Misteri Hilangnya Nenek Sarmi, Tantangan ke-124Tantangan Guurusiana
MISTERI HILANGNYA NENEK SARMI
Di sebuah desa tinggal seorang nenek yang sudah tua renta. Orang-orang memanggilnya nenek Sarmi. Nenek Sarmi tinggal sendiri, ia tidak mempunyai anak dan suaminya sudah lama meninggal. Saudaranya tidak ada yang dekat. Ia tinggal di dekat sungai yang memisahkan desa Melati dan desa Mawar. Nenek itu tinggal di desa Mawar sebelah Barat sungai, di sebuah gubuk kecil reot berdinding anyaman bambu. Rumah nenek Sarmi tidak memiliki kamar mandi, sehingga kalau nenek Sarmi hendak buang hajat ia harus pergi ke sungai di samping sumahnya. Sungai itu tampak rimbun, banyak pepohonan yang membuatnya tampak angker. Namun dmikian, nenek Sarmi sudah biasa ke sungai tanpa rasa takut.
Suatu hari ada yang aneh dengan rumah nenek Sarmi, sejak maghrib tidak ada tanda-tanda kehidupan. Biasanya ada lampu sumbu yang menyala redup, kali ini rumahnya tampak gelap gulita. Tetangga yang curiga langsung memberitahu para tetangga yang lain. Beberapa orang memutuskan mendatangi rumah nenek Sarmi untuk melihat apa yang terjadi di rumah tersebut. Sampai di rumah itu mereka memanggil-manggil sambil mengarahkan senter ke berbagai penjuru, namun hasilnya nol, nenek Sarmi tetap tidak diketemukan. Akhirnya mereka pulang dengan tangan kosong.
Berita menghilangnya nenek Sarmi sudah terdengar hingga desa Melati. Sekitar pukul 22.00 seorang pemuda tengah pulang dari jalan-jalan menuju rumahnya di desa Melati. Orang memanggil pemuda itu dengan Purto. Rumah Purto dekat dengan sungai, tepatnya di sebelah Timur sungai. Namun demikian, Purto jarang ada di rumah. Ia sering kelayapan.
Sesampainya di dekat sungai sayup-sayup Purto mendengar ada suara nenek-nenek sedang minta tolong.
“Tolooong, tolooong...!”
Suara itu terus terdengar di telinga Purto. Purto pun penasaran dan menghentikan langkahnya tepat di tengah jembatan. Ia mencari cari asal suara tersebut. Ternyata sumber suara tersebut adalah dari sungai yang gelap. Purtopun pergi meninggalkan jembatan menuju ke rumahnya. Tak lama kemudian Purto kembali bersama adiknya yang bernama Paiman. Ia membawa senter dan bertekat mencari suara tersebut. Suara itu terus terdengar, bahkan lebih jelas dan memanggil nama Purto.
“Nak Purto.. tolong nenek..!”
Purto semakin yakin kalau itu suara nenek Sarmi. Purto dan Paiman akhirnya turun ke sungai yang gelap. Ia memanggil-manggil nenek Sarmi sambil mengarahkan senternya ke berbagai arah. Namun demikian, nenek Sarmi tak juga ia temukan. Suara nenek Sarmi terus terdengar mengiba. Sesekali Purto bertanya,
“Nek, Nenek dimana?”
“Aku di sini nak Purto.”
Suara itu terdengar dari arah Selatan. Purtopun mengarahkan senternya ke arah Selatan. Remang-remang hanya pepohonan yang ia lihat.
Kembali Purto bertanya,
“Nek, Nenek Sarmi dimana?”
“Aku di sini nak Purto.”
Suara itu kini terdengar dari arah Utara. Purto mengarahkan senternya ke arah Utara dan hasilnya hampa juga. Hanya pepohonan yang ia lihat. Di arahkannya senter ke berbagi arah, namun sosok nenek Sarmi tetap tidak ia temukan. Purto dan Paiman semakin bingung dibuatnya. Ia seperti sedang dikerjain seseorang. Akhirnya Purto dan Paiman memutuskan hendak pergi meninggalkan sungai itu. Baru ia hendak melangkah pergi suara nenek Sarmi terdengar lagi semakin merintih.
“Nak Purto, tolong nenek.”
Suara itu kembali terdengar dari arah Selatan. Kali ini Purto tidak mengarahkan senternya ke Selatan melainkan diarahkan ke Utara. Saat itu ia melihat nenek sarmi menggantung di sebuah pohon. Di dekatnya ada sosok hitam besar bermata merah berambut gimbal, yang orang menyebutnya Gondoruwo. Sosok makhluk astral yang kadang mengganggu manusia. Purto dan Paiman memberanikan diri menghampiri nenek Sarmi dan menurunkannya dari dahan yang tidak terlalu tinggi tempat nenek Sarmi menggantungkan tangannya. Diberikannya senter pada adiknya Paiman dan ia sendiri berusaha menggendong nenek Sarmi meninggalkan sungai itu.
Sesampainya di rumah nenek Sarmi, Purto dan Paiman tidak lantas pulang, ia tidurkan nenek Sarmi yang kelihatan lelah dan diselimuti badannya yang sudah kedinginan. Dihidupkannya lampu sumbu di rumah nenek Sarmi. Purto dan Paiman berjaga di rumah nenek Sarmi hingga matahari terbit. Sebelum pulang ke rumahnya Purto berpesan kepada nenek Sarmi agar tidak pergi sungai disaat Maghrib ataupun malam.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar