Tri Sundari

Lahir 48 tahun yang lalu. Mengajar mapel Penjasorkes di SMPN 1 Kauman, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Mempunyai hobi menulis sejak kecil karena kesulitan b...

Selengkapnya
Navigasi Web

Sakira dan Cinta (Semusim 1)

Semusim 1 Jogjakarta, 2006 "Aku jangan dikhianati ya..." "Tidak akan. Kamu cinta sejatiku, Ra..." Sakira dan Dewata berjalan sepanjang jalan Malioboro dengan gembira. Hari ini mereka melaksanakan study tour ke Jawa Tengah bersama teman-temannya satu sekolah, yang duduk di kelas tiga SMP. Dan Jogja adalah tujuan hari terakhir. Mereka secara berkelompok diperkenankan untuk menikmati malam di Jogja. Sakira seorang remaja putri yang manis. Berkulit sawo matang. Gadis yang menonjol di bidang akademik, dan memiliki beberapa prestasi. Sedangkan Dewata adalah seorang remaja putra yang ganteng. Kulitnya putih. Matanya coklat. Dia bukan anak yang terlalu menonjol di akademik, tetapi cenderung ke olahraga. Dia tim basket di sekolahnya. Dewata anak yang baik hampir dengan semua orang. Sakira dan Dewata berpacaran saat akan naik ke kelas tiga, setelah mengenal baik sejak kelas satu. "Ini untukmu, Ra.. " kata Dewata sambil menyerahkan sebuah gelang yang terbuat dari batu. Mereka sudah ada di halaman penginapan, bersama teman-temannya yang terdiri dari beberapa kelompok. "Untukku...?" tanya Sakira dengan mata yang berbinar-binar. Hatinya berbunga-bunga menerima hadiah dari Dewata. "Iya.. Pakailah." Sakira mengenakan gelang pemberian Dewata. Memandanginya dengan wajah yang terus tersenyum. "Makasih, De..." "Tidak ada hadiah untukku...?" tanya Dewata menggoda Sakira. "Ada." "Bener...?" tanya Dewata penasaran. Sekian detik Sakira mengambil barang dari tas plastik yang ia tenteng. "Pakailah," kata Sakira sambil menyerahkan bungkusan plastik kecil. "Apa ini..?" "Buka saja..." jawab Sakira dengan tersenyum. Dewata membuka bungkusan plastik kecil dari Sakira. Sebuah syal batik. Langsung Dewata memakainya. "Makasih, Ra.. Cantik," katanya sambil mengelus elus syal dari Sakira. Dan sesekali mencium syalnya. "Akan sering aku pakai, Ra.. Terima kasih. Tapi benar ini untukku...?" tanya Dewata lagi dengan penasaran. "Iya.. Cuma, tadi kedahuluan kamu memberiku gelang." Sepasang sejoli yang sedang saling jatuh cinta ini terus tersenyum-senyum. Penuh kebahagian merasakan kisah cinta yang mereka jalani. Dan akhirnya saling melambaikan tangan, dan berpisah menuju ke kamar masing-masing. Di dalam kamar semalaman Sakira sulit untuk tidur. Hatinya berbunga-bunga. Wajah Dewata melekat di pelupuk matanya. Gelang berwarna hijau tosca muda yang diberikan Dewata, melingkar manis di pergelangan tangannya. Indah, batin Sakira. Rasanya, pemberian Dewata sangatlah bermakna. Mendapatkan hadiah dari pacarnya, benar-benar membuat hatinya bahagia. Melebihi rasa bahagia, saat dia dibelikan sepatu dambaannya oleh ayahnya. Melihat kelakuan Sakira, Hesti dan Rini teman sekamarnya, terus menggodanya. "Cieeeeee.. Yang baru dapat first kiss ..." goda Hesti. "Ih! Tidak lah!" jawab Sakira dengan suara meninggi. Mukanya serasa memanas. Entah apa warnanya. "Iya kah, Ra..? First kiss dari Dewata..? Aiiihhhh...," timpal Rini. "Bagaimana..? Aku penasaran, Ra..," kata Rini sambil memeluk Sakira erat. "Swear!! Kami tidak melakukannya..." Wajah Sakira memerah. Dua temannya ini menjepitnya dengan pelukan mereka. Memandang matanya lekat, seolah memaksanya untuk mengiyakan pikiran mereka. "Tidaklah jika kami melakukan itu," elak Sakira. "Siapa yang menjamin..? Kan saat belanja di Malioboro tadi kita sempat berpisah," kejar Rini. "Iya.. Tadi mau masuk ke sini, kamu juga lama dengan Dewata di bawah. Hayooooo...," desak Hesti. Tiga remaja putri ini bercengkrama terus di dalam kamarnya. Hesti dan Rini menggunakan waktu ini untuk mengorek perjalanan kisah cinta Sakira dan Dewata yang hampir satu tahun. Dan jawabannya adalah hal yang baik dan positif saja. Akhirnya mereka bergurau sampai dini hari. Membicarakan banyak hal. Termasuk cinta monyet yang saat ini mereka jalani dengan pacar masing-masing. # Golden Theathre, 2009 Dewata hanya memandang dengan tatapan kosong ke arah layar lebar di hadapannya. Film Terminator 4 sama sekali tidak menarik perhatiannya. Hatinya