Langkahku terus berjalan, menuju dapur. Tak ada mama di dapur. Dapur masih dalam keadaan bersih. Nampak tak ada aktivitas sebelumnya. Mama pasti belum masuk ke ruangan ini sama sekali. Dari dapur, aku bisa melihat halaman samping rumah. Tak ada mama di sana. Mungkin di kebun belakang ada papa dan mama.

Beda dengan mama, tempat favorit papa adalah ruang keluarga dan teras luar. Tapi di dua tempat itu, aku sama sekali tak menemukan papa. Mungkin, papa sedang bersama mama di kebun belakang.

Belum sampai tanganku menyentuh pintu samping rumah yang mengarahkan aku ke taman samping dan kebun belakang, aku dikagetkan oleh sebuah sentuhan di pundakku. Aku terlonjak kaget. Suasana sepi dan pikiranku yang sejak tadi sudah paranoid, membuat jantungku seketika seperti berhenti berdetak. Jeritan histeris keluar begitu saja dari mulutku.

Ah, papa dan mama rupanya. Mama membawa sebuah kue tart yang cukup besar di tangannya. Sedangkan papa memegang dan beberapa balon di tangen kirinya. Mereka kompak tak mengeluarkan suara apapun hanya untuk memberiku kejutan. Aku sendiri lupa bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku.

Senyum papa dan mama lebar sekali. Sebuah ciuman dari mama mendarat di pipi kanan dan kiriku. Sedangkan papa, memberiku ciuman di pipi kiri dan di hakiku. Mereka memelukku dari belakang erat sekali. Tak terasa mataku menghangat. Aku bahagia sekali hari ini. Terharu dengan kasih sayang yang begitu tulus dan besar dari papa dan mama.

Mama menyuruhku berdoa kepada Allah sebelum akhirnya menarik tanganku untuk duduk di ruang makan. Kami duduk mengitari meja makan.

“Selamat ulang tahun, putri mama yang cantik. Berdoalah dulu. Minta semua keinginanmu. Papa dan mama sudah mendoakanmu tadi habis salat subuh. Kami yakin, kamu lupa kalau hari ini hari ulang tahunmu,” begitu kata mama sambil meletakkan kue tart itu di atas meja makan.