KE PESANTREN

#TantanganGurusiana Hari ke-33

Muhammad Arthur Purbaya, anak bungsuku tahun ini ia duduk di kelas dua SD. Suatu kali di mobil dalam perjalanan pulang dari sekolahnya Mas Purbaya begitu aku memanggilnya. Ia menanyakan apakah nanti setelah kelas empat ia kan mengikuti jejak Kakaknya sekolah ke Pesantren. Sesaat ku alihkan pandanganku dari jalanan. Kulihat ia sedang mempermainkan botol minumannya. Lalu aku kembali berkonsentrasi lagi di belakang kemudi. Ku yakinkan pada Mas Purbaya bahwa semua terserah dia, aku dan ayahnya tidak akan memaksa jika ia tidak berkenan. Kemudian aku bertanya balik, aku jadi sangat ingin tahu apakah ia memang tidak mau sekolah ke Pesantren beserta alasannya.

Tak perlu waktu lama untuk Mas Purboyo menjawab pertanyaanku. Ia merasa kasihan denganku kalau nanti ia ke pesantren, tidak ada yang menemaniku karena ayahnya sering tugas keluar kota. Seandainya ia punya adek yang bisa menemaniku, ia mau masuk pesantren. Ia melanjutkan omongannya sambil sesekali memandangku. Ah…hatiku tersentuh, mataku basah.

Ia meyakinkanku dan berjanji bisa jadi hafizh tanpa harus ke pesantren. Tapi dengan syarat aku dan ayahnya mau memasukkannya ke sekolah sepakbola yang tidak jauh dari rumah kami. Haruku pecah jadi tangis bahagia. Kutanyakan keseriusan dari ucapannya itu. Aku lupa usianya baru delapan tahun ia bisa saja melupakan komitmen itu kapan saja. Anak lanangku ini memang belum tahu ada calon adeknya yang berusia 6 minggu di rahimku..