Ibuku Pintu Surgaku (2)
Braaak..!Suara benturan helmku dengan palang besi yang membentang di depanku, sebagai pertanda kereta akan lewat. "Astagfirullah," Aku tersadar dari lamunanku. Helmku terpental jauh, tapi untung saja aku tidak sampai terjatuh. Di samping jalan, penunggu palang kereta berteriak ke arahku.
" Bu, kereta mau lewat jangan nerobos, bahaya!" Aku tersadar di depanku memang rel kereta yang sudah ditutup dengan sebatang besi. Aku sama sekali tidak melihatnya. kemana pikiranku selama mengendarai motor, dari Sekolah menuju rumah.
" aduh, maaf Pak, saya tidak bermaksud menerobos, saya tidak melihatnya," sahutku gugup. Kumundurkan motorku sedikit ke belakang, kuambil helmku yang terjatuh di pinggir jalan. Aku kembali ke atas motorku dengan gugup dan lemas.
" ah, biasanya jalan ini ramai, jadi kalau ada kereta yang akan lewat, aku akan melihat motor lain berhenti." gumanku sambil menengok ke kanan kiriku. Hanya ada satu motor di belakangku, itu pun baru saja datang dan berhenti tepat di belakangku. Tidak berapa lama kereta komuter lewat di hadapanku. Aku menarik napas dalam-dalam. " ya Allah, Engkau masih memberiku keselamatan hari ini," tak terasa air mataku meleleh. Kupakai helmku kembali, kulanjutkan perjalanan pulang setelah kereta berlalu.
" Hati-hati Bu...Jangan ngelamun!" teriak penjaga pintu kereta sambil melepaskan ikatan palang besi di depanku.
" iya Pak, makasih," sahutku dengan suara lirih disela isak tangisku.
Motorku kembali melaju dengan kecepatan tidak lebih dari dua puluh kilometer per jam. sambil menangis sepanjang jalan, aku teringat ke rumah. Ibuku semalam terjatuh di kamar mandi. Pukul dua pagi, aku terbangun dari tidurku karena suara erangan yang sangat keras. lebih tepatnya seperti ngorok. Bergegas aku bangun dan berlari ke kamar ibuku. Kubuka pintunya, kulihat ibuku tidak ada di atas kasurnya. Kudengar lagi suaranya ternyata dari kamar mandi yang ada di kamar ibuku. Aku berlari ke kamar mandi yang berukuran satu meter dengan panjang tiga meter. Kulihat ibuku tertelungkup kaku setengah telanjang. Dengan gugup kuhampiri ibuku. Kulihat darah mengalir deras di lantai menuju lubang pembuangan air.
" Ki..bangun....kepala nenek pecah.....!" teriakku gugup sambil menangis. Kuangkat kepalanya. Darah bersimbah menutupi mukanya. Aku panik, kubangunkan anakku di kamarnya. Dia terbangun kaget, Ada apa Bunda ," tanyanya sambil mengantuk" nenek jatoh di kamar mandi, kepalanya pecah, ki..." sahutku sambil menangis. Kiki langsung loncat dari tempat tidur dan berlari ke kamar ibuku. Aku berlari di belakangnya. " Papa mana, Bunda," tanyanya ikut gugup.Suamiku kebetulan sedang pergi ke luar kota dan baru pulang pagi hari. Jadi di rumah tidak ada laki-laki dewasa. Ada laki-laki, dua anaku yang masih sekolah di SD. Jangankan mengangkat ibuku, melihatnya saja tidak mungkin. Lagian mereka masih tidur. Tinggalah aku dengan anaku yang perempuan. Walaupun sudah kuliah, tapi dia tidak kuat mengangkat ibuku. Apalagi kamar mandi yang sempit, tidak muat kami berdua menggotongnya. Kiki berlari ke luar sambil berteriak , " Kiki bangunin Pak Adhi..bunda"
Aku bingung menatap punggung ibuku. Sudah lima belas menit berlalu. kulihat tangannya bergerak pelan. dengan cepat kuangkat tangannya, kutarik perlahan sampai badannya terangkat. setelah terangkat kududukkan ibuku menyandar ke dinding kamar mandi. kubersihkan wajahnya yang penuh darah, sesaat dia membuka matanya. Aku memeluknya sambil kuangkat ketiaknya, kugeser perlahan menuju ke kamar. Dengan sisa tenagaku kuangkat Ibuku,
" Mih....sadar...Mih...sadar," sambil menangis aku berteriak-teriak.Tidak berapa lama kiki datang bersama beberapa tetanggaku. Ibuku sudah duduk bersandar di lantai kamarnya.
" Ibu kuat, gotong sendiri,"? tanya Bu Amir, tetanggaku sambil berjongkok melihat wajah ibuku. Aku hanya mengangguk, kemudian kuambil kapas, kubersihkan lagi darah di wajah ibuku. Setelah bersih baru terlihat ada luka sobek yang cukup dalam di pelipisnya. Darah masih terus menetes, kututupi dengan kapas.
" Maaf bunda, tadi kiki bangunin saya, trus dia bilang kepala nenek pecah. Jadi saya bangunin semua tetangga," Bu Adhi menghampiriku.
" Iya, tadi belum kelihatan lukanya." sahutku sambil tersenyum getir.
" ya sudah, sekarang kita bawa Amih ke rumah sakit." sahutnya lagi.
Pulang dari rumah sakit pukul empat pagi. Dokter di UGD menyuruhku membawa pulang lagi ibuku setelah dijahit enam jahitan. Setelah memeriksa ibuku dengan seksama doter hanya memberi resep obat. Kemudian dia menganjurkan untuk dirawat di rumah saja. "
" Tidak apa-apa Bu, Dia tidak muntah, kan? artinya Dia baik baik saja. Tidak perlu dirawat di rumah sakit. Nanti seminggu lagi baru kembali kesini untuk dibuka jahitannya," Dokter menenangkanku yang masih terlihat khawatir.
Sepanjang jalan itulah yang tadi mengisi kepalaku. Padahal aku sedang mengendarai motor. Hari ini ada acara pelatihan PKB. Aku hanya berdua dengan ketua MGMP menjadi panitianya. Jadi, tadi pagi kutinggalkan ibu, setelah suamiku pulang. Acara pelatihan belum selesai, aku ijin pulang setelah kubereskan semua kebutuhan peserta. Aku khawatir ibuku jatuh lagi dan bersimbah darah. Yang kulihat dan kualami semalam seperti mimpi buruk. Itulah yang menyebabkan konsentrasiku di jalan raya buyar. Sangat membahayakan.
Sesampainya di rumah, aku langsung menangis di kamar. Suamiku hanya melihatku bingung. Dia mendekatiku perlahan sambil bertanya. kuceritakan semua kejadian hari ini.
" Makanya kalau bawa motor itu harus konsentrasi. Alhamdulillah Selamat. Kita masih diberi waktu untuk merawat ibu," sahut suamiku sambil mengusap-usap punggungku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wah cerpennya bagus banget, salam literasi
Makasih banyak Pak, Salam Literasi juga
Iya, ini kisah nyata Bu
kisah nyata ya bu??