Uki Lestari

Perempuan kelahiran Sitiung II, 30 Juli 1987 ini adalah anak ke-5 dari tujuh bersaudara. Dibesarkan dari almarhumah ibu yang juga guru, membuat cita-citanya jug...

Selengkapnya
Navigasi Web
Aku bukan Untukmu

Aku bukan Untukmu

Aku bukan Untukmu

Oleh: Uki Lestari

"Mel, andai kautahu. Saat ini begitu berat beban yang mengimpit pikiran dan batinku. Seakan aku tak kuat lagi. Aku ingin pasrah, mengalah pada keadaan." Hati kecilku berkata tatkala aku bertemu Melani dengan tak sengaja di perpustakaan umum tadi siang.

Aku tak ingin lebih terbuka menceritakan keadaanku saat ini yang semrawut. Dia pun tidak berkewajiban mendengarkan keluh kesahku. Toh, aku bukan siapa-siapanya. Sekadar teman yang dikenalnya beberapa tahun lalu.

Meskipun rasa yang menderaku akhir-akhir ini menyiksa. Lalu, apa yang hendak kusampaikan pada semesta jika rindu ini begitu gaduh. Senyumannya cukup menawar rinduku yang mengempas tanpa permisi.

Melani seorang perempuan yang berdikari. Dia seorang guru les privat di kota tempatku tinggal. Kami kenal dua tahun lalu. Di saat itu, sekolahku bekerja sama dengan tempat bimbingan belajar di mana Melani bekerja. Kami berada dalam satu kesempatan kerja sama. Berawal dari situ, kami berkenalan dan berteman.

Melani yang kukenal, seorang gadis yang tangguh. Ditinggalkan ayahnya sedari kecil, membuatnya menjadi perempuan hebat. Ditambah lagi dia sebagai anak sulung. Dua adiknya yang masih sekolah, membuatnya makin bertekad membantu ibunya yang hanya berprofesi sebagai penjahit.

Kami berteman biasa. Tidak dekat, tapi sering bertukar pikiran. Melani orang yang menyambung jika diajak bicara. Wawasannya luas. Aku begitu salut padanya. Dia giat dalam suatu pekerjaan yang dicintainya.

Sedikit banyak aku mengenal Melani dari cerita-ceritanya. Aku tahu, saat ini dia sedang ta'aruf dengan seseorang. Melani akan melangsungkan pernikahan tak berapa lama lagi. Namun, entah benar kabar tersebut, aku tidak ambil pusing, yang kutahu saat ini dia masih berstatus single.

Sebenarnya aku tak ingin menceritakan kisah kelam keluargaku padanya. Namun, dada ini begitu sesak. Tiada tempat aku mengadu. Dan seperti Melani bilang, mengadulah hanya kepada Allah. Benar yang dia bilang, Allah-lah sebaik-baik tempat berkeluh kesah. Allah-lah sebaik-baik tempat mengadu dan memohon pertolongan.

Ya, rumah tanggaku saat ini sedang tidak baik-baik saja. Kehadiran orang ketiga begitu memorakporandakan ketahanan rumah tanggaku. Mawar istriku yang keras kepala dan tidak mau dinasihati, membuatku makin tak betah di rumah. Jika tidak memikirkan anak-anak, ingin aku bermalam di sekolah tempatku bekerja.

Orang ketiga yang makin memperparah rumah tangga kami pun bukan orang lain. Melainkan mertuaku sendiri. Ikut campur mertuaku akhir ini menjadi-jadi. Apa pun yang aku lakukan selalu salah di mata mereka. Peranku sebagai kepala rumah tangga tiada arti bagi mereka.

Aku yang ingin mengajari istriku saja, mereka tak terima. Membela kesalahan yang berlarut-larut Mawar lakukan. Ah, aku makin terseret pada masalah yang tak berkesudahan. Seperti benang kusut yang entah sampai kapan bisa mereda.

Tak bisa kumungkiri, Melani bagai oase bagiku. Aku tahu, dia tak ingin begitu jauh ikut campur dalam masalahku. Dia juga sadar bahwa ini bukan kapasitasnya. Tapi, jauh di lubuk hatiku, aku begitu nyaman saat dia memberiku nasihat. Berbagi dengannya adalah hasrat yang menenteramkan. Bila kesunyian menghadang, tak jarang kureka ulang warna bulan sabit di antara senyumannya. Teduh.

Nasihatnya begitu menenangkan. Dia dewasa dan perempuan yang bijak. Tak henti-hentinya kuramu doa agar Allah memberikan akhir cerita cinta yang indah menurut-Nya padaku. Dan kuharap, akhir indah itu kebersamaanku dengan Melani.

Jika boleh jujur, sosok seperti Melani yang aku butuhkan sebagai istri. Dia penurut, mau diatur, dan terpenting, dia senantiasa mengajakku kepada Tuhanku. Apa pun persoalanku, lagi-lagi dia mengajakku mengadu hanya kepada Rabb-ku.

Dia bilang, jika mengadu pada manusia, tidak semua manusia yang bisa menyimpan rahasia. Tidak semua manusia bisa memberikan solusi terbaik. Namun, jika mengadu kepada Allah, semua akan Allah jawab. Allah beri solusi atas kerisauan yang aku rasakan.

Melani benar-benar membuatku terbuai akan akhlaknya. Dia perempuan yang baik untuk dijadikan istri. Sifatnya yang bijak, membuatku terkesima. Sifat seperti itulah yang aku dambakan pada diri Mawar.

Namun, Mawar lebih meninggikan suaranya di saat aku menasihatinya. Terlebih di saat berada di depan orang tuanya. Dia menjadi-jadi dengan menegakkan benang basah. Mawar keras dan lebih keras tatkala ada pembelaan dari orang tuanya.

Aku tak tahu harus berbuat apa. Ingin menyudahi persoalan ini dengan segera. Tapi apa boleh buat, aku tak kuasa. Diam kurasa jalan terbaik untuk kondisiku saat ini. Aku depresi. Bahkan, butuh psikolog dalam meredam labilnya psikologisku saat ini.

Aku juga menahan agar tak terlalu sering menghubungi Melani. Aku tak ingin dia menjadi bulan-bulanan istriku seperti yang sudah-sudah. Ya, istriku seorang yang pemberani. Bahkan, tak segan-segan melabrak seseorang yang dekat denganku. Dan itu membuat nyaliku makin ciut.

Aku malu, malu pada orang lain, terlebih pada diriku sendiri. Aku gagal menjadi imam yang baik. Aku tak bisa menjadi teladan bagi anak-anakku. Aku lemah.

Aku tak ingin itu semua juga terjadi pada Melani. Biar aku saja yang menjaga agar Mawar tidak mengenal Melani. Aku takut, Mawar tiba-tiba menuduh Melani sebagai pelakor. Sungguh, aku tak ingin itu terjadi.

Seperti yang aku yakini, sejatinya pelakor itu tidaklah ada. Di mana, hanya pihak perempuan saja yang disalahkan. Bukankah bertepuk tak bisa hanya sebelah tangan? Lelaki juga berperan penting dalam hal ini. Semua terjadi karena dua orang yang sengaja. Sedangkan aku dan Melani, bukan seperti itu. Tak ada hubungan khusus di antara kami.

Hanya aku yang merasakan rasa yang tak tahu kusebut apa. Entah dengan Melani yang begitu terjaga menurutku. Baik tutur, sikap, akhlak, ataupun agamanya. Apakah Melani pura-pura tak tahu bahwa aku mengaguminya, entahlah. Yang kutahu, hubungan kami sekadar teman di mata Melani.

Aku percaya, perpecahan rumah tangga itu tidak melulu karena pelakor. Jika memang ada yang lain di hatinya, mungkin saja karena seorang suami tidak betah melihat sikap istrinya. Berbuat sekehendak hati dan tidak mau dinasihati. Padahal soal finansial dan waktu untuk keluarga, semua sudah kuberikan. Lalu apa lagi?

Dulu rumah tangga kami baik-baik saja. Jauh dari pertengkaran. Sejak mertua kami tinggal di rumah, aku seakan tinggal di neraka di rumah sendiri.

