Yang Terabaikan
#TantanganGurusiana
Yang Terabaikan
Tantangan hari ke-3
Bakiak atau bagiku lebih dikenal dengan tangkelek adalah sandal yang alasnya dibuat dari kayu dan penahannya dari ban bekas. Yang ukurannya dibuat pas dan nyaman untuk digunakan.
Di kampung halamanku Maninjau pada masa kecilku dulu bakiak atau tangkelek adalah sandal yang banyak digunakan selain sandal lili atau sandal plastik. Selain harganya yang lebih terjangkau, mutu atau kwalitas sandal ini tidak diragukan lagi, hanya dengan api sandal ini akan menyerah kalah. Terlebih pada masa itu orang tua-tua di kampungku, yang kami panggil dengan sebutan nambo, sangat gemar memakai sandal ini untuk ke surau atau ke mesjid.
Setahuku sandal ini hanya satu jenisnya, kecuali warnanya, biasanya untuk perempuan nanti akan sedikit diwarnai biar kelihatan lebih menarik untuk dipakai. Dan pada saat ini malah bakiak atau tangkelek hanya digunakan sebagai ajang permainan untuk acara tujuh belasan atau memperingati hari kemerdekaan dan acara family gathering yang makin membudaya di wilayah Indonesia pada masa ini. Biasanya dibuatkan bakiak atau tangkelek yang panjang, memuat empat sampai enam orang, dimana kayunya tidak di potong dan penempatan untuk penahan kaki di beri sebanyak orang yang akan memamakainya nanti.
Melihat fungsinya sebagai sandal atau alas kaki bakiak atau tangkelek merupakan primadona untuk alas kaki pada masa itu. Kemanapun melangkah orang akan menggunakan alas bakiak atau tangkelek. Terlebih aku memiliki masa kecil yang berkesan tentang bakiak atau tangkelek ini. Masa itu rumah orang tuaku merupakan jalur atau jalan yang sering di tempuh oleh orang-orang dari arah tepi danau menuju mesjid raya Bayua, atau sebaliknya. Aku selalu melihat bagaimana depan rumahku selalu ramai siang malam dengan orang yang lewat.
Pada masa itu ada seorang tetua kampung yang kami kenal dengan nambo selalu rajin ke mesjid raya atau ke surau yang letaknya berdampingan dengan meajid. Jika nambo itu lewat, beberapa meter dari rumah kami sudah mendengan suara bakiak atau tangkelek beliau. Bagi mamaku dan aku sendiri bunyi bakiak atau tangkelek nambo itu merupakan suara alarm yang selalu mengingatkan. Beliau selalu lebih awal ke mesjid, jadi sebelum shubuh beliau otomatis ikut membangunkan masyarakat untuk sholat. Suatu kebaikan yang sangat besar manfaatnya bagi orang lain. Dan ketika memasuki bulan ramadhan waktu sahurpun dijaga dengan suara bakiak. Nambo yang memiliki kebiasaan betah di mesjid se jam bahkan lebih menunggu masuknya waktu sholat. Dan bunyi bakiak atau tangkelek beliaulah yang sering mengingatkan kita untuk segera sahur.
Selain ketahanannya, bentuknya yang khas juga ikut serta menjadikan bakiak atau tangkelek sebagai primadona sandal pada masa itu.
Disamping kegunaan utama, bakiak atau tangkelek juga sering digunakan sebagai pengganti batu untuk melempar sesuatu yang mengganggu. Jika ada hewan, selain anjing yang menganggu kenyamanan dan ketentraman maka bakiak atau tangkelek akan berfungi sebagai batu yang siap dilempar untuk menggapai sasaran, biasanya untuk hewan jinak seperti ayam dan lainnya, atau bahkan untuk melempar orang yang berniat jahat.
Begitulah pada masa itu bakiak atau tangkelek sangat berguna bagi masyarakat, di samping keunikan lainnya. Namun lain halnya dengan sekarang bakiak atau tangkelek kini merupakan barang langka, karena boleh dikatakan tidak ada lagi orang yang menjual kecuali dipesan khusus. Untuk mencari bakiak atau tangkelek kita mesti sering bertanya dan berjalan ke lokasi dimana bisa kita dapatkan. Dan untuk mendapatkannya kita tidak bisa pula banyak sebab sekarang sedikit sekali orang yang mahir membuatnya. Bahkan menggunakannya pun agak sulit bagi masyarakat sekarang ini, paling jika ada yang membeli, itu adalah pesantren atau sekolah dan mesjid atau musholla yang digunakan sebagai sandal untuk berwudhu.
Dan Alhamdulillah mesjid raya Bayua masih setia untuk menggunakan Bakiak atau tangkelek untuk berwudhu, tidak seperti masyarakat lain pada umumnya yang hanya tahu jika tangkelek adalah merek sebuah toko pakaian atau gerai kebituhan anak muda yang terdapat di kota Bukittinggi.
Semoga ke depan bakiak atau tangkelek tidak akan mengalami kepunahan. Sehingga akan ada lagi cerita di kemudian hari dari anak cucu kita tentang bakiak atau tangkelek.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar