Uki Lestari

Perempuan kelahiran Sitiung II, 30 Juli 1987 ini adalah anak ke-5 dari tujuh bersaudara. Dibesarkan dari almarhumah ibu yang juga guru, membuat cita-citanya jug...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tatkala Kopi Kita kian Dingin

Tatkala Kopi Kita kian Dingin

Tatkala Kopi Kita kian Dingin

Oleh: Uki Lestari

Riuh desir ombak berkejaran satu sama lain menyapu bibir pantai. Sama halnya dengan pikiran ini, berkelana mengecup rindu pada manisnya kenangan kita. Tak pernah luput di ingatan, apalagi hilang. Selau hadir di setiap kubuka netra ini. Bahkan, kututup pun, ia tak malu mendekat dan melekat di singgasana hati. Memaksaku larut oleh pesona tawamu yang menggoda.

Burung camar sepertinya tak ingin kalah. Memamerkan kelihaian meliuk-liukkan kepaknya. Di atas gemuruh ombak yang bergulung-gulung, mereka menari-nari sembari berbincang bahagia. Bersama-sama tersenyum optimis menyambut pagi, merona jingga.

Sang fajar dengan gagah hadir menyempurnakan indahnya semesta. Bias cahayanya, meluluhlantakkan warna-warna buatan di dinding-dinding rumah tak jauh dari pantai ini. Sungguh tak terkalahkan, suguhan Sang Pencipta benar-benar paripurna.

Di bawah pohon waru, kunikmati di tiap-tiap embusan angin sepoi-sepoi. Perlahan dan mendamaikan. Terpaannya menyapu manja hijab ungu mudaku yang berbunga. Ia dekap lembut tubuhku yang memang gersang akan sentuhan beberapa waktu belakangan.

Rey, aku masih di sini. Selalu setia menunggu kehadiranmu. Menanti tanganku kaugamit erat. Akan kunanti dan kita ulangi, menyusuri bibir pantai ini dengan hangatnya kasih yang tercurah di antara kita.

Seperti yang sudah-sudah, erat jemariku kauremas dan kautumpahkan rindu yang berkali-kali bertumpu pada orang yang sama, perempuan yang beruntung, diriku.

Kita habiskan senja di pantai nirwana ini. Di rumah kecil, namun bagai surga di kala kita habiskan waktu bersama, di sini, berdua. Selalu kunantikan kecupan hangatmu di kening ini. Belaian kasih yang tak pernah jemu kuterima. Rey, kapan lagi?

Tak cukupkah perpisahan ini membuatku merana dalam kerinduan? Tak habiskah penantian ini hingga sepuluh purnama berlalu?Rasa yang menjadikanku remuk redam. Menanggung patahan hati yang kehilangan separuh bagiannya. Rey, kembalilah...

Aku masih di sini, di rumah kita. Menantimu sembari meramu perjumpaan yang begitu kita damba satu sama lain. Aku tahu, kau pun merasakan hal yang sama. Aku akan sabar, Rey, aku akan setia di sini. Menjaga cinta kita.

Tak ada alasanku untuk tidak mengharap kedatanganmu. Tak pula perlu alasan untukku yang selalu mencintaimu. Menyayangimu adalah kebahagiaanku. Rey, ketahuilah, kau jantung hatiku.

Aku yakin, suatu ketika, kita akan bersama lagi. Hujan di bulan ini, menguatkanku akan hadirmu di sisiku. Karena kutahu, sehujan denganmu adalah hal terindah yang ingin kuulangi lagi dan lagi. Yakinlah, masa penantian ini tak pernah habis untukmu.

Aku tak akan pernah lupa, barisan gigimu yang putih. Senyummu yang menawan akan kusimpan dengan rapi dalam sanubari. Setiap waktu yang pernah kita jalani, tak secuil pun yang berani beralih tempat. Tetap sama, kenangan kita.

Aku siap mencintaimu tanpa tapi. Aku juga akan belajar mencintai dengan cinta terbaik. Pada keikhlasan yang mempertemukan kita dan pada kenangan yang tak habis untuk diingat. Melulu aku berucap siap, Rey.

Bahkan, meski malam berganti siang, siang berganti malam, yang bisa kuucap hanyalah selamat malam kerinduan. Pada rembulan yang mengerling indah dan pada bintang dengan sinarnya yang gagah, aku di sini masih menantimu. Reyhan.

Aku tak butuh bintang yang terlalu terang. Cukup selalu ada dan tak pernah padam. Dan cintamu kurasakan layaknya bintang itu. Raga boleh terpisah, namun cinta kita selalu merekah. Aku sadar, jika takdir selalu indah, lantas bagaimana kita belajar untuk selalu sabar?

Aku akan sabar di sini, Rey. Dalam penantian ini. Aku akan berjuang lebih keras lagi. Akan kubuktikan jika aku bisa, aku kuat, aku hebat, dan aku tak terkalahkan sekalipun oleh kepahitan penantian.

Bila rindu itu datang, cukup kuseruput secangkir kopi kesukaanmu. Itu membuatku lebih baik. Bertahan dalam kesepian, dalam penantian panjang menanti kehadiranmu.

Tahukah engkau, Rey, aku sangat rindu. Di saat kopi kita semakin dingin, di saat itu pula percakapan kita semakin hangat. Ah, Rey, semua begitu manis. Apa pun bersamamu, apa pun tentangmu.

Tatkala kopi kita kian dingin, kuharap cinta kita akan senantiasa hangat. Meski yang tahu hanya aku, kamu, dan Tuhan kita. Akan kutunggu masa itu kembali, Rey. Di sini, di rumah kita, bersama.

Solok, 26 Maret 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen keren

26 Mar
Balas

Makasih, Buk Fit sayang.

26 Mar

Selalu keren diksinya...

26 Mar
Balas

Makasih, Buk Eva sayang...

26 Mar

Selalu keren diksinya...

26 Mar
Balas

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

26 Mar
Balas

Makasih, Pak Dede.

26 Mar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

26 Mar
Balas

Wow, ndak tahu mau komentar apa. Keren. Itu saja.

26 Mar
Balas

Makasih, Bu Ranti.

26 Mar

Salam literasi. Sukses selalu.

26 Mar
Balas

Aamiin. Doa yg sama buat Ibu.

26 Mar

Sangat romantis...hanyut

26 Mar
Balas

Makasih, Buk Eel sayang..

26 Mar

Wow...so sweet bun. Semoga penantian kan berakhir bahagia.

26 Mar
Balas

Aamiin. Hehe, makasih, Bu.

26 Mar

Meleleh pasrah...top tenan diksinya...

26 Mar
Balas

Hahahahaa, jangan sampai pasrah, Bu Irma. Hihihi.

26 Mar

Aduh ceritanya bikin meleleh. Syedih, tapi rindu. Iih, kereeen amat sih Bu Uki bikin cerita. Syukaaaa banget.

26 Mar
Balas

Alhamdulillah. Makasih, Bu Nopi cantik.

26 Mar

Meleleh awak mambaconyo. Cerpen yang mantap kok Uki Lestari yang nulis

26 Mar
Balas

Mokasih, Bu Yesi, belahan jiwaku.

26 Mar

Masya Allah, Bu Uki selalu hebat dalam meramu kata.

26 Mar
Balas

Alhamdulillah.. makasih Bu Jur.

26 Mar

Rindumu yg selalu berbusa untuk rey...rey...dan rey...

26 Mar
Balas

Hahhaha. Iya, Bu. Rey...Rey..dan Reyhan. Selalu Reyhan. Hihihi

26 Mar

Romantis dengan caranya...Salam literasi

26 Mar
Balas

Makasih, Bu Okta.

26 Mar

Rey, aku sangat rindu. Di saat kopi kita semakin dingin. Keren . Salam sukses.

26 Mar
Balas

Hehe. Makasih Bu Maemunah.

27 Mar

Mantab ceritanya Bu. salam sukses selalu

26 Mar
Balas

Aamin. Makasih, Bu.

26 Mar



search

New Post