Kini, biar kusimpan rasa ini dalam-dalam. Tanpa siapa pun tahu, bahkan Melani. Pada secangkir kopi di malam beku ini, kuyakini rasa ini tak salah. Meski rindu ini harus beku di jendela, biar kuhalau dengan sebait doa. Doa untukku, juga untuknya.

Biarkan aku di sini menjalani hari seperti biasa. Karena kuyakin, Melani akan bahagia bersama lelaki pilihan orang tuanya. Walau kutahu, bunga-bunga di selasar rumah ini layu, tersebab mendalami rasa padanya; cinta!

Dan lagi-lagi kutegaskan, meski kini aku bukan untukmu, 'kan kutunggu masa indah itu, Mel. Semoga.

Solok, 12 Maret 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren

13 Mar
Balas

Makasih, Buk Eva sayang...

13 Mar

Keren... Uki

13 Mar
Balas

Alhamdulillah. Makasih, Buk Elkhi.

13 Mar

Keren... Uki

13 Mar
Balas

Keren... Uki

13 Mar
Balas

Keren... Uki

13 Mar
Balas

Bila kau bukan untukku, lalu bagaimana dengan rasa ini?

12 Mar
Balas

Simpan saja. Cukup kau dan Tuhanmu yang tahu...

13 Mar

Keren banget bu Uki...

13 Mar
Balas

Makasih, Ibu sayang....

13 Mar

Keren pake bingit bun, sukses selalu

13 Mar
Balas

Aamiin. Alhamdulillah, makasih, Bu Rahmawati.

13 Mar

Semua pasti kan indah pada waktunya. Asyik. Kereeeen Bu Uki.

12 Mar
Balas

Hahahahaaa... Semoga, Bu Nopi. Hihihi

12 Mar

Keren bu uki

12 Mar
Balas

Makaaih, Bu Siawati.

12 Mar

Makasih, Bu Sofiawati.

12 Mar

Lalu aku untuk siapa?

13 Mar
Balas

Untuk dirimu, Sayang....

13 Mar

Semoga Allah SWT telah penyediakan pengganti Melani yang lebih baik lagi...semoga...keren bun

12 Mar
Balas

Aamiin. Makasih, Pak telah bersedia mampir.

13 Mar

Super Cerpennya Bu Uki. #Salam Kenal dan Salam Salam Literasi.

13 Mar
Balas

Alhamdulillah. Aamiin. Makasih, Pak. Salam literasi, Pak...

13 Mar

Rasa itu... kadang tumbuh di tempat dan saat yang tidak tepat. Keren....

14 Mar
Balas

Rancak bana cerpen uki. Sukses selalu Ki. Ditunggu cerpen-cerpen selanjutnya.

13 Mar
Balas

Alhamdulillah. Makasih banyak Ibuk sayang. Aamiin. Doa yg sama untuk.Ibuk. Insyaallah siap, Buk say.

13 Mar

Wah... Bagus banget buk..

12 Mar
Balas

Makasih, Pak.

12 Mar

Luar biasa.. keren menewen

14 Mar
Balas

Selain Mas Suhu Eko, Kamyu dan Uni Esi adalah guru cerpenku.Cerpen-cerpen kalian adalah inspirasiku.Terima kasih cinta

13 Mar
Balas

Alhamdulillah. Terima kasih kembali, Tetehku sayang. Teteh juga guru dan teladan bagiku. Barakallah, Teteh.

13 Mar

Keren banget Bu, sangat layak.dibukukan, Salam literasi. Mari SKSS sahabat gurusianer

13 Mar
Balas

Insyaallah siap, Pak. Makasih, Pak.

13 Mar

Keren cerpennya Bu Uki. Salam kenal

12 Mar
Balas

Makasih, Bu Effi. Salam kenal juga, Bu. Salam hangat dari Solok, Sumbar.

12 Mar

Cerpen yang keren Bunda...sukses selalu

13 Mar
Balas

Aamiin. Makasih, Bunda Trining.

13 Mar



search

New Post