Tri Sundari

Lahir 48 tahun yang lalu. Mengajar mapel Penjasorkes di SMPN 1 Kauman, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Mempunyai hobi menulis sejak kecil karena kesulitan b...

Selengkapnya
Navigasi Web
Entah Mengapa Saya Jatuh Cinta

Entah Mengapa Saya Jatuh Cinta

Hari #1

#TantanganGurusiana

Pertama kali datang ke Jogjakarta adalah kelas 3 SMA, saat harus mengantarkan ransum kakak yang kuliah di UGM. Selanjutnya adalah hampir tiap tiga bulan sekali, selama cuti tidak sekolah selulus SMA, dan tidak kuliah di mana pun. Menjadi perjalanan yang menyenangkan dengan naik kereta api ekonomi, yang hanya lima belas ribu kala itu. Meski hanya satu atau dua hari, menjelajahi jalan-jalan di kota Jogja menjadi ritual yang tidak ditinggalkan.

Apalagi setelah hampir dua tahun tidak melanjutkan pendidikan, dan kakak sulung mulai mampu membantu biaya, dikursuskan Bahasa inggris sebulan di Jogja adalah kebahagiaan tersendiri. Dengan kakak kedua mengikuti menginap di asrama Putri UGM Ratnaningsih, lebih dari sebulan, memberikan pengalaman berharga berkumpul orang-orang pandai pilihan Indonesia. Meski tidak mampu masuk kampus biru itu, tetapi menikmati asramanya adalah pengalaman menarik.

Sejak awal, Jogjakarta menjadi kota idaman. Tempat tujuan untuk melanjutkan Pendidikan. Tetapi kemampuan ternyata tidak terpenuhi untuk sampai ke sana. Dan sebenarnya, yang membuat tertarik bukan tempat studi yang diangkankan, melainkan kotanya. Entah kenapa. Sebelum pergi ke Jogja, saya sudah merasa mengenal kota ini, dan sangat mencintainya. Seolah kota Jogja adalah kota kelahiran saya yang sangat saya rindukan. Apakah karena seringnya mengikuti cerita rakyat yang selalu Bapak beli dan saya baca sejak kecil..? Entahlah…

Setelah menjadi seorang pengajar, hampir setiap tahun minimal dua kali pergi ke Jogja. Satu kali pasti karena mendampingi peserta didik berstudiwisata. Yang lain hanyalah sekedar mengunjungi kakak, adik, atau memang sekedar karena merindukan Jogja..

Jogja menjadi salah satu kota yang selalu saya inginkan untuk dikunjungi. Apa karena belum mengenal kota yang lain..? Semula saya berpikiran sederhana seperti itu. Tetapi ternyata tidak. Saat mendapatkan rejeki mengunjungi beberapa kota besar lainnya di beberapa wilayah, ternyata nama Jogja belum tergantikan, bersemayam di angan kerinduan saya. Kesederhanaan masyarakatnya seolah membuat otak saya membanned, bahwa Jogja adalah Jawa. Inilah orang Jawa. Tempat kelahiran saya di Jawa. Rumah saya di Jawa. Daerah sekitar saya juga masuk pulau Jawa. Tetapi yang di otak saya terpatri, merasakan benar-benar berada di Jawa adalah Jogja. Karena cara berpakaian masyarakatnya. Cara berbicara masyarakatnya. Hawanya. Pohon-pohonnya… apakah saya berhalusinasi..? Atau pikiran saya yang terlalu banyak menikmati hiburan Kethoprak saat masih kecil..?

Bacaan yang menjadi kegemaran Bapak adalah buku besar dan cerita panjang tentang sejarah Mataram yang ditulis penulis hebat SH Mintardja, Api Di Bukit Menoreh. Buku yang sejak saya SD terbit tiap bulan, selalu menjadi buku yang saya tunggu. Menunggu kehadiran Kiai Grinsing, Agung Sedayu, Sekar Mirah, Glagah Putih.. Serasa ikut menikmati kebiasaan mereka menyapu halaman dengan sapu lidi berjalan mundur ke belakang. Serasa ikut menikmati minuman sereh jahe mereka di sore hari. Secang.. Jadah bakar.. Ubi goreng.. Hingga akhirnya sebelum saya menginjakkan kaki ke Jogja, saya sudah sangat menyukai makanan yang ada di Jogja. Hingga saat semua mengatakan masakan Jogja terlalu manis, menjadi pas di lidah saya..

Rasa cinta ini tertanam menjadi rasa kebanggaan sebagai orang Jawa. Sejak kecil menyukai hiburan Kethoprak, Ludruk, Wayang Orang, Wayang Kulit, meski sangat jarang sekali menonton langsung. Hanya melalui televisi, dan radio. Dan cinta itu juga tidak luntur karena gagal mengikuti tes ektrakurikuler menari dan karawitan.. Sedih.. Tetapi tidak kehilangan cinta..

Seperti orang yang jatuh cinta, pastilah ingin selalu bertemu dan berkunjung. Begitulah dengan Jogja, Bromo Tengger, dan Lombok. Ternyata di saat usia menjelang usia lima puluh tahun, tiga tempat inilah yang benar-benar membuat saya ingin selalu kembali dan berkunjung. Memiliki daya tarik, yang saya tidak mampu menjabarkannya dengan kata-kata dan logika. Hanya ingin..

Bromo Tengger menjadi daerah kedua yang sejak tahun 2012 menjadi wilayah yang hampir tiap tahun dikunjungi. Beberapa kali bersama dengan anak-anak perwalian di sekolah. Dan beberapa kali adalah karena kerinduan belaka.

Bromo yang memiliki jalan terjal dan sulit, dingin, menanjak untuk melihat keindahannya, sama sekali tidak menjadi beban badan yang semakin bertambah usia. Pananjakan selalu menjadi tempat yang mengagumkan untuk berpose, dengan latar belakang matahari yang malu-malu bangun pagi. Kawahnya juga menjadi tujuan yang patut diperjuangkan, meski sepanjang jalan ke puncak selalu penuh dengan bau kotoran kuda. Dan tidak pernah membuat jera. Apalagi savananya yang sekarang sudah ada banyak warung untuk minum secangkir kopi di tengah hawa dingin… rasanya benar-benar seperti dalam sebuah film kehidupan..

Di sepanjang perjalanan dan area wisata, menemukan orang-orang sederhana dengan tutup kepala dan sarungnya. Berjaket tebal dan kain yang melilit di leher. Mereka terlihat kuat dan tangguh. Meski perempuan, berjualan sepanjang jalan dan tempat wisata, dalam hawa yang dingin. Dengan wajah yang jauh dari polesan. Polos. Dengan Bahasa daerah, yang kadang pengunjung tidak memahami artinya. Benar-benar seperti sedang berperan pada sebuah film. Indah…

Dan yang dikunjungi masih satu kali, dan langsung membuat jatuh cinta adalah Lombok. Begitu pesawat landing, berganti bus wisata, menyusuri jalan yang begitu kental terasa daerah pedesaan, menjadi terkenang tahun 1998. Saat mendaftar tes CPNS pertama kali, memilih NTB sebagai kota pilihan pertama. Dan setelah pengumuman muncul, ternyata diterima di Jawa Timur.. NTB adalah daerah yang tidak menerima saya, tapi sudah membuat saya jatuh cinta. Alam yang sangat indah. Dengan bentangan gunung dan laut yang berwarna hijau dan biru.. benar-benar hidup dalam keindahan alam yang tiada tandingannya..

Cinta tak pernah memilih. Cinta tak bisa dibendung. Dan cinta juga tidak bisa dipaksakan. Tetapi saya sedikit menyimpulkan, cinta akan menjadi sangat berbahaya saat kita tidak menggunakan logika. Karena bagaimanapun, ketiga daerah di atas adalah daerah lain yang sampai detik ini saya belum mungkin untuk tinggal di salah satunya. Saya tidak boleh mengurangi cinta pada tanah kelahiran saya, yang saat ini menjadi tempat berpijak. Biarlah saya kagum akan keindahan ketiga daerah itu, tetapi saya tidak kehilangan cinta pada rumah saya bermukim..

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ayoooo, Pak Jonny... Dengan keluarga atau teman2 Medan... Meet up di Jogja...

12 Feb
Balas

Asikkkk banget, Yogyakarta entah kapan saya bisa kesana heeee

12 Feb
Balas



search

New Post