Tuti Fauziah Zein

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Salah Kaprah

Bahasa Indonesia merupakan Bahasa Nasional dan Bahasa Negara sehingga bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai Bahasa Kesatuan dan Persatuan Bangsa. Kita sebagai bangsa Indonesia selalu dihadapkan kepada bermaca-macam masalah kebahasaan, hal ini disebabkan bahasa mengikuti zaman. Bahasa bersifat dinamis, manusia bergerak, bahasa pun bergerak.

Permasalahan bahasa yang dihadapi adalah makna kata, frase, bentuk atau struktur kata/kalimat. Saya yakin, setiap pemakai bahasa ingin dapat menggunakan bahasa yang baik dan benar. Tetapi sering membuat kesalahan tanpa sengaja, karena kita tidak tahu bagaimana seharusnya bahasa itu kita gunakan. Bahasa yang salah kaprah banyak kita temukan dalam pemakaian dewasa ini. Hal ini terjadi, mungkin pemakai bahasa yang bersangkutan meniru pengguna bahasa lain, tanpa terlebih dahulu mengkaji arti bahasa tersebut.

Salah kaprah sering kita dengar, terdiri atas dua kata, yaitu salah dan kaprah. Artinya kesalahan yang sudah umum sehingga karena sudah terbiasa dengan salah seperti itu, orang tidak lagi merasakan bahwa itu salah. Mari kita lihat contoh seorang pembawa acara mempersilakan dengan kalimat ;" Untuk selanjutnya marilah kita dengarkan sambutan yang akan disampaikan oleh bapak Amir, kepada beliau kami persilakan" atau " ... Kepadanya kami persilakan ".Sepertinya tidak salah, karena kata ganti orang tersebut sudah akrab di telinga kita. kita ingat kata ganti orang terbagi atas 3 kelompok . Orang pertama ( orang yang berbicara), orang kedua ( orang yang diajak bicara ) dan orang ketiga ( orang yang dibicarakan). Kata ganti beliau dan nya di sini termasuk dalam orang ketiga, sehingga penempatannya salah. Yang benar adalah " ...kepada Bapak/ibu ( sebutkan nama ) kami silakan".

Ada lagi salah kaprah pewara dengan menggunkan kata waktu dan tempat kami persilakan . Seharusnya yang dipersilakan adalah orang yang ditugasi bukan si waktu dan tempat. Begitu pula dengan menggunakan kata Sepatah dua patah kata . Tidak boleh ada dua kata patah, seharusnya satu dua patah kata atau sepatah dua kata. Demikian pula dengan penggunaan kata hadirin sekalian atau para hadirin sekalian. Kata hadirin sudah menunjukan kata jamak, tidak perlu dibantu lagi dengan kata sekalian apa lagi kata para.

Orang yang membidangi retorika atau pewara khususnya, perlu untuk mengetahui segala macam gejala kebahasaan, baik yang baku maupun tidak baku. Serta harus memperkaya diri dengan memiliki perbendaharaan bahasa yang cukup, sehingga apa yang kita sampaikan akan hidup dan menarik ( dalam arti tidak monoton dan kaku ).

Sekian semoga bermanfaat dan terimaksih.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Alhamdulillah Bu Tuti Fauziah, salam sehat dan sukses selalu, terus berkarya dan berbagi, salam kenal dan izin follow

05 Mar
Balas

Aamiin..YRA. Trmksh bapak...

06 Mar

Ulasan yg mencerahkan...

05 Mar
Balas

Trmksh Bapak...

06 Mar

Pencerahan dan menambah khasanah wawasan kebahasaan saya semoga menjadi lebihbaik.Terimakasih

06 Mar
Balas

Aamiin..YRA. Trmksh Bapak...

06 Mar



search

New Post