Tri Sulistini

Guru di SMPN 6 Pamekasan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Jalan Panjang Zed (7)
Anni Spratt

Jalan Panjang Zed (7)

Bu De Darsih, menurut mama, juga sama seperti mama. Seperti kami tepatnya. Perantau. Lalu menikah dengan penduduk asli kota ini. Mama mengenal Bu De Darsih dari papa. Papa dan suami Bu De Darsih teman satu tempat kerja. Sayangnya, papa tak seperti suami Bu De Darsih yang setia dan mencintai keluarganya. Papa pergi ketika aku baru berumur dua bulan.

Sekelumit kisah kehidupan Bu De Darsih ini baru aku ketahui. Baru saja mama menceritakan perjalanan kehidupannya bersama Bu De Darsih. Kadang aku heran mengapa mama tak pernah bercerita tentang orang-orang terdekatnya padaku. Yang aku tahu, kami memang hanya berdua saja di negara ini. Tak ada siapapun yang kami kenal. Selebihnya yang aku tahu, keluarga mama ada di belahan lain di bumi ini. Keluarga papa hanya satu yang ada di negara ini. Selebihnya, papa juga pendatang seperti mama. Keluarganya tak di sini.

Bu De Darsih seumuran mama. Hanya saja terlihat lebih muda. Mungkin itu pengaruh make-up. Kosmetik. Bu De Darsih sepertinya suka berdandan dan merawat diri. Sementara mama bukan tipikal wanita yang suka berlama-lama di depan kaca untuk sekadar mempercantik diri. Lagi pula, Bu De Darsih masih bersuami. Pastilah dia berdandan untuk suaminya.

Ternyata dugaanku salah. Bu De Darsih hanya tinggal bersama putranya yang kedua. Seumuranku. Suaminya sudah cukup lama meninggal. Kanker otak menggerogotinya. meninggal beberapa waktu lalu. Putra sulungnya tak lagi di sini. Dia sudah membina keluarga sendiri di kota lain. Saat kami datang, Bu De Darsih dan putranya itu menyambut kehadiran kami dengan senyum hangat dan penuh keakraban. Dari cara menyapa, sepertinya, ini bukan kali ertama mam dan keluarga Bu de darsih bertemu. Sekali lagi, sayangnya, aku tak pernah tahu.

Aneka kue dan makanan pun tersaji di atas meja. Bu De Darsih menyilakan aku dan mama menikmati kue-kue. Meski masih pagi, aku pun memilih menikmati aneka makanan. Perjalanan yang nyaris satu malam itu, benar-benar mengurus energi dan pikiranku. Hingga aku tak sanggup mendengar jeritan perutku yang mulai tak bersahabat meminta diisi.

"Kau dan Zed nikmati kue-kue ini dulu. Sambil lalu aku masak sarapan," kata Bu De Darsih.

"Biar aku bantu, Yu," kata mama sambil berdiri, berniat membantu Bu De Darsih memasak untuk sarapan pagi ini.

"Tak perlu, Nis. Duduklah. Istirahatlah. Kau dan Zed pasti lelah. Perjalanan kalian pasti melelahkan," jawab Bu De Darsih.

Mama menurut. Kami duduk di ruang tamu menikmati suguhan teh hangat dan aneka kue.

#bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi!

29 Jan
Balas

Terima kasih banyak ya, Pak Dede. Thanks untuk apresiasinya

30 Jan

Smga budhe Darsih menolong mereka.

29 Jan
Balas

aamiin ya Allah. Makasih banyak ya, Bund.

30 Jan



search

New Post