#Tantangangurusiana ke-2 GAMANG
GAMANG
Oleh Uki Lestari
Selasa merupakan hari senggang bagi saya. Di saat itu, guru mata pelajaran masuk ke kelas yang saya ampu. Dimulai dari setelah istirahat pertama hingga jam sekolah usai.
Rencana yang dipersiapkan dari semalam, saya rasa tepat direalisasikan hari ini. Yaitu, berkunjung ke sekolah salah satu teman. Ada suatu hal yang harus saya selesaikan dengannya. Sekolah teman saya tersebut satu kecamatan dengan sekolah saya dahulu.
Iya, dua tahun lalu saya mengajar di kaki Gunung Talang. Selama enam tahun saya mengabdi di sana. Dari Februari 2012 sampai dengan Maret 2018. Menempuh jalan mendaki, berliku, sempit, dan tak jarang menjumpai pengguna jalan yang terkadang seenaknya memakai jalan.
Entah mengapa, tak bisa dimungkiri, saya gamang. Gamang untuk bertandang ke sana. Sudah beberapa bulan jalan itu tidak saya tempuh. Saat keadaan yang _emergency_ seperti ini, mau tidak mau, harus saya kunjungi.
Setelah menelpon suami memastikan izin darinya, saya pun mantap berangkat. Teman yang ingin saya kunjungi tersebut juga telah dikonfirmasi atas niat saya tersebut.
Saya pun berangkat, diawali bacaan basmalah, saya mulai melajukan motor Scoopy coklat dengan gugup. Namun, saya pun memantapkan hati. Semua saya serahkan kepada Allah, Dzat yang Maha Melindungi.
Dalam perjalanan, selalu saya bertasbih kepada-Nya. Entah mengapa, jalan ini telah asing bagi saya. Padahal, selama enam tahun saya menempuh jalan ini. Ia juga saksi bisu pengabdian saya di sekolah yang terletak di kaki gunