Separuh Jiwaku Pergi
Separuh Jiwaku Pergi
Oleh Uki Lestari
Rintik rahmat Yang Mahakuasa hadir malam tadi. Seakan tak ingin hilang begitu saja, bulir-bulirnya masih bertengger di dedaunan belakang rumah. Ia belum sepenuhnya pergi. Sesekali hadir menyapa fajar yang beku. Makin membulatkan hasrat untuk bergumul dengan bantal dan selimut.
Tak butuh beberapa menit, netraku kembali terjaga. Ingin memeluk sunyi sepertiga malam terakhir. Di bawah ampunan-Nya. Mendekati-Nya dengan sujud demi sujud. Mengharap kasih-Nya, berteman tetes-tetes penyesalan akan dosa, akan kekhilafan.
Udara pun juga setuju. Mencipta awal hari yang menggigil. Layaknya rindu ini, begitu parau memanggil dirimu. Ingin memaniku yang meratapi kesendirian di sini. Di rumah ini, gubuk kita. Saksi bisu tempat kita memadu kasih.
Entah berapa musim lagi kunantikan kehadiranmu di sini. Rasanya, sudah terlalu sering kemarau memakan korban padi-padi di desa ini. Tanah kering kerontang. Pekikan pohon-pohon meronta meminta penghidupan.
Sebenarnya mereka jengah dengan keegoisan mereka satu sama lain. Berebut sumber kehidupan di dalam tanah tandus. Berburu hara yang juga hendak pasrah karena tak terpenuhi kebutuhannya. Apa hendak dikata, terpaksa demi menyambung hidup.
Aku juga tak ingat persis, seberapa kali hujan datang silih berganti. Membenamkan rindu yang kian kelu. Apalagi, musim ini adalah musim kita. Tatkala perjumpaan itu mempertemukan kita. Aku dan dirimu, bergelut kasih di bawah rintik hujan sore itu.
Ahhh, terlalu sulit kulupakan kenangan manis itu. Aku juga tak mampu mengenang pahit getirnya perpisahan kita. Meregang tali cinta yang lagi hangat-hangatnya. Terputus oleh keadaan yang meminta saling memahami antara kita.
Lumbung padi tak lagi berisi. Bekal yang biasanya cukup untuk musim panen ke depan, kini tak lagi bisa diharapkan. Krisis benar-benar menghentakkan perekonomian kita. Usaha yang kita bina bersama pun terpaksa gulung tikar.
Aku mencoba tegar, meski harus terpental dari sisimu beribu-ribu kilo meter. Selat Sunda, saksi bisu pemisah kita. Menghuni pulau yang berbeda, tak menyurutkan rasa setiaku padamu.
Apalah arti berbeda pulau. Jika Pulau Sumatra dan Pulau Jawa mampu menanggung kami yang berkalang rindu, mengapa kami tak mampu menahannya? Ahh, aku rasa aku bisa. Semoga begitu halnya dengan Reyhan.
"Dik, maafkan aku. Aku harus pergi. Berpisah beberapa waktu ke depan. Doakan aku, bila aku sudah memperoleh rezeki yang lumayan, aku akan menjemputmu. Kita merantau bersama." Tak pernah luput dalam ingatanku pesan terakhirmu, Reyhan.
Kusangka, beberapa waktu itu paling tidak sebulan, dua bulan, atau hanya tiga bulan. Namun, sampai kini hampir setengah dekade batang hidungmu tak lagi kutemukan. Engkau hilang bagai ditelan bumi. Kabar pun tak kauberikan. Aku merana di singgasana kebimbangan.
Bimbangku tetiba terjawab sudah. Kemarin, tak sengaja kita kembali bersemuka. Aku yang tengah berjalan menjumpai dirimu dengan seseorang. Dia tak asing bagiku, orang terdekatku, sahabatku, Mariani.
Kaugamit tangannya mesra. Senyum yang kalian pertontonkan begitu hangat. Hingga darah ini bergejolak membara. Tak tahu apa yang harus kuperbuat. Aku luluh lantak.
Hanya netraku yang terasa kian memanas. Tanpa kuperintah, ia basah, mengalirkan duka lara. Membuncahkan jiwa juga pikiran. Hatiku terkoyak, lukaku menganga. Yaa Allah, kuatkah aku?
Kalian terkejut di saat pertemuan itu. Setelah kau meminta izin padanya, kaudekati aku. Mencoba menjelaskan sesuatu yang malah menambah dadaku makin sesak. Aku hanya diam, tapi tidak dengan yang mengalir di pipiku. Mereka mengalir sejadi-jadinya.
Kudengar segala penjelasanmu yang tidak masuk akal. Yang membuat aku geram, tapi kekuatanku seolah luput. Aku hanya bisa mematung. Untungnya aku masih bisa berdiri tegap di depan pecundang sepertimu.
Setelah kaupuas berkilah, memaparkan segala dustamu, aku berlalu. Tanpa kata, tak menjawab satu kata pun. Separau senja, tertatih kutepiskan sakit warna luka. Kenangan bersamamu hadir tanpa kuinginkan.
Jika saja hati itu di luar ragaku, ingin kuhapus cinta yang kuagungkan untukmu. Rindu purna yang selalu kuelu-elukan, ternyata harus berakhir nestapa. Penantianku sia-sia.
Kini, kureka ulang perjumpaan kita. Kususuri kenangan demi kenangan. Kuramu hasrat dalam segelas warna rindu yang megah. Perlahan, kuhapus. Kututup tabir kisah cintaku yang sirna. Engkau, membunuhnya membabi buta.
Lantas, apa yang hendak kujelaskan pada semesta, bila rinduku kian purba? Oh Tuhan, separuh jiwaku kini telah pergi. Kuatkan aku berdiri meski hanya dengan satu kaki; senyap.
Solok, 18 Januari 2021
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap bana diksi bu Uki....terlena kita bacanya.
Makasih, Bu.
Rancak bana
Hihihi. Makasih, Kakcan.
Masyaallah indah nian diksi kak Uki ... menulis dengan hati dan ilmu yang tinggi. Baarakallah kk
Hadzaminfadli rabbi, Bu. Wabarakallah, Bu.
Diksi yang membuat hanyut, mewek ambo deknyo. Keren bana sanak memilih untaian kata. Hanya satu kata, kerreeeennnnn
Belum sekeren Sanak lai do..
Bertanggung jawablah dengan air mata yg mengalir deras,membaca diksimu yg membahana.Seolah akulah orangnya...
ceraita yang kere diulas diksi yang keren puala..... salam sukses
mantab sekali ceritanya Bu. kisahnya ini cinta bertepuk sebelah tangan?
Bukan, tapi penghianatan cinta suami pada istrinya yang setia, Bu.
Keren bu. Salam kenal yaaa
Makasih, Bu. Salam kenal juga...
Ma syaa Alloh bu...indah sekali...salam kenal...salam literasi
Makasih, Bu. Salam kenal jjuga, Bu. Salam literasi.
Ma syaa Alloh...indah sekali...salam kenal bu
Terhanyut rasaku membaca rangkaian kalimat dalam tulisan ini... Keren sekali... Izin follow lagi ya Bu, setelah akunku yang lama raib entah kemana. ..
Makasih, Bu. Silakan, Bu.