hancur berkeping-keping. Deni yang ada di sebelahnya fokus pada film yang ia tonton. Saat ada adegan seru, dan dia mengajak komunikasi Dewata, hasilnya no respon. Dewata sama sekali tidak menggubrisnya. Dan sesekali pula Deni melihat ke arah sahabatnya yang sangat semrawut itu. Sudah hampir seminggu ini Dewata berlagak seperti tugu. Tanpa bersuara. Begitu film usai, Deni menarik Dewata menuju cafe yang berada di sebelah gedung bioskop. Memesankan kesukaan Dewata dan dirinya. Malam minggu yang cerah ini menjadi menggerahkan karena kondisi Dewata. "Ayolah, De.. Jangan seperti ini. Dunia belum kiamat," Kata Deni. Yang didapatkan hanyalah Dewata yang tangannya hanya mengaduk aduk chocho latte yang ada di cangkirnya. Seminggu yang lalu, jam delapan malam Dewata ke rumahnya. Langsung ke kamar tidur, dan menjatuhkan tubuhnya di kasur. Masih berjaket, dan menjinjing tas di punggungnya. Dewata pulang dari bimbel. Karena program jurusan mereka berbeda, mereka tidak bersama mengikuti bimbel. "Sakira memutuskanku," katanya dengan suara parau. "Haahhhhh??!!" ekspresi Deni sambil membelalakkan matanya. Dia yanh duduk si depan meja belajar, sontak merubah hadap tubuhnya semakin dekat ke Dewata. "Kenapa, De..?" "Hanya putus. Itu saja. Tanpa alasan." Deni benar-benar kaget. Karena hampir tiga tahun mereka berpacaran, dia mengikuti prosesnya. Pacaran Sakira dan Dewata adalah pacaran yang sangat dewasa. Sehat. Saling mendukung. Ia memuji pasangan sahabatnya ini, karena anak remaja yang sangat dewasa. Tidak melanggar norma maupun etika selama berpacaran. Selalu memecahkan permasalahan mereka, bak orang bijak. Ia sangat percaya, Sakira dan Dewata tidak mungkin saling mengkhianati. Apa masalahnya? "Itulah yang membuat kepalaku serasa pecah, Den. Beberapa hari ini, aku tak bisa menemui Sakira. Siang aku pulang sekolah menjemput ke sekolahnya, dia sudah tidak ada. Pagi-pagi sebelum sekolah aku ke rumahnya, dia sudah pergi. Kemarin aku bolos dan seharian sampai sore menunggu di gerbang sekolahnya, juga tak menemukannya. Tidak mungkin kan aku menemui dia di dalam sekolah..?" Wajah Dewata benar-benar kacau malam itu. Kelihatan gusar dan kelelahan. "Dia hanya bilang. Kita putus ya, De.. Itu saja. Aku tanya, dia hanya menjawab, tidak apa-apa. Jika ada alasannya, mungkin aku tidak akan segundah ini." Tanpa jawaban. Tanpa penyelesaian. Deni pun pernah membantu menengahi, dengan langsung bertanya ke Sakira. Gadis itu hanya mengelak. Menggeleng, menggangguk, tanpa memberikan penjelasan juga. Wajahnya pun tak lebih bagus dari kondisi Dewata. Yerlihat murung dan menyedihkan. Ada apa sebenarnya? Dan Deni pun tak mendapatkan jawaban. Saat dia bertanya ke beberapa teman dekat Sakira, merekapun mengatakan kaget. Karena selama ini Sakira tidak pernah membicarakan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Dewata. Dan malam ini, Deni khusus meluangkan waktu untuk Dewata. Resti, pacarnya, setuju saat dia bilang malam minggu ini nonton dengan Dewata, tanpa dirinya. Karena Resti juga mengenal sangat baik Sakira dan Dewata, sebagai sahabat pacarnya. "Kamu ingin menghancurkan hidupmu, De? Dua bulan lagi kita ujian." Suara Deni memecah kesunyian antara mereka berdua. Minumannya sudah habis. Begitu juga makanannya. Sedangkan minuman Dewata masih sedikit berkurang. Dan nasi goreng yang ada di hadapannya utuh. Belum terjamah. "Aku benci keadaan ini. Aku marah." Deni memandang Dewata yang sudah mulai mau bicara. "Iya, aku paham. Tapi move on lah.. Jangan seperti ini. Jangan-jangan kamu nanti jadi sakit." "Aku sangat menyayangi Sakira, Den.. Aku tidak mau kehilangan dia. Kenapa dia seperti ini. Apa salahku?" Deni begitu terharu. Dewata yang selama ini dewasa dan terlihat tegar, malam ini menangis. Deni sama sekali tidak mengira. Karena mereka berdua selalu sok dan sombong mengatakan, tabu laki-laki mengeluarkan air mata. Tapi malam ini dia menyaksikan sahabatnya menangis. Dia melihat dengan rasa kasihan, wajah sahabatnya yang terlihat semakin kurus dalam dua minggu ini. "Mungkin Sakira butuh waktu dan jarak denganmu, De. Karena, saat aku menemui dia, kondisinya mirip denganmu saat ini." "Jika berat, kenapa dia melakukan ini..?"

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post