Tri Sundari

Lahir 48 tahun yang lalu. Mengajar mapel Penjasorkes di SMPN 1 Kauman, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Mempunyai hobi menulis sejak kecil karena kesulitan b...

Selengkapnya
Navigasi Web
Memulihkan Tulisan

Memulihkan Tulisan

Kenikmatan di Balik Jalan Terjal

Tanggal merah 25 Januari 2020 kali ini sudah terjadwal acara dengan anak-anak Pasita Jaya. Family gathering ke Pantai Mutiara. Meski sejak awal keberangkatan sudah ada beberapa kendala, alhamdulillah akhirnya kami bisa berangkat juga. Ada tiga mobil elf berisi atlet dan pelatih, satu mobil berisi beberapa wali atlet yang berkenan ikut, serta satu mobil berisi ransum dan kebutuhan kegiatan. Sedangkan saya dan 3 orang pelatih lainnya memilih untuk bermotor.

Sepanjang jalan masih normal. Tidak sepi, dan tidak ramai, layaknya jalanan saat libur panjang. Long weekend anak-anak menyebutnya. Cuaca juga terlihat cerah ceria. Semoga berlanjut terus, sehingga semua kegiatan di pantai bisa terlaksana dengan lancar. Karena menurut BMKG, tiga minggu ini masuk kategori cuaca ekstrim.

Jarak dari tempat kami ke pantai Mutiara sekitar 50 kilometer. Jarak tempuh normal sekitar satu jam lebih. Itu jika tanpa macet. Jika jalanan ke lokasi macet karena banyaknya wisatawan, bisa ber jam jam. Selain banyaknya pengunjung, juga lambatnya laju kendaraan karena jalan menuju lokasi yang menanjak dan menikung. Pengunjung Lebih hati-hati, demi keselamatan mereka sendiri.

Memasuki kecamatan Watulimo, jalan yang mulai menanjak, sudah terlihat banyaknya mobil dan bus pengunjung. Entah ke pantai Prigi, ke Goa Lowo, ke pantai Karanggongso, atau ke pantai Mutiara. Karena jalurnya sama. Mulai terlihat, inilah jalanan saat liburan panjang di akhir pekan.

Melihat tempat servis motor, saya melihat ke spedometer motor, dan membaca jarak tempuh yang tertera. Sudah mendekati waktu ganti oli. Hati saya seperti diingatkan sesuatu, dan mencari jeda dari keramaian jalan, berbalik, dan menuju ke tempat servis. Ganti oli dulu..

"Ibu menuju ke Prigi..?" tanya bapak yang memiliki tempat servis.

"Ke pantai Mutiara, Pak."

"Ooo.. Iya, Bu. Tempat baru. Bagus dan bersih. Nanti Ibu lewat yang langsung Karanggongso saja. Tidak usah masuk Prigi. Lebih cepat. Cuma sekitar lima belas menit."

"Begitu ya, Pak..? Anak-anak tadi juga bilang, jalannya melewati Karanggongso."

"Ibu dengan rombongan?"

"Iya. Tadi ada lima mobil. Dan anak-anak saya tiga motor."

"Iya. Jika mau masuk Prigi, Ibu pilih yang ke kiri saja. Lewat Karanggongso," jelas bapak tersebut.

Setelah selesai dan membayar, saya melanjutkan perjalanan. Sekian menit, sampai di sekitar pintu masuk Goa Lowo, sudah terlihat antrean panjang mobil dan bus. Hanya beberapa sepeda motor. Jalan menanjak dan menikung ini yang membuat perjalanan lambat. Karena rawan kecelakaan. Apalagi, jalannya tidak terlalu lebar. Dengan hati-hati dan waspada, saya melampaui satu persatu mobil dan bus yang sangat lambat bergerak. Karena sudah sering melaluii jalur ini, saya mampu melewati dengan nyaman dan selamat.

Akhirnya jalan longgar. Bersama beberapa motor, melaju di jalan yang begitu indah dengan pemandangan hutan dan jurang. Hawa yang sangat segar. Melihat ke depan, belum menjumpai rombongan kami. Mungkin mereka sudah berada jauh di depan, karena saya berhenti hampir dua puluh menit lebih saat mengganti oli.

Saya agak mengurangi kecepatan ketika sampai di jalan bercabang. Di depan atas jalan tertulis rambu: lurus menuju Prigi. Otomatis saya membelok ke kiri, sesuai petunjuk dari bapak pemilik tempat servis. Jalannya bagus. Aspal Korea. Sepi. Tiba-tiba muncul perasaan aneh. Kok sepi? Hanya mendahului satu dua sepeda motor. Dan saat ada jalan bercabang dengan rambu: ke kanan arah Kampak, ke kiri arah Karanggongso, saya memilih ke kiri. Tetapi kok ada jalan ke kiri lagi..? Bagaimana ini..? Dan saat menemukan beberapa deretan rumah, serta ada seorang pemuda mengendarai motor pelan, saya panggil dan hentikan.

"Mas.. Maaf numpang tanya. Benar arah ini ke Karanggongso..?"

"Iya.." jawabnya pendek.

"Terima kasih, Mas," jawab saya sambil melanjutkan perjalanan. Saya menepis prasangka tentang arti mimik pemuda tadi yang terlihat heran dan tanda tanya. Perasaan saya saja. Paling saya hanya su'udzhon.

Jalanan lengang. Sepi. Tidak terlalu lebar, tapi aspalnya bagus, seperti jalanan di kota. Daerah tertentu. Pemuda yang saya mintai info tadi, mendahului. Jalan mulai menikung dengan jarak pendek. Meski sudah beberapa kali ke Prigi sejak muda, jalan ini sangat asing. Ini yang pertama kali.

Di depan, saya mulai melihat beberapa remaja laki-laki menaiki motor seperti berbaris. Memanjang dari depan ke belakang. Dan pemuda yang tadi juga terlihat memperlambat jalannya. Entah karena apa, tiba-tiba dada saya berdegub. Jalan sesepi ini, dikelilingi hutan dan jurang.. Ada satu barisan pemuda dan remaja laki-laki.. Ahhh.. Lagi-lagi saya menepis rasa su'udzhon saya. Lebih fokus pada jalan yang mulai menikung dan turun.

Beberapa menit kemudian, saya terpana. Melihat kondisi jalan di depan saya. Sontak saya istighfar.. Ya Allah.. Mimpi apa saya semalam..?

Baru saya bisa menyimpulkan, mengapa mereka mengendarai motor begitu perlahan. Bukan karena akan berlaku jahat kepada saya. Tapi karena jalan di depan kami begitu curam.. Astaghfirullah.. Jalan ini menurun sangat tajam, dan berbelok.. Sekujur tubuh saya seperti teraliri hawa yang sangat dingin. Hati saya menciut. Jalan ini sangat curam. Posisi saya terasa akan terjungkir, jika saya bergerak. Saya pegang erat stang motor. Masuk gigi empat. Rem muka dan belakang. Saya hanya bersyukur, motor ini dalam kondisi prima. Jika tidak, apa yang akan terjadi..? Karena selama ini yang saya tahu, jalan ke Prigi tidak sebegini curamnya..

Sambil berjuang melewati jalan, terus istighfar dan kadang bergumam agak keras. Saya melirik ke arah kiri depan. Hamparan laut terlihat jauh di sana. Di manakah posisi saya..? Laut itu terlihat sangat jauh...

Dalam ketakutan yang teramat sangat, saya tidak mungkin berhenti dan turun dari motor. Karena menurut logika hitungan fisika saya, jika saya turun, malah saya tidak akan mampu menahan tenaga ke bawah yang akan menyeret motor dan tubuh saya. Saya hanya berjuang sekerasnya, mengendalikan gerakan motor agar stabil, dan tidak salah gerak. Dan diantara itu semua, yang membuat saya tidak menjadi menangis di antara sepi adalah, di ujung depan, di paling depan deretan remaja remaja laki-laki, adalah ibu ibu. Saya bisa menyimpulkan dari pakaian yang dikenakan. Rok panjang dan hijab. Ya Allah.. Pasti saya mampu.. Karena mereka juga mampu.. Tapi saat pulang nanti, saya tidak akan bermotor. Biar dikemudikan anak laki-laki yang sudah dewasa. Saya tidak akan mampu mengendarainya dengan tanjakan yang seperti ini..

Dalam ketakutan yang benar-benar hebat yang belum pernah saya alami, beberapa menit kemudian dengan jelas di depan mata terlihat, jalanan mulai mendatar. Lebar. Dan beraspal bagus. Jalanan ramai. Sudah usaikah jalan terjalnya..?

