Uki Lestari

Perempuan kelahiran Sitiung II, 30 Juli 1987 ini adalah anak ke-5 dari tujuh bersaudara. Dibesarkan dari almarhumah ibu yang juga guru, membuat cita-citanya jug...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kutunggu Dirimu Bakda Magrib

Kutunggu Dirimu Bakda Magrib

Kutunggu Dirimu Bakda Magrib

Oleh Uki Lestari

Gemericik tirta memecah fajar yang kian mendekat. Subuh kian ranum tatkala surya makin gagah menghadirkan sinarnya. Jingga.

Gunung Talang menjulang tegap dari kejauhan. Sawah-sawah menari terkena embusan angin pagi yang menenangkan. Burung-burung pun berprasangka baik memulai harinya di pagi itu. Mengadu nasib pada pepohonan yang setia tempat mereka singgah dan mengambil makan.

Langit cerah, pesona semesta yang menakjubkan. Membuat siapa saja ingin memeluk pagi, menikmati alam raya yang bersahabat kala itu.

"Yu, apa tidak kerja?" tanya Ibuku yang tengah sibuk menjemur pakaian di jemuran belakang rumah.

"Ya, Bu. Aku mandi dulu," jawabku segera berjalan menuju kamar.

Aku paling senang menghabiskan waktu setelah subuh dengan memandang lukisan semesta alam. Lukisan itu nyata dan begitu indah. Masyaallah.

Tak jarang setelah salat Subuh, aku lebih memilih membuka sliding door kamarku. Pintu itu langsung mengarah ke kolam renang mini di taman belakang. Di balik tembok pembatas, tersuguhkan langit biru dan hijaunya Gunung Talang nun gagah. Oh, betapa kupuja pemandangan ini.

Namaku Riyumi. Dari kecil ibu memanggilku dengan panggilan "Yu". Teman-teman pun ikut memanggilku dengan sebutan itu.

Kata ibu, "Yu" itu adalah perpaduan huruf awal nama ibu dengan nama sahabat terbaiknya. Sahabat yang bagaikan belahan jiwanya.

Aku juga heran, biasanya seorang ibu memberikan nama "sayang" anaknya dengan kesepakatan bersama suaminya. Tapi, ibu kekeh memanggilku dengan panggilan itu. Ayah welcome saja. Aku pun tak masalah. Karena aku juga nyaman dengan panggilan itu. Ada jiwa di sana, ada rohnya. Penyatuan nama yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Sebenarnya aku tak bersemangat untuk bekerja hari ini. Di samping banyak memiliki jam ngajar free, ada seseorang yang membuatku takut. Takut jatuh, takut patah. Hati. Dia seorang guru baru. Namanya, Reyhan.

Reyhan pindahan dari kota tetangga. Dia pindah sebulan yang lalu. Reyhan lelaki yang baik. Kebiasaannya yang taat, membuat para gadis di sekolahku menjadi kepincut.

Bukan sekadar gadis saja, guru senior pun ikut-ikutan meleleh. Bukan untuk dijadikan pendamping hidup, tapi hendak dijadikan menantu. Memang tepat, Reyhan sosok menantu idaman.

Usianya enam tahun di atasku. Memang dengan usianya, dia sudah pantas untuk berkeluarga. Dan menurut gelagat, Reyhan memang sedang menentukan pilihan.

Kebiasaannya shalat Duha di saat jam istirahat, berpengaruh positif pada teman-teman di sekolah. Dengan kebiasaan Reyhan tersebut, banyak guru-guru juga siswa tergugah batinnya. Sejak kehadiran Reyhan, tak sedikit dari mereka ritin melaksanakan shalat Duha di musala sekolah.

Yang membuatku enggan ke sekolah karena perkataan Reyhan dua hari lalu. Antara percaya atau tidak, Reyhan mengucapkan sesuatu yang tak pernah tebersit dalam pikiranku. Reyhan menyukaiku.

"Yu, maukah kamu menjadi pendamping hidupku?"

Pertanyaan itu masih terngiang jelas olehku. Aku pun syok. Mengapa tetiba Reyhan malah memilihku? Bukankah teman-teman lain banyak yang berparas cantik. Tak sedikit juga dari mereka yang jelita bukan main. Sedangkan aku, hanya perempuan biasa. Iya, biasa. Yang kurasa jauh tertinggal dari mereka.

Sejak pernyataan Reyhan itu, aku gugup bila bertemu dengannya. Terbalik, dia sepertinya bersungguh-sungguh. Sepertinya dia benar-benar menunggu jawaban dariku.

Seminggu, dua minggu, kudiamkan. Di setiap sujudku, aku selalu mengharap rida Allah. Aku ingin semua yang kulalui karena campur tangan Allah. Ibu dan ayah juga sudah kuberi tahu. Mereka merestui. Lagian di usiaku yang menginjak 23 tahun ini dianggap sangat pantas untuk segera berumah tangga.

Di saat bel berbunyi pertanda jam belajar usai, aku pun membereskan alat tulisku di meja. Menyusun buku latihan para murid. Ternyata, Reyhan berdiri di depan mejaku. Sambil memangku tangan ke dadanya dia memandang dan menunggu.

"Bagaimana, Bu Riyumi? Akankah penantianku terjawab kali ini?" Reyhan memulai obrolan sambil tersenyum genit.

Teman guru di ruangan tersebut terlihat berbisik-bisik. Ada di antara mereka melongo, kaget, mengerutkan dahi, dan ada juga yang tersenyum simpul. Seolah mereka sangat ingin tahu ada apa antara aku dengan Reyhan.

Melihat tingkah mereka, aku sedikit geli dan tidak nyaman. Aku pun meminta izin pada Reyhan agar berbicara di taman sekolah di samping parkiran. Dengan semangat Reyhan setuju. Aku berlalu. Reyhan pun membuntuti.

"Yu, apakah kamu mau menjadi kekasih halalku? Aku ingin melingkarkan kebahagiaan di jari manismu. Aku ingin mejadikanmu ibu dari anak-anakku," terang Reyhan.

"Rey, banyak doa yang kutujukan pada Sang Pencipta. Banyak kaduan yang kukadukan pada-Nya. Tentangmu, tentang akhlakmu, tentang kesalihanmu, dan tentunya tentang keinginanmu memperistriku. Jika memang kamu bersungguh-sungguh ingin memilikiku karena Allah, datanglah ke rumah. Ibu dan ayahku menunggu kesungguhanmu," jawabku.

Tanpa disangka, tetiba Reyhan memekik bertahmid. Tak dia hiraukan reaksi orang-orang sekeliling yang menatap kami.

"Alhamdulillah yaa Rabbi... Aku diterima oleh pujaan hati..." ucapnya keras membahana.

Mukaku memerah. Malu karena warga sekolah mulai ramai menyaksikan kebahagiaan Reyhan, eh kebahagiaan kami. Hehe.

Tepuk riuh pun menggema di taman sekolah. Tak kuhiraukan lagi dahi-dahi mengernyit tadi. Tak kuacuhkan lagi jiwa-jiwa yang pupus karena Reyhan memilihku. Reyhan ingin memilikiku karena Penciptaku juga Penciptanya.

Reyhan pun pamit. Dengan semangat setengah berlari dia menuju mobilnya. Ingin menjemput orang tuanya meminangku segera.

Dan kini, baru kusadari. Tak butuh alasan untuk mencintai. Mencintai karena Allah cukup sebagai alasanmu mencintaiku.

"Reyhan, kutunggu dirimu dan orang tuamu di istana kecilku bakda magrib nanti."

Solok, 5 Januari 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen yang indah. Happy ending. Saya suka, saya suka.

05 Jan
Balas

Makasih, Bu Mas. Hihihi

05 Jan

Wow..keren sekali diksinya...alurnya mantap kali...hebat

05 Jan
Balas

Qodarullah. Alhamdulillah. Makasih, Buk Eva sayang...

05 Jan

Happy end.. Keren bunda.. Barokalloh

05 Jan
Balas

Hehehe... Iya, Bun. Happy ending sekali-kali. Hihihi.

05 Jan

Wabarakallahu fiik, Bund.

05 Jan

Mantaaap.. Keren bund.. Bahagiaannyyyaaa....

06 Jan
Balas

Ho oh, happy ending, Bu Tri.

06 Jan

Haha, Rehan...

05 Jan
Balas

Hahahhaha.. Reyhaaaan, datanglaaah....

05 Jan

Jossss. Mantap Mbak Uki.

06 Jan
Balas

Joss, makasih, Bu Irma.

06 Jan

Mantap bana cetpen sanak ko, rasonyo merasakan alur caritonyo. Kereennnnnn

05 Jan
Balas

Uuuhhhhh...syukaaaak!!! Hahahahaha. Alum sakeren sank lai do. Hihi

05 Jan

Baper aku membacanya, Dek. Keren bangedd

05 Jan
Balas

Makasih Mbakku yang syantiiik.

05 Jan

Wow keren. Ikutan ah. Salam cantik selalu.

06 Jan
Balas

Makasih, Bu Nur. Saam cantik kembali. Hihi

06 Jan

Keren

05 Jan
Balas

Makasih, Bu.

06 Jan



search

New Post