APAPUN VERSUS APA PUN

Oleh Uki Lestari

Sejatinya menulis adalah suatu hal yang sangat dianjurkan oleh para sahabat Nabi hingga ilmuwan masa kini. Bahkan, jamak di antara sahabat Nabi melakukan kegiatan menulis. Setiap hadis yang diucapkan Nabi ataupun dari para perawi hadis, dicatat agar tidak lupa. Bahkan, agar tidak ditelan waktu.

Di saat menulis, seseorang pun selayaknya harus paham dengan yang ditulisnya. Dalam artian, penulis tidak sekadar menulis yang dia suka, namun harus bisa dipahami oleh pembaca.

Tulisan dianggap berkualitas bila mudah dipahami dan memberikan informasi baru bagi pembaca. Dari yang tak tahu menjadi tahu. Dari yang tidak paham menjadi paham. Bahkan, mutu sebuah tulisan tampak di saat pembaca baru sadar akan kesalahannya selama ini. Sesuatu yang tak terpikirkan menjadi ilmu baru baginya.

Contoh saja dengan kata apapun dengan apa pun. Sudahkah kita tahu mana yang baku? Ya. Apapun tidaklah baku. Apa pun, inilah yang baku. Jadi, mari lebih seimbangkan antara kegiatan membaca dan menulis. Jangan terlalu asyik menulis hingga konsep mentah pun berani untuk dibagikan kepada banyak orang. Tentu saja ini memengaruhi kualitas karya kita sendiri, bukan?

Sebuah bacaan atau karya tulis yang enak dibaca itu melalui banyak tahap. Setelah ditulis, penulis ataupun pengarang wajib membaca kembali karya tulisnya. Setelah dibaca, jika ditemukan salah tulis, diperbaiki. Setelah diperbaiki hingga akhir tulisan, penulis/pengarang pun diwajibkan mengulang lagi membacanya. Bila sudah dirasa sempurna, baru dibagikan.

Solok, 20 November 2020