Tumini

Menulis untuk menebar kebaikan dan kebahagiaan, guru SMPN 1 Bunguran Timur Natuna Kepri...

Selengkapnya
Navigasi Web
Termakan Rayuan Pulau Kelapa (Tantangan hari ke-62)

Termakan Rayuan Pulau Kelapa (Tantangan hari ke-62)

Termakan Rayuan Pulau Kelapa bagian. 1

#tantangangurusiana hari 62

Laut China Selatan berwarna tosca ketika di puncak siang. Aku menyusuri jalan aspal yang mulus itu dengan kecepatan rendah bersama motor matic ku. Kiri kanan pohon kelapa baris tak rapi. Sebelah kanan, pohon kelapa yang memilih pantai untuk ditemani. Sementara sebelah kiri, pohon kelapa yang memilih semak hutan aneka hijau. Dulu mereka tak berpihak. Kejamnya kebutuhan manusia memisahkan mereka. Mereka menjadi berjarak oleh aspal keling yang selalu menipuku dengan kilauannya ketika matahari seterik-teriknya.

Dulu aku tidak pernah melihat pohon kelapa sebanyak ini. Apalagi melihat laut, pantai. Ah... Rasanya dulu aku cuma bisa melihat semua itu dari kotak ajaib penuh warna dan berisik. Itulah sebabnya berada di sini baru belasan purnama adalah sensasi yang luar biasa untuk ku. Orang kota yang tiba-tiba bersikap sangat kampungan menikmati semua keindahan ini. Terngiang-ngiang lagu Rayuan Pulau Kelapa yang kunyanyikan koor bersama teman-teman SD di dalam kelas. Bu Jamilah dengan penggaris kayu yang panjangnya melebihi tinggi badanku menunjuk tiap kata yang kami nyanyikan. Beginilah penampakan negeri rayuan pulau kepala itu.

Selama empat puluh lima menit di perjalanan tidak melulu hanya pohon kelapa dan pantai. Sesekali kulewati perkampungan nelayan yang cukup ramai atau bahkan rumahnya yang teronggok sendirian jauh dari para tetangga. Tapi agak mengerikan jika musim utara tiba. Matahari saja enggan untuk menampakkan diri. Angin kencang riuh bahkan terlalu riuh memanggil hujan. Laut enggan untuk bersolek dengan birunya. Ombak kasar mencapai pantai. Membuat ciut para nelayan untuk melaut. Langit abu-abu dan hujan hanya itu saja yang dominan. Jika sudah begitu menyusuri jalan di antara pohon-pohon kelapa berpihak itu aku terkadang ciut. Takut kalau-kalau angin riuh itu iseng melontarkan buah atau pelepah sang pohon kelapa ke arahku..

Musim utara bahkan sempat membuatkan ciut untuk bertahan di pulau paling utara Negara Republik Indonesia untuk mencerdaskan segelintir anak negeri ini. Ku rasa, aku sudah termakan rayuan pulau kelapa.... Aku telah tiba di sekolah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen keren Bunda. Semangat berliterasi. Sukses selalu.

11 Aug
Balas

Makasih pak Edi.. .

18 Aug



search

New Post