KEBERHASILANKU YANG TERTUNDA, Tantangan ke-121Tantangan Gurusiana
KEBERHASILANKU YANG TERTUNDA
Aku hidup dan dibesarkan di tengah-tengah keluarga sederhana. Bapakku seorang Guru ST (Sekolah Teknik) setingkat SMP. Ibuku hanyalah ibu rumah tangga biasa. Aku anak ketiga dari empat bersaudara. Meskipun bapakku seorang PNS, namun beliau masih bertani juga. Orang-orang sekampungku memanggil bapakku dengan sebutan Pak Guru. Sebuah panggilan yang sangat terhormat dan membanggakan, karena di kampungku saat itu hanya bapakku yang menjadi guru. Meskipun saat itu belum ada TPP, namun kami merasa cukup bahagia.
Disaat kami tengah menikmati kebahagiaan itu bapakku harus pergi dipanggil menghadap Sang Kuasa. Bapakku meninggal di usia muda, ketika masa pangabdian masih 16 tahun. Aku pun masih kelas 2 SD dan adikku masih TK. Sejak saat itu ibuku harus berjuang menghidupi keempat anaknya hanya dengan pensiun bapakku yang masih golongan IId. Kadang-kadang ibuku mencari usaha sampingan dengan menjadi makelar di Pegadaian.
Hari demi hari kami lalui bersama. Godaan dan ujian selalu silih berganti. Tak terasa kakakku yang pertama lulus STM. Sebagai anak pertama dan satu-satunya anak laki-laki, ia memilih bekerja dan tidak kuliah demi membantu keuangan keluarga. Di antara keempat bersaudara, hanya aku yang nilai akademiknya menonjol. Aku selalu mendapat ranking pertama. Oleh karena itulah ibukku menginginkan aku mewarisi bapakku menjadi guru. Dengan demikian sudah tentu aku harus kuliah, padahal aku sangat ingin menimba ilmu Agama di Pondok Pesantren. Tak ingin mengecewakan orang tuaku yang tinggal satu akhirnya akupun nekat kuliah. Oleh karena aku tidak pernah pergi jauh, aku memutuskan kuliah di Kota Malang yang terdekat dari kotaku. Kali ini aku gagal menjadi santri Pondok Pesantren. Namun demikian, aku tidak kecewa karena aku sudah mengikuti keinginan ibuku, dan aku berhasil membuatnya tersenyum.
Aku kuliah di IAIN Malang mengambil Fakultas Tarbiyah/Kependidikan Jurusan Pendidikan Agama Islam, dengan harapan aku bisa mewarisi keguruan bapakku. Selama 4 tahun aku kuliah dengan sungguh-sungguh, dan alhamdulillah hingga semester 6 nilaiku tidak ada yang C. Sayang sekali di semester 7 ada satu mata kuliah yang aku mendapat nilai C, yakni mata kuliah Sejarah Penidikan. Di semester 8 aku berusaha mengulang mata kuliah tersebut dengan harapan mendapat nilai minimal B. Namun demikian, aku tetap tidak bisa mendapat nilai B dengan dosen yang sama. Aku tidak mau mengulangi untuk yang kedua kalinya. Meskipun nilaiku ada yang mendapat C, namun jumlah IPK sudah hampir kumlaude. Aku tinggal menunggu nilai Skripsi yang bobotnya 6 SKS. Aku berharap skripsiku mendapat nilai A atau 4 sehingga nilaiku di atas 3,50 atau kumlaude. Ternyata akumulatif dari nilai ketiga dosen penguji Skripsiku aku mendapat nilai 3, 98. Aku merasa benar-benar kecewa, karena hanya kurang 0,02 nilai skripsiku sudah A atau 4. Sehingga akupun harus puas dengan nilai IPK 3,36, sedikit di bawah kumlaude. Meskipun demikian aku tetap memutuskan untuk mengakhiri kuliahku diakhir semester 8. Akupun tak menuntut diriku untukmendapatkan gelar kumlaude.
Sebelum ijasahku keluar aku mendapat info dari sahabatku Luluk anak nganjuk tentang pendaftaran CPNS. Dengan berbekal surat keterangan lulus dari kampus aku berusaha mengundi nasib mendaftar CPNS. Meski belum pernah pengalaman dan hanya bermodal tekad dan doa akupun memberanikan diri bersaing dengan ribuan peserta se-Indonesia. Aku juga tak tahu apa yang harus kupelajari, karena memang aku belum pernah mengikuti ujian CPNS. Peserta sainganku kelihatan mereka sudah pengalaman semua. Beberapa di antara mereka kakak tingkatku di IAIN yang sama-sama pernah tergabung dalam IKAMAHALITA (Ikatan Mahasiswa Blitar).
Selang satu bulan apa yang kunanti-nanti tiba, yakni pengumuman hasil tes CPNS. Dengan berdebar-debar aku mencari nama dan nomorku di papan pengumuman. Satu persatu nama aku baca dengan teliti, ternyata namaku tidak ada di situ. Akupun mengulangi membacanya dari awal hingga akhir, ternyata memang tidak ada. Kini aku sadar bahwa aku gagal tidak lulus tes CPNS saat itu. Aku tidak terlalu kecewa, karena aku memang masih pertama kali ikut tes. Aku merasa banyak peserta lain yang usianya jauh di atasku yang lebih berhak untuk lulus. Kujadikan pengalaman pertama ini sebagai pelajaran untuk lebih siap di ujian CPNS tahun mendatang.
