Ini kali kedua Zed mengajakku dan teman-teman jalan-jalan dan makan-makan. Jika kemarin Zed mengajak kami ke sebuah pantai yang tak jauh dari kota kami, kali ini, Zed mengajak kami ke luar kota. Zed menyediakan semua akomodasi dan transportasi kami. Tentu saja, aku dan teman-teman menyambut tawaran Zed dengan penuh suka cita. Sekalian reuni kecil-kecilan pikirku. Meski begitu ada sedikit rasa khawatir di hatiku, tapi biarlah aku simpan sendiri kekhawatiranku ini.

Perjalanan menuju Villa Anggrek terasa ramai. Ada banyak hal yang kami diskusikan sehingga perjalanan tak terlalu terasa melelahkan. Diskusi keluarga, pekerjaan kantor, tetangga iseng dan usil serta teman masa lalu yang kami kenal. Apalagi mobil yang disediakan Zed ini adalah jenis mobil mewah yang sangat nyaman untuk dikendarai. Villa Anggrek pun disediakan oleh Zed untuk kami bertujuh, aku, Rocky, Darren, Emille, Venna, Berry dan seorang sopir yang memang dipercaya Zed untuk membawa mobilnya.

Zed. Zenedine Anthony. Teman masa putih abu-abu. Kami satu kelas sejak di kelas satu SMA. Selalu satu jurusan, jurusan fisika. Zed pengusaha muda, sukses dan sedang naik daun. Usaha jualan online yang ditekuninya memang sedang maju-majunya. Meski memang sempat membuat beberapa teman satu angkatan sedikit terheran-heran dengan jumlah kekayaan yang dimilikinya.

"Mungkin selain usaha online, Zed punya bisnis lain. Nggak mungkin kalau hanya dari usaha seperti itu, lalu bisa sekaya itu dalam waktu yang tidak lama," begitu kataku suatu ketika.

"Bisa saja, Yas. Kalau jumlah omzetnya memang besar dan putarannya cepat," kata Darren.

"Temanku juga menekuni dunia penjualan online begitu. Barang yang dijualnya juga bagus. Tapi, tidak secepat itu kayanya. Aku yakin Zed punya usaha lain yang kita tidak tahu," kataku lagi.

"Biarlah Yas. Yang penting Zed nggak pelit sama kita. Nggak ngelupain kita. Sering ngajak kita makan-makan dan jalan-jalan. Jangan-jangan kau iri dan tak suka dengan kesuksesan Zed, ya?" kata Rocky cukup mengejutkanku.

Aku sedikit tersinggung Rocky berkata begitu. Tak ada niatku iri pada keberhasilan dan kekayaan orang lain. Aku hanya ingin semuanya berhati-hati. Aku hanya khawatir saja, temanku terjerembab dalam perbuatan yang melanggar hukum dan dosa. Mau tak mau, aku pun ikut terkena getah dosanya. Tapi belum sempat aku membela diri, Darren sudah terlebih dahulu menyahuti pembicaraan kami berdua. Darren nyata-nyata membela Rocky dan terkesan menyudutkan aku.

"Nah, betul itu. Yang penting kita bisa ikut menikmati kesuksesannya. Kita doakan saja semoga Zed sukses terus," kata Emille

"Aku sama sekali tak iri, Rock. Toh, aku juga punya penghasilan tetap dan gajiku juga lumayan. Aku hanya ingin semuanya aman dan baik-baik saja. Zed sahabat kita. Jika terjadi hal yang tak diinginkan, kita pun akan ikut sedih. Jika semuanya aman, aku pun bersyukur," kataku mencoba memotong pembicaraan Rocky dan Emille.

#bersambung