Uki Lestari

Perempuan kelahiran Sitiung II, 30 Juli 1987 ini adalah anak ke-5 dari tujuh bersaudara. Dibesarkan dari almarhumah ibu yang juga guru, membuat cita-citanya jug...

Selengkapnya
Navigasi Web
Di Pengujung Jingga

Di Pengujung Jingga

Di Pengujung Jingga

Oleh Uki Lestari

Bagaimana bisa kuhapus kenangan itu. Di tiap hela napas ini, di tiap itu pula ia menjalar. Membunuh beku dalam ingatanku. Ingin saja sejenak kutepis tentang dirimu. Lagi-lagi aku kalah dengan hatiku sendiri. Bahkan, pikiranku meronta. Untuk sekejap saja tidak memikirkan hal itu. Semua tentangmu. Tentang kita.

Dinginnya hawa di fajar ini, memaksaku untuk kembali ke selimut. Memasang kaus kaki hijau lumut itu. Kaus kaki yang bertahun-tahun menemani tidurku. Bahkan, saat dirimu masih di sini. Tatkala kamu masih setia menemaniku. Memeluk jiwa yang begitu rapuh. Di kala dingin menyeruak datang, menggigil menggila kurasa.

Kini, kamu tak lagi di sini. Entah akan kembali atau akan hilang hingga hari pasti itu tiba. Akankah bisa kita bersemuka kembali, meski itu kurasa sulit untuk terjadi. Tidak saja raga, jiwa dan hatimu ikut menjauh. Di saat aku menyayangimu begitu kuat, kamu lebih memilih dirinya. Dia yang baru saja hadir di antara kehidupan kita. Meluluhlantakkan kemesraan. Memorakporandakan mahligai kebahagiaan kita.

Dua tahun berlalu, kamu meninggalkanku tanpa kata. Tanpa pesan. Kamu gantung diriku tanpa tali, tanpa kepastian. Tak sedikit para bintang ingin menjadikanku rembulannya. Hanya saja, aku masih berharap mentari akan kembali hadir di setiap bangunku. Di waktu-waktu seperti ini.

Ahhhg, aku memang bodoh. Mengharap cinta yang ku tak tahu kebenarannya. Apa yang bisa kuagungkan dari cinta yang kupunya ini? Cinta tanpa tapi yang kumiliki, tak kamu toleh sedikit pun. Kamu tetap saja dengan flamboyanmu, Reyhan.

Harus berapa lama kutunggu penantian yang tak pasti ini? Harus berapa lelaki yang kutundukkan kepala. Pertanda aku masih menunggumu. Aku larut dengan penantian. Aku hanyut dengan pengharapan, akan kehadiranmu, lagi.

Bahkan, rimbamu tak kuketahui sampai saat ini. Aku memang bodoh. Aku memang terlalu naif. Buah cinta kita juga meninggalkanku. Setahun lalu dia pergi. Dia juga tak bisa kupertahankan. Pemiliknya lebih menyayanginya. Mengambilnya kembali. Allah Mahatahu, dia akan lebih bahagia bersama Penciptanya daripada tinggal hanya dengan seorang ibu, tanpa sosok ayah di sisinya.

Empat musim kulalui dengan penuh goncangan. Tidak saja dari dalam diri. Gunjingan orang-orang sekitar membunuh keberanianku. Mereka mengataiku karena menganggapku bodoh.

Apalagi di saat Pak David, manajer tempatku bekerja. Dia baru saja melamarku sepekan yang lalu. Sejak kematian istrinya, dia memilihku untuk dijadikan istrinya. Tapi, malah aku tolak. Dan lagi-lagi alasan bodohku, mengharap dirimu kembali.

Sebelumnya, Rangga. Kakak kelas di saat aku SMA dulu datang ke rumah. Dia juga ingin memperistri diriku. Lelaki yang memiliki usaha kuliner dan memiliki cabang di beberapa kota di Pulau Sumatra. Bujangan yang mapan juga saleh. Rupa yang menawan ternyata tidak merubuhkan kekuatan cintaku. Tak menggoyangkan pendirianku. Tetap menanti dirimu kembali pulang.

Aku yakin, engkau bukanlah lelaki rusak. Lelaki berpenyakit. Tapi, matamu lebih ingin dimanjakan. Kecantikan dan kemolekan mereka lebih kamu perjuangkan daripada cinta suciku ini. Cinta tanpa tapi.

Aku pun tak tahu, bagaimana bisa aku memiliki perasaan sedalam ini. Hanya harapku satu saja. Mencintai satu orang lelaki yang telah menikahiku. Cukup itu. Karena untuk mencintai seseorang yang begitu dalam, sulit untukku. Dan lelaki itu adalah dirimu.

Sebenarnya aku lelah. Cacian, makian, hasutan, nasihat terus kuterima. Semua benar adanya. Apa yang mereka katakan itu tak salah. Namun, aku tak tahu harus bagaimana, menata hatiku kembali tanpa dirimu.

Apakah inilah saatnya, kuakhiri penantian ini. Fahim baru saja datang ke rumah. Masihkah kamu ingat? Fahim yang dulu bergulat denganmu memperjuangkan cintaku.

Buket bunga mawar putih masih ada di sudut meja. Sebatang coklat juga turut melengkapinya. Permintaannya tak muluk-muluk. Dia ingin melanjutkan perjuangannya yang sempat terhenti. Terhalang karena kemenanganmu mendapatkan cintaku. Dan lebih memilihmu.

Kamu tahu, perlakuannya tak ada yang berubah. Masih sama seperti yang dulu. Dan parahnya, ternyata sejak kita menikah, dia tak pernah merajut cinta dengan perempuan lain. Keyakinannya, suatu saat kami akan bersatu.

Kini, haruskah kuterima cintanya yang sempat bungkam? Haruskah kulupakan warna rindu padamu yang makin muram? Reyhan, diammu membunuhku. Di pengujung jingga, lamat-lamat kutahu, Fahim patut untuk diberi kesempatan. Dia patut kuperhitungkan. Tak saja dia, aku juga akan bahagia. Semoga!

Solok, 20 Desember 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa Diksinya menawan.Ceritanya bernutrisi.Keren, dan Sukses selalu.

21 Dec
Balas

Alhamdulillah. Makasih, Pak Pardi.

21 Dec

Dahsyat diksinya sayoong...

21 Dec
Balas

Masih baraja bia sarancak diksi Bunda...

21 Dec

Mantap ceritanya, Bu. Sehat dan sukses selalu.

20 Dec
Balas

Aamiin. Makasih doanya, Bu.

20 Dec

Cantik

21 Dec
Balas

Makasih, Bu.

21 Dec

Terimalah Fahim dan biarkan Reyhan bahagia dengan pilihann hidupnya. Keren sekali ceritanya.

20 Dec
Balas

Makasih, Bu.

20 Dec

Bergelayut dalam diksi yang menyohor hati. Keren DikSay

21 Dec
Balas

Makasih, Mbakku sayaaang.... Mbak cantikku.

21 Dec

Dahsyat.Larut dalam lautan aksara penuh cinta. Dalem banget Uni.Ajariku bikin tulisan kaya gini.

21 Dec
Balas

Saya masih belajar, Teteh. Belajar dari Teteh juga biar memilih diksi indah.

21 Dec

Keren Bu cerpennya. Sukses selalu

20 Dec
Balas

Aamiin. Makasih, Bu.

20 Dec



search

New Post