Semakin ke depan, menemui perumahan. Kantor. Pertokoan. Di mana ini..? Watulimo..? Saya sama sekali tidak bisa menalar. Dan belum habis rasa penasaran, saya melihat papan besar dengan arah panah ke kiri : SMKN 1 Watulimo... Haaaahhh..? Di sini..? Dengan jalan yang seperti tadi..? Bapak Ibu Guru dan siswa setiap hari lewat..? Dan jika hujan..? Rasanya dalam sekian detik saya hanya mampu bersyukur, mendapat tempat tugas yang landai. Di kota kecamatan dekat kota.

Belum habis berpikir ke sana ke mari, saya tercengang. Karena di depan saya adalah jalan yang sangat saya kenal. Pasar Watulimo. Kenapa saya kembali ke arah sini..? Ini kan menuju Prigi..?

Mengendarai motor dengan laju empat puluh kilometer per jam, membuat otak saya terus berputar. Kok ke sini..? Jalan tadi jalan apa dan ke mana..? Bukankah ke Karanggongso..? Bukankah ini artinya saya kembali..?

Kebingungan saya tertutup oleh rasa lega, karena mengenal jalur yang sekarang saya lalui. Jalan yang saya sudah berkali kali melewatinya. Dan rasa nyaman mulai mengalir, meski badan saya masih belum pulih menjadi normal. Masih gemetar.

Di depan terlihat pertigaan. Lagi-lagi saya terhenyak.. Ya Allah... Ternyata meski hafal jalan, saya tidak ingat betul lekuk liku dan tikungan sepanjang jalan ini. Apa mungkin ini jalan yang dimaksud bapak tadi..? Di depan saya ada rambu besar: lurus ke Prigi. Belok kiri ke Karanggongso.. Lha jalan tadi..?

Saya membelok ke kiri. Jalanan ramai dengan mobil dan bus. Lambat berjalan. Inilah seharusnya. Seperti yang saya temui di sekitar pintu masuk Goa Lowo. Saya terus melaju motor, dengan sesekali berhenti, karena macet. Tapi bisa menembus kemacetan. Akhirnya sampai di loket tiket menuju Karanggongso.

“Saya akan ke pantai Mutiara. Apa tiket juga beli di sini?” tanya saya pada petugas.

“Tidak, Bu.. Langsung beli di loket pantai Mutiara.”

“Masih jauh, Mbak..?”

“Lurus saja, Bu.. Sekitar satu kilometer dari sini.”

Melaju lagi dengan motor. Meski jalan makadam, naik turun dan menikung, rasa takutnya menghilang. Karena jalanan ini terasa biasa. Hanya saja, badan gemetar belum habis benar.

Sekian waktu kemudian, terbaca rambu: belok kanan pantai Mutiara.. alhamdulillah.. segera saya membelokkan motor, mengikuti rambu. Dan bertemu jajaran mobil-mobil yang antre tiket. Sayapun ikut mengantre.

“Tiket sudah dibelikan,, Bu..” terdengar suara di depan saya.

“Sudah terlanjur.. Tidak apa-apa.”

Ternyata tiga pemuda yang bermotor sudah sampai.

“Yang lain di mana..?”

“Belum sampai, Bu.”

“Kok bisa..?”

Dan saya bercerita pada anak-anak muda ini..

“Waahhhh.. Bu Tri melalui jalan yang kami tidak berani melewatinya. Jalan itu sudah ditutup untuk mobil, karena terlalu berbahaya..

Lagi-lagi saya terperangah.. Bersyukur, bahwa saya baik-baik saja dan selamat. Ternyata jalan itu adalah rute kompas. Makanya, meski saya berangkat paling akhir, saya bisa datang terlebih dahulu..

Sekitar lima belas menit kemudian, rombongan mobil sampai. Anak-anak beristirahat sebentar, berganti baju, dan melakukan aktivitas bersama pelatih-pelatih. Melihat mereka beraktivitas, bercanda, dan berakhir dengan berendam di pantai, rasanya Bahagia.. dan Bahagia saya berlebih, karena selepas jalan terjal yang menakutkan, rasa nikmat dengan anak-anak terasa lebih berasa…

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post