untuk menguji kandungan tar pada rokok filter dan kretek. Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah botol plastik, pipa plastik, kapas, rokok kretek dan rokok filter. Cara kerjanya adalah menyusun perangkat percobaan, membakar rokok, menekan botol hingga kempes, kemudian memasang rokok pada pipa dan melepaskan tekanan sehingga rokok terisap dan dilakukan beberapa kali, mengamati perubahan warna kapas, dan mencatat hasil pengamatan pada tabel.

3) Siswa mengidentifikasikan variabel-variabel percobaan. Variabel manipulasinya adalah rokok kretek dan rokok filter, variabel responnya adalah kandungan tar pada kapas, sedangkan variabel kontrolnya adalah penggunaan perangkat percobaan yang benar.

4) Siswa melakukan pengamatan perbedaan warna kapas pada rokok filter dan rokok kretek.

5) Siswa melakukan interpretasi data. Data hasil pengamatan warna kapas dimasukkan ke dalam tabel untuk diinterpretasi.

6) Siswa mengkomunikasikan hasil percobaan secara tertulis dengan membuat laporan dan secara lisan dengan mempresentasikannya.

7) Siswa menyimpulkan/inferensi. Kesimpulan yang dibuat adalah kandungan tar dalam rokok kretek lebih banyak sedangkan kandungan tar dalam rokok filter lebih sedikit. Filter pada rokok berfungsi untuk menyaring tar yang berbentuk cair.

Hasil observasi menunjukkan, SPS siswa dengan kategori baik sebanyak 79%. Terjadi peningkatan SPS siswa sebesar 7% dibanding siklus 2 dan telah melebihi kriteria yang ditetapkan.

Pembahasan

Aplikasi pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dapat meningkatkan SPS siswa dan hasil belajar lainnya. Pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar karena pada hakikatnya belajar adalah perubahan tingkah laku (behavioral change) seseorang yang terjadi karena usaha sendiri (Depdiknas,2008:3). Pendekatan tekstual memiliki banyak kekurangan sehingga SPS siswa tidak muncul. Siswa belajar dari diberi tahu bukan mencari tahu, sumber belajar sangat terbatas hanya guru dan buku teks, belum menggunaan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran merupakan suatu proses ilmiah. Proses ilmiah berperan penting dalam mengembangkan perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa. Menekankan penalaran deduktif (deductive reasoning) bukan pelararan induktif (inductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Penalaran induktif menempatkan bukti -bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Pembelajaran masih bersifat verbalisme, belum aplikatif. Menekankan keterampilan fisikal (hardskills), belum keterampilan mental (softskills) sehingga belum terjadi keseimbangan. Siswa baru memahami pembelajaran hanya berlangsung di sekolah, belum memahami bahwa belajar juga dapat berlangsung di rumah dan di masyarakat. Siswa juga belum memahami bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas (Permendikbud, 2013).

Hasil belajar (output) dipengaruhi oleh konteks, input dan proses Konteks mencakup faktor-faktor di luar kelas, input mencakup kualitas guru dan siswa dan proses mencakup perilaku guru dan siswa di dalam kelas (Indriana, 2011:50). Guru dapat meningkatkan hasil belajar dengan cara meningkatkan kualitas input dan proses pembelajaran. Peningkatan kualitas input dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kompetensi guru. Dalam pembelajaran, guru berperan sangat penting, yaitu sebagai motivator, fasilitator, organisator, informator dan konselor. Sebagai motivator, guru mampu memberi dorongan agar siswa berinteraksi secara aktif, kreatif, dan bersikap positif dalam pembelajaran. Sebagai fasilitator, guru mampu menyediakan fasilitas yang memungkinkan siswa berinteraksi secara aktif, kreatif, dan bersikap positif. Sebagai organisator, guru mampu mengatur, merencanakan, memprogramkan, dan mengorganisasikan seluruh kegiatan dalam proses pembelajaran. Sebagai informator, guru mampu memberikan informasi yang diperlukan siswa untuk kepentingan dan kelancaran kegiatan pembelajaran maupun kepentingan masa depan. Sebagai konselor, guru mampu memberi bimbingan yang bersifat educational, emosional, sosial, dan mental spiritual (Syatra, 2013:59). Peningkatan kualitas proses pembelajaran dilakukan salah satunya dengan mengaplikasikan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran.

Pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keterampilan fisik dan mental yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam kegiatan ilmiah/SPS. SPS merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai siswa. Melalui SPS siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa sendiri (Devi, 2010:4). SPS dikelompokkan menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses dasar mencakup pengamatan, pengukuran, menyimpulkan, meramalkan, menggolongkan, dan mengkomunikasikan. Keterampilan proses terpadu mencakup pengontrolan variabel, interpretasi data, perumusan hipotesa, pendefinisian variabel secara operasional, dan merancang eksperimen. Keterampilan proses dasar merupakan pondasi untuk melatih keterampilan proses terpadu yang lebih kompleks (Devi, 2010:7-8).

Pendekatan kontekstual yang terdiri atas komponen konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment) (Riyanto, 2009: 161-170) dapat membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya, memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan, meningkatkan daya ingat, memberikan kepuasan intrinsik bila siswa berhasil melakukan kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran kontekstual yang dituangkan dalam kegiatan analisis artikel, identifikasi dan percobaan dapat meningkatkan kemampuan SPS dasar dan terpadu. SPS dasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan siswa adalah pengamatan, mengklasifikasi, mengkomunikasi, menyimpulkan/ inferensi dan prediksi. SPS terpadu yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan adalah membuat hipotesis, eksperimen, mengidentifikasi variabel, dan interpretasi data.

Pengamatan dilakukan terhadap isi artikel, identifikasi bahan kimia dalam rumah tangga, identifikasi bahan kimia dalam makanan, identifikasi kandungan tar dan nikotin pada rokok, hasil eksperimen pengaruh detergen terhadap kehidupan ikan, hasil uji boraks dan formalin, dan hasil eksperimen kandungan tar pada rokok kretek dan filter. Pengamatan dilakukan pada obyek yang sudah tersedia atau terhadap suatu gejala atau perubahan yang dilakukan menggunakan indera (Devi, 2010:8).

Klasifikasi dibuat siswa dengan mengkonstruksi sendiri berdasarkan hasil identifikasi bahan kimia dalam rumah tangga berdasarkan fungsi dan dampaknya, identifikasi bahan kimia dalam makanan berdasarkan fungsi dan dampaknya, identifikasi kandungan tar dan nikotin pada rokok berdasarkan jumlahnya. Klasifikasi berguna melatih siswa menunjukkan persamaan, perbedaan dan hubungan timbal baliknya (Devi 2010: 10).

Siswa merumuskan hipotesis sebagai jawaban sementara permasalahan. Hipotesis yang dirumuskan siswa adalah; 1) semakin banyak limbah detergen dibuang ke sungai, semakin banyak ikan yang mati, 2) semakin banyak kandungan boraks pada makanan, warna kunyit pada makanan semakin kuat, 3) semakin banyak kandungan formalin pada makanan, semakin sedikit lalat yang hinggap, dan 4) kandungan tar pada rokok kretek lebih banyak dibanding rokok filter. Hipotesis dapat dirumuskan secara induktif dan secara deduktif. Perumusan secara induktif berdasarkan data pengamatan dan secara deduktif berdasarkan teori. Hipoteis digunakan untuk merencang penelitian tentang pengaruh yang akan terjadi dari variabel manipulasi terdapat variabel respon (Devi 2010:11).

Siswa melakukan eksperimen untuk menjawab hipotesis. Eksperimen yang dilakukan adalah; 1) eksperimen pengaruh detergen terhadap ikan, 2) eksperimen uji boraks dengan air kunyit, 3) eksperimen uji formalin dengan lalat sebagai indikatornya, dan 4) eksperimen kandungan tar pada rokok kretek dan rokok filter. Eksperimen didefinisikan sebagai kegiatan terinci yang direncanakan untuk menghasilkan data untuk menjawab suatu masalah atau menguji suatu hipotesis (Devi 2010:14).

Variabel eksperimen yang didefinisikan siswa adalah variabel manipulasi, variabel respon dan variabel kontrol. Pada eksperimen pengaruh detergen terhadap ikan, variabel manipulasinya adalah pemberian konsentrasi detergen yang berbeda-beda, variabel responnya adalah kondisi ikan pada masing-masing perlakuan, dan variabel kontrolnya adalah ikan yang diletakkan dalam air tanpa detergen. Pada eksperimen uji boraks dengan air kunyit, variabel manipulasinya adalah berbagai sampel makanan, variabel responnya adalah warna sampel makanan, dan variabel kontrolnya adalah warna boraks setelah diuji dengan air kunyit. Pada eksperimen uji formalin, variabel manipulasinya adalah pemberian formalin pada ikan, variabel responnya adalah perilaku lalat pada variabel manipulasi, dan variabel kontrolnya adalah ikan tanpa formalin. Variabel manipulasi adalah variabel yang secara sengaja diubah atau dimanipulasi dalam suatu situasi. Variabel respon adalah variabel yang berubah akibat kegiatan manipulasi. Variabel kontrol adalah variabel yang sengaja dipertahankan konstan agar tidak berpengaruh terhadap variabel respon (Devi 2010:12).

Interpretasi data dilakukan siswa dengan cara mengumpulkan data hasil pengamatan, menganalisis data, dan mendeskripsikan data. Keterampilan interpretasi data diawali dengan pengumpulan data, analisis data, dan mendeskripsikan data. Mendeskripsikan data artinya menyajikan data dalam bentuk yang mudah dipahami (Devi 2010:13).

Komunikasi dilakukan siswa secara tertulis dengan membuat laporan dan secara lisan dengan presentasi. Komunikasi di dalam keterampilan proses berarti menyampaikan pendapat baik secara lisan maupun tulisan. Keterampilan berkomunikasi melatih agar siswa terbiasa mengemukakan pendapat dan berani tampil di depan umum (Devi 2010:11).

Inferensi dibuat siswa dengan mengkonstruksi sendiri berdasarkan hasil pengamatan. Pembelajaran konstruktivisme memungkinkan siswa belajar merumuskan sendiri inferensinya (Devi 2010:9).

Siswa membut prediksi semakin banyak kandungan detergen di dalam air maka ikan semakin cepat mati dan semakin banyak kandungan boraks dalam makanan maka warna air kunyit semakin kuat. Prediksi adalah ramalan tentang kejadian yang dapat diamati diwaktu yang akan datang. Prediksi didasarkan pada observasi yang cermat dan inferensi tentang hubungan antara beberapa kejadian yang telah diobservasi. Perbedaan inferensi dan prediksi yaitu inferensi harus didukung oleh fakta hasil observasi, sedangkan prediksi dilakukan dengan meramalkan apa yang akan terjadi berdasarkan data pada saat pengamatan dilakukan (Devi 2010:11).

Pembelajaran kontekstual mampu meningkatkan perhatian (attention) karena tekait dengan kehidupan siswa (relevance), penguasaan berbagai science processes skill mampu meningkatkan rasa percaya diri siswa (confidence), serta perasaan senang ketika menguasai berbagai macam keterampilan (satisfaction). Peningkatan attention dapat diketahui dari peningkatan aktivitas dan sikap siswa dalam pembelajaran. Attention adalah konsentrasi atau minat terhadap proses pembelajaran. Minat dan rasa senang dalam belajar akan membantu konsentrasi siswa dalam belajar (Syatra 2013:87). Bahan kimia dalam kehidupan merupakan materi yang sangat terkait/relevance dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat materi. Misalnya materi insektisida, insektisida dapat digunakan untuk membunuh nyamuk di lingkungan, sehingga masyarakat terhindar dari penyakit, melalui kemajuan teknologi, obat nyamuk sekarang dibuat dalam bentuk yang lebih ramah lingkungan, misalnya bentuk elektrik dan lotion. Relevance /relevansi adalah keterkaitan antara materi dengan kehidupan (Syatra 2013:93). Confidence dapat diketahui dari jurnal belajar siswa tentang materi yang telah dipahami, yaitu memahami manfaat dan dampak bahan kimia dalam rumah tangga, memahami manfaat dan dampak bahan kimia dalam makanan, dan bahaya zat adiktif dan psikotropika. Confidence atau rasa percaya diri siswa dapat dibangkitkan dengan memperbanyak pengalaman (Syatra 2013:97). Satisfaction juga dapat diketahui dari jurnal belajar siswa. Siswa merasa puas karena berhasil melakukan percobaan dampak detergen, menguji makanan yang mengandung boraks dan formalin, serta menguji kandungan tar pada rokok. Satisfaction/perasaan gembira yang timbul karena keberhasilan mencapai sesuatu dapat bernilai positif pada siswa (Syatra 2013:98). Pendekatan kontekstual dapat membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya, memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan, meningkatkan daya ingat, memberikan kepuasan intrinsik bila siswa berhasil melakukan kegiatan pembelajaran.

Implementasi pendekatan kontekstual mampu meningkatkan motivasi siswa. Motivasi merupakan faktor penentu dalam proses pembelajaran siswa (Syatra, 2013:87). Kegiatan pengamatan, mengklasifikasi, membuat hipotesis, eksperimen, mengidentifikasi variabel, interpretasi data, mengkomunikasi, menyimpulkan/inferensi, dan prediksi dapat meningkatkan perhatian (attention), relevance, confidence, dan satisfaction.

