SUDAH CUKUPKAH BEKALMU?
SUDAH CUKUPKAH BEKALMU?
Oleh Uki Lestari
Setiap manusia pasti memiliki keluarga. Paling tidak orang tua yang melahirkannya. Ada pula yang memiliki saudara yang banyak atau malah menjadi anak semata wayang. Semua dikumpulkan dalam satu ruang yaitu rumah.
Rumah sejatinya adalah tempat yang paling nyaman untuk dinaungi. Meski beratapkan daun enau berdinding pelupuh, bila yang di dalamnya orang-orang yang tak menunggu kaya untuk bersyukur, niscaya mereka akan tetap berbahagia.
Kesibukan setiap orang pun berbeda-beda. Ada yang mencari nafkah sekadar untuk pengganjal perut dalam sehari. Ada pula yang bekerja tak saja untuk makan, tapi juga untuk membangun istana dan memiliki sebongkah berlian. Tergantung tujuan dan kemampuannya masing-masing.
Namun, di akhir kesibukannya tersebut dalam bertebaran di muka bumi ini untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka semua akan kembali, pulang ke rumah masing-masing. Di samping bekerja, setiap orang juga akan beristirahat dan berkumpul kembali bersama keluarga.
Salah satu penyemangat seseorang untuk pulang adalah disambut oleh keluarga dengan sukacita. Ia akan senantiasa bahagia saat kembali berkumpul dengan orang-orang tercinta di rumah.
Padatnya rutinitas, panjangnya perjalanan, dan lelahnya aktivitas seketika sirna saat senyuman manis dan ceria menyambutnya di pintu rumah. Pelukan demi pelukan akan meluruhkan kepenatan di tubuh.
Apalagi jika dikaruniai istri yang bila dipandang akan menyejukkan mata dan melelehkan penat di badan. Anak-anak yang ceria berlari bersemangat merangkul di saat bunyi kendaraan yang baru saja menderu di teras rumah. Semakin lengkap kebahagiaan dan pupus sudah lelah yang dirasakan.
Secangkir kopi panas dan sepasang senyum terbaik juga dipersiapkan dalam penyambutan pulang. Maka, tak heran bila seorang suami atau ayah kadang buru-buru pulang ke rumah. Bahkan, buah tangan tak lupa dia persiapkan agar senyum-senyum tulus tersebut semakin merekah menambah kehangatan.
Sejatinya untuk bahagia itu tidaklah rumit. Membuat orang lain bahagia niscaya kita akan jauh lebih bahagia. Percaya atau tidak, buktikan.
Di atas adalah sekelumit keseharian di dunia, yang kita lalui dari gari ke hari. Lau, mari kita bawa arti "pulang" ini pada pulang yang sesungguhnya. Pulang ke kampung akhirat.
Dapatkah kita serindu itu untuk pulang ke kehidupan baka tersebut? Sudahkah kita buru-buru ingin pulang bertemu Allah yang kita sayangi? Merindu sambutan hangat-Nya di pintu surga? Merindu jamuan-jamuan surga yang tak dapat dibayangkan karena kedahsyatannya?
Lantas, sudahkah kita persiapkan bekal untuk "pulang" tersebut? Bekal yang membuat Allah tersenyum dan merindu hamba-Nya untuk masuk ke surga?
Namun aneh. Kebanyakan kita enggan untuk membekali diri untuk pulang tersebut. Malah takut. Tak sedikit dari kita lebih menikmati hidup yang sama-sama kita tahu cuma sebentar layaknya tempat numpang minum dalam sebuah perjalanan. Namun, karena cinta akan dunia yang begitu besar, kita lalai.
Kita lupa, sejatinya yang seharusnya dipersiapkan itu adalah bekal pulang ke akhirat, bukan hanyut oleh dunia yang hanya sebagai tempat bersenda gurau belaka.
Wahai diri, persiapkan dirimu untuk pulang...
Penyesalan itu tak pernah datang di awal. Apakah tak kau sesali nantinya, saat mengetahui bekalmu tak cukup menyongsong perjalanan yang begitu jauh? Untuk bekal engkau ke kehidupanmu yang tak pernah mati lagi? Apakah engkau tak takut dan khawatir, bila perbekalan amalmu sedikit di saat waktumu telah habis?
Ketahuilah wahai diri, perjalanan ke surga itu sangatlah panjang. Kita perlu banyak bekal untuk menuju ke sana. Dan bekal itu hanya bisa kita kumpulkan di alam kita hidup saat ini, di dunia.
Wahai diri, jangan sia-siakan umurmu yang singkat untuk sesuatu yang kekal. Jangan sampai saat di pintu akhirat, bukan senyum Allah yang engkau lihat, bukan rindu Allah yang engkau dapat, tapi malah murka Allah yang kau peroleh.
Wahai diri, jangan terlena oleh dunia fana ini. Bekali diri sedini mungkin. Terlambat? Tidak ada kata terlambat bagi Allah. Mulai kini, menit ini, detik ini, mari bersama-sama bekali diri dengan bekal amal yang mampu membahagiakan kita kelak.
Tidakkah kau harap sambutan, senyum, pelukan Allah yang menanti kita dengan rindu yang paripurna ? Laa tahzan, inallaha maana. Mulailah dari sekarang. Allah Maha Melihat lagi Mendengar. Tekadkan! Manjadda wajada. Bersungguh-sungguhlah, maka kau akan mendapat!
Solok, 16 September 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Tulisan yang menyentil. Sebuah muhasabah untuk diri ini bu uki. Terima kasih telah mengingatkan.
Sama, Bu. Untuk saya juga.
Termenung saia
Sama...
TOP menginspirasi..
Makasih, Bu Irma, Bu De-nya Atan...
Keren bu uki..bekal mesti disiapkan untuk perjalanan panjanh ini
Iya, Bu... Makasih, Bu.
Koreksi diri, bekal awak ndk adoh. Mewek...huuhuuu
Iya, muhasabah diri. Hiks...
Muhasabah untuk kita. Terima kasih Bu Uki. Sangat bermanfaat.
Sama-sama, Bu...