Alhamdulillah aku berhasil menyelesaikan kuliahku tepat 4 tahun, batas minimal kuliah di S1. Setelah Ijasah kuterima aku mencoba untuk melamar di MI Faforit di Kotaku, milik Yayasan Kemenag Kabupaten. Bersyukur aku diterima namun di RAnya. Di akhir tahun pelajaran aku menghadap ketua Yayasan untuk minta pindah di MInya dengan pertimbangan MI kurang guru saat itu dan akupun pernah dijanjikan oleh salah satu pengurus Yayasan akan ditempatkan di MI.
Aku mengabdi di MI ini selama 5 tahun. Selama itu pula aku selalu mengikuti Ujian Tes CPNS baik di dalam kota maupun di luar kota. Namun demikian, aku belum juga lulus tes. Semua nomor peserta CPNS aku kumpulkan untuk mengenang kegagalanku. Aku mulai pesimis untuk bisa menjadi Pegawai Negeri. Lebih pesimis lagi tatkala aku mendengar banyak yang diterima PNS namun lewat jalur belakang yakni dengan membayar yang tidak sedikit nominalnya, sedang aku sadar diri, tidak mungkin aku bisa membayar berapapun besarnya. Mulai saat itu aku berusaha menerima apa yang sudah aku dapatkan selama itu. Aku buang jauh-jauh cita-citaku untuk bisa menjadi PNS yang pangkatnya di atas bapakku.
Suatu hari aku ditawari oleh Kepala Madrasah untuk menjadi Guru Bantu atau Guru Kontrak di sebuah SMA. Tawaran itu aku terima, karena aku tahu Guru Kontrak saat itu sedang diperebutkan. Hanya saja aku harus meninggalkan Madrasahku tercinta tempat dimana aku mengawali karirku. Ternyata SMA tempat aku menjadi Guru Kontrak adalah sebuah SMA Swasta yang minus. Jumlah rombelnya masing-masing kelas hanya satu, sehingga aku hanya mendapat 6 JP yang kujalani selama 2 hari. Sisa hari efektif aku gunakan mengajar di MI Swata yang lain dari MIku semula.
Di tengah-tengah menjalani Guru Kontrak tiba-tiba ada pendataan guru honorer. Semua pengabdian kami selama menjadi guru honorer dihitung semua. Saat itu pendaftaran CPNS tidak pernah kudengar lagi hingga kurang lebih 5 tahun. Setahun setelah pendataan guru honorer diadakan tes bagi guru honorer, dan alhamdulillah aku lulus.
Dari tahun ketahun aku hanya menunggu kelanjutan tes honorer yang sudah lulus. Setelah 3 tahun dalam penantian aku mendapat kabar bahwa SKku PNS akan turun. Aku merasa sangat senang. Bayangan menjadi PNS sudah di depan mata. Namun demikian, ada syarat yang tidak bisa aku kupenuhi, yakni aku harus mengumpulkan DIPA. Aku bingung apa yang harus aku berikan, karena aku mengajar di Sekolah swasta yang tidak pernah ada DIPA. Akupun mulai pesimis lagi. Impianku menjadi PNS lenyap seketika. Rasa-rasanya aku mengalami kegagalan untuk yang kesekian kalinya.
Di waktu bersamaan ada pendaftaran CPNS di Kemenag. Oleh karena aku sudah merasa gagal, akupun mencoba untuk daftar CPNS. Aku sempat dibuly panitia, karena mereka tahunya SKku akan turun, dan aku malah daftar CPNS regular. Mereka tidak tahu permasalahan yang tengah aku hadapi. Aku cuekin sumua bulian dan aku tetap ikut Tes. Sebulan kemudian waktunya pengumuman hasil tes CPNS. Dari formasi guru PAI MAN yang dibutuhkan hanya satu, sedang pesertanya kurang lebih ada 200 orang. Di pengumuman penerimaan CPNS ternyata namaku ada. Akupun bursyukur tiada terkira. SK PNS dari jalur honorer aku lupakan.
Setahun kemudian aku dipanggil UP Kemenag dan dikabari bahwa SKku turun. Ternyata SKku yang turun SK CPNS dari jalur honorer yang sudah tidak kuharapkan. Oleh karena yang sudah di depan mata SK dari jalur honorer, ya aku terima mana yang turun lebih dulu. Tempat tugas yang ditunjuk di SK CPNSku adalah di MIN, karena honorerku yang diakui guru MI.
Lima tahun kemudian aku dipanggil di UP Kemenag dan diminta untuk membuat surat pernyataan bahwa aku sudah menjalani PNS dari jalur honorer. Setelah kutanyakan alasannya kenapa aku harus membuat surat pernyataan itu, ternyata SK CPNSku yang dari jalur regular masih aktif. Aku baru sadar bahwa SK CPNSku ada dua. Akupun kini menyadari bahwa kegagalan-kegagalan yang telah kualami selama ini, semua itu hanyalah keberhasilanku yang tertunda. Sungguh, skenario Allah tiada yang dapat menduga.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semangat berliterasi, semoga sukses selalu. Amin.
Aamiin, makasih Bapak..