Attention adalah konsentrasi atau minat terhadap proses pembelajaran. Minat dan rasa senang dalam belajar akan membantu konsentrasi siswa dalam belajar (Syatra, 2013:87). Relevance/relevansi adalah keterkaitan antara materi dengan kehidupan (Syatra, 2013:93). Bahan kimia merupakan materi yang sangat terkait dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Misalnya materi insektisida, insektisida dapat digunakan untuk membunuh nyamuk di lingkungan, sehingga masyarakat terhindar dari penyakit, melalui kemajuan teknologi, obat nyamuk sekarang dibuat dalam bentuk yang lebih ramah lingkungan, misalnya bentuk elektrik dan lotion. Confidence atau rasa percaya diri siswa dapat dibangkitkan dengan memperbanyak pengalaman (Syatra, 2013:97). Pengalaman keberhasilan mengaplikasikan berbagai keterampilan proses, mampu meningkatkan kepercayaan diri siswa. Satisfaction/perasaan gembira yang timbul karena keberhasilan mencapai sesuatu dapat bernilai positif pada siswa (Syatra, 2013:98). Penghargaan baik secara verbal maupun nonverbal, pujian, motivasi, tuntunan, dan pengarahan yang diberikan guru dapat bernilai positif bagi siswa, sehingga dapat meningkatkan harga diri dan membangkitkan semangat belajar.

Hasil penelitian menguatkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Marnita (2013) Arifin (2015), Rengganis et al. (2015) dan Asy’syakurni et al. (2015) dan Hartono & Oktafianto (2014). Pembelajaran kontekstual yang memuat komponen constructivism, questioning, inquiry, learning community, 5) modeling, reflection, dan authentic assesment dapat memunculkan kemampuan SPS dasar dan terpadu siswa.

PENUTUP

Simpulan

Pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan SPS pada siswa kelas VIIID SMPN 2 subah Tahun Pelajaran 2015/2016. Kemampuan SPS siswa meningkat pada setiap siklus. Kemampuan SPS siswa dengan kategori baik pada siklus 1 sebanyak 62%, pada siklus 2 sebanyak 72%, dan pada siklus 3 sebanyak 79% dan telah mencapai kriteria yang telah ditetapkan.

Saran

Pembelajaran kontekstual dapat digunakan untuk melatih SPS siswa sebagai aspek penting kecakapan hidup. Perlu dilakukan penerapan pembelajaran kontekstual pada materi IPA lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, U.F., Hadisaputro, S., & Susilaningsih, E. “Pengembangan Lembar Kerja Praktikum Siswa Terintegrasi Guided Inquiry untuk Keterampilan Proses Sains. Chemistry in Education 4 (1) (2015).

Asy’syakurni, N.A., Widiyatmoko, A. & Parmin. “Efektivitas Penggunaan Petunjuk Praktikum IPA Berbasis Inkuiri pada Tema Kalor dan Perpindahannya terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik”. Unnes Science Education Journal 4 (3) (2015).

Depdiknas. 2008. Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning).

Devi, Poppy Kamalia. 2010. Keterampilan Proses Dalam Pembelajaran IPA untuk Guru SMP. Bandung: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) untuk Program BERMUTU.

Hartono & Oktafianto, W.R. “Kefektifan Pembelajaran Praktikum IPA Berbantu LKS Discovery untuk Mengembangkan Keterampilan Proses Sains”. Unnes Physic Education Journal 3 (1) (2014)

Indriana, D. 2011. Mengenal Ragam Gaya Pembelajaran Efektif. Jogjakarta: Diva Press.

Mariana, M. A. & Praginda, W. 2009. Hakikat IPA dan Pendidikan IPA untuk Guru SMP. Jakarta: PPPPTK IPA.

Marnita. “Peningkatan Keterampilan Proses Sains melalui Pembelajaran Kontekstual pada Mahasiswa Semester I Materi Dinamika”. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 9 (2013) 43-52.

Permendikbud (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia) Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Rengganis, A.P., Dwijananti, P. & Sarwi. “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP”. Unnes Physics Education Journal 4 (3) (2015).

Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Syatra, Nuni Yusvavera. 2013. Desain Relasi Efektif Guru dan Murid. Jogjakarta: Buku Biru.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tidak, Pak Yaroh.

23 Jun
Balas

Luar biasa...Sip. Ok

03 Mar
Balas

diikutkan inobel mb tri?

22 Jun
Balas



search

New Post