Uki Lestari

Perempuan kelahiran Sitiung II, 30 Juli 1987 ini adalah anak ke-5 dari tujuh bersaudara. Dibesarkan dari almarhumah ibu yang juga guru, membuat cita-citanya jug...

Selengkapnya
Navigasi Web
Cinta yang Terlambat Datang

Cinta yang Terlambat Datang

Cinta yang Terlambat Datang

Oleh: Uki Lestari

Riak-riak Danau Maninjau mencumbui kakiku. Semilir angin dan temperatur udara yang sejuk memagut rinduku yang kian kelu. Gemercik air bergelut manja di sela-sela jemari yang basah karena percikannya. Aku menikmatinya, sungguh menikmatinya. Betapa tidak, waktu-waktu seperti inilah yang kurindukan, tatkala aku bisa membayangkanmu tanpa jeda, tanpa ada yang bisa mengganggu apa-apa tentangmu. Utuh, rindu ini kurelungkan untukmu. Dan, 'kan kutuntaskan debur-debur rindu yang terus saja bertabuh padamu, Helena.

Helena, ya Helena. Perempuan yang belumlah lama kukenal dari dunia maya. Namun, pernah sekali aku bersemuka dengannya. Dia tak mengenaliku, hanya aku yang mengenalinya, sangat mengenlnya.

Setiap hari kuikuti kegiatan yang dia unggah di medsosnya. Tak sedikit pun kulewati hari-hari Helena. Aku mengetahuinya, karena dia pun suka berbagi apa-apa yang dilakukannya ke medsos miliknya. Aku begitu terpukau akan dirinya.

Tuhan, bila aku boleh bermimpi, aku ingin mimpiku melalui hari-hari besama Helena. Mimpi membingkai cinta bersamanya. Perempuan manis berlesung pipi itu, telah berhasil membombardir hatiku. Berkali-kali, berulang kali, dan itu membuatku bahagia. Barisan giginya yang rapat dan rapi, melengkapi pesona yang melekat pada dirinya. Helena, kau sungguh memesona.

Kenalkan, aku Reyhan, lelaki yang tahun esok akan menginjak usia peralihan. Usia yang di dalam Al-Qur'an disebut sebagai usia penentu akan ke mana seseorang itu berakhir. Selamat atau tidak. Jika ingin baik, berubahlah saat menginjak usia ini. Jika tidak, mengubah perilaku ke depannya akan begitu sulit. Dan tentunya kesempatan sudah tak banyak lagi. Usiaku sebentar lagi genap 40 tahun.

Pinta dan doaku kepada Yang Maha Rahman tak muluk-muluk. Aku hanya ingin, membersamai kehidupan yang tak lama ini dengan perempuan yang salihah. Dan tentunya, aku juga ingin bersamanya hingga ke surga. Ku ingin hidup bersama perempuan yang mau diajak taat, melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Perempuan yang mau mendengarkan apa yang kukatakan, bukan membangkang dengan apa-apa yang aku rasa sebagai suami wajib menyampaikannya padanya. Aku ingin perempuan seperti Helena, tak saja paras yang menawan, namun perilaku dan cara berpakaiannya pun sangat cocok dijadikan istri idaman.

"Ah, Reyhan, jangan bermimpi kamu," batinku berkali-kali, tatkala aku mendoa jika Tuhan izinkan Helena jatuh ke pangkuanku.

Namun, jika disebut lelaki tak tahu diuntung, mungkinkah aku termasuk pada golongan itu? Aku sudah mempersunting Aina 10 tahun lalu. Perempuan cantik yang kukenali karena tak sengaja berkenalan di tempat aku bekerja. Dengan perjumpaan yang sering dan tak bisa dielakkan itu, kami sering bersemuka. Tumbuhlah cinta di antara kami. Seperti pepatah Jawa, "Witing tresno jalaran soko kulino."

Kami pun menikah. Menjalani ibadah terlama sepanjang hidup dengan bahagia. Awalnya rumah tangga kami berjaln hangat, penuh cinta. Namun, kebahagiaan itu lambat laun sirna, tatkala orang tua Aina begitu ikut campur dengan keluarga kecilku. Aku seakan tak berfungsi sebagai suami. Aina lebih mendengar apa kata orang tuanya dibandingkan aku, suaminya.

