Tri Sulistini

Guru di SMPN 6 Pamekasan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Raffa's Story (107)
Namakulo.com

Raffa's Story (107)

Mama beku. Diam seribu bahasa. Kalimat-kalimat yang diucapkan Om Muis mungkin menamparnya berulang-ulang. Menohok tajam ulu hatinya. Membuatnya tak berdaya. Pias wajahnya nyata. Bak tak dialiri darah.

Om Muis terluka dan kini mama berpikir, dialah penyebabnya. Luka itu pasti lebih lebar dan perih daripada saat Om Muis dikhianati oleh Tante Lila.

Nenek benar. Nenek mampu menebak semua jalan cerita yang bakal terjadi dalam hidup yang akan mama lalui Bukan. Bukan karena dia paranormal. Tapi, naluri orang tua tak bisa sedikitpun dibohongi.

"Kalian sama-sama terluka. Tersakiti. Apa salahnya saling menyembuhkan? Apa salahnya bersama menata masa depan kembali?" kata nenek pada mama suatu ketika.

Aku mendengar pembicaraan mereka di dapur. Surut langkahku mendengar percakapan itu. Meski begitu, aku duduk tak jauh dari tempat mereka. Aku mendengar dengan jelas semua yang mereka bicarakan.

"Bu, aku tidak tahu tentang perasaanku sendiri terhadap Bang Muis. Aku kasihan jika dia kemudian hanya aku jadikan tempat pelarian karena sakit hatiku kepada Mas Herdi. Bisa juga sebaliknya, aku hanya menjadi tempat pelarian Bang Muis. Jika itu terjadi, itu pasti akan sangat menyakiti kami berdua," alasan mama pada nenek saat itu.

"Kalau ibu menilai, Nak Muis tidak begitu. Dia baik. Menurut ibu, justru jauh lebih baik daripada Herdi. Lila tega sekali mencampakkannya hanya karena menginginkan seorang keturunan," kata nenek mencoba menepis keraguan mama tentang kehadiran Om Muis di antara kami.

"Menginginkan seorang anak dalam sebuah pernikahan itu sama sekali bukan kesalahan. Kesalahan Lila adalah dia berselingkuh. Mengkhianati suaminya dan mengambil suami orang lain. Jika, dia punya cara yang lebih baik, itu akan jauh lebih terhormat. Itu saja menurutku, Bu," jelas mama yang mencoba mematahkan argumen nenek.

Pembicaraan mama dengan nenek kala itu, terngiang-ngiang di telingaku. Andai mama sedikit saja memperhatikan omongan nenek tentang Om Muis, aku yakin, tak akan sesulit ini.

Menurutku, mama terlalu ketakutan. Mama menafsirkan rasa yang Om Muis tunjukkan. Dia datang dengan uluran tangan yang tulus. Kasih sayang yang berbeda dari prasangka kami, dan mama tentu saja. Tetapi, mama selalu menganggap semuanya perasaan Om Muis itu hanyalah pelarian.

"Terima kasih sudah menjadi teman yang selalu mendengarkan keluh kesahku, Rin. Abang tak tahu seandainya abang tak berbagi kisah denganmu, bisa jadi abang masuk rumah sakit jiwa," kata Om Muis pada mama dengan senyum yang sedikit tertahan.

Mama kembali beku. Benar-benar tak berdarah. Lelaki di depannya itu begitu terlihat syahdu. Dia jauh nampak lebih terpukul dan mengharukan saat ini daripada ketika Tante Lila meninggalkannya. Mama tak mampu mengucapkan apapun untuk beberapa saat.

"Bang, bolehkah aku meminta kesempatan kedua? Setidaknya, aku ingin meyakinkan hatiku bahwa kamu tak akan pernah meninggalkanku dan aku bukan pelarian sakit hatimu?" tiba-tiba kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir mama tanpa mampu ditahannya.

"Aku sudah memberimu kesempatan yang tak terhitung. Begitu lama. Tapi kau selalu ragu padaku, Rin. Mungkin memang cintamu pada Herdi begitu dalam dan aku akui, aku tak mampu mengalahkan itu," kata Om Muis pada mama.

"Jika aku mencintai Mas Herdi itu wajar. Dia ayah dari anak-anakku. Tapi, itu dulu. Sekarang, aku tak lagi punya rasa itu. Tetapi, untuk menerimamu pun aku butuh waktu, Bang. Tolong, beri aku sekali lagi kesempatan," kata mama dengan suara yang sedikit bergerar.

Om Muis diam. Wajahnya tunduk pada lantai rumahku yang kelabu. Pandangannya tepat tertuju pada pantulan cahaya lampu di ubin bermotif itu. Apa yang sekarang ada di pikirannya? Meninggalkan mama tanpa memberinya kesempatan atau memberi mama kesempatan satu kali lagi seperti pintanya?

#bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Duhhh...betapa sy ikut galau bund...lanjutt

21 Sep
Balas



search

New Post