Toh, aku menasihati Aina tentang cara Aina yang berpakaian yang aku sebagai suaminya tidak rida melihatnya. Kadang berhijab, kadang tidak. Auratnya dengan mudah dilihat oleh orang yang tak seharusnya melihatnya. Saat memakai hijab, hijab yang dipakai Aina pun membuatku sesak napas. Entahlah dengan dirinya. Hijab yang kata orang-orang model sakaratul maut. Baju dan celana pun membentuk tubuh. Bodi Aina yang indah, terlihat jelas dengan pakainnya seperti itu. Berpakaian, tapi telanjang. Naudzubillahimindzalik. Sungguh, aku tak suka itu. Aku benar-benar tidak rida. Aku tak ingin tubuh istriku jadi tontonan gratis oleh pria-pria di luar sana.

Akan tetapi, Aina tak mengindahkan segala nasihat yang kusampaikan padanya. Dia kekeh dengan pendiriannya dengan tetap berpakaian seperti itu. Sampai-sampai aku lelah jika di saat aku kembali memperingatkannya, perang dunia pun pecah tanpa jeda di rumah tangga kami. Dan lagi-lagi aku kalah, dipersalahkan, serbasalah. Diingatkan, Aina mengadu ke orang tuanya dan orang tuanya malah membela anaknya. Tidak dinasihati, aku sadar itu adalah kewajibanku sebagai suaminya. Entahlah, aku benar-benar lelah dengan kondisi ini. Lelah dengan semua ini.

Bagiku, tak salah jika aku mengagungkan mimpi untuk memiliki istri seperti Helena. Perempuan yang kulihat salihah. Tak pernah kulihat Helena berhijab menampakkan dadanya. Ya, mungkin dia tahu bahwa Allah telah memerintahkan setiap muslimah untuk menutup aurat secara sempurna. Yaitu mengulurkan pakainnya ke seluruh tubuhnya dan memakai hijab hingga menutup dada. Itu salah satu yang aku suka pada Helena. Dan dari situ aku paham, Helena bukan perempuan sembarangan. Dia tahu perintah dan larangan Allah, dia paham ilmu agama.

Helena, andai cinta yang kutanam ini tidak terlambat datang untukmu, kupastikan aku mampu menyatakan apa yang aku rasakan saat ini, sedalam ini. Membelah waktu, mencipta pelangi asmara bersama, dan membesarkan anak-anak kita, mendidiknya agar menjadi generasi yang saleh dan salihah. Itulah keinginan terbesar yang ingin kulakukan denganmu, Helena.

Namun sayang, cinta yang terlambat datang antara aku juga dirimu, memorakporandakan keinginanku. Meluluhlantakkan segala cita-cita terbesarku. Aku telah dengan Aina, kau pun kulihat sudah bahagia bersamanya. Dan andai Aina tahu perasaanku ini, aku tak tahu apa yang akan terjadi padamu yang tak tahu apa-apa. Cukuplah bagiku untuk mencintaimu dalam diam. Bukankah mencintai tak harus memiliki? Dan aku yakin, cinta paling purna tatkala seseorang tak mampu memiliki adalah dengan mendoakan segala kebaikan untuk sosok yang dicintainya. Helena, kautahu, aku selalu mendoakan kebaikan untukmu. Selalu, Helena.

Helena, meski kita tak berjodoh di dunia. Bolehkah aku meminta pada Maha Pemilik Cinta, agar kita dijodohkan di kehidupan baka? Kehidupan yang kuketahui tiada akhirnya. Kehidupan yang begitu megah tanpa bisa kita reka. Helena, izinkan aku mendoa cinta denganmu. Mendamba kita berjodoh di surga-Nya. Maukah dirimu, Helena?

Muara Panas, 28 Januari 2023

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhanallah cinta yang luar biasa, tetapi sudah ada yang punya ya Uki sayang

28 Jan
Balas

Iya, Buk. Hihi.

28 Jan

Menawan untaiannya Uki. Keren.

28 Jan
Balas

Cantik isi ceritanya, seperti cantiknya pemilik tulisan ini....luarbiasa Ki....Slm literasi

28 Jan
Balas

Mntaaap n kereeen eyyy

28 Jan
Balas

Hehehehe.... Inspirasi ceritaku. Haha

28 Jan

Mantap ceritanya Uni. Salam sukses selalu!

28 Jan
Balas

Keren ceritanya, sukses selalu mbak Uki.

29 Jan
Balas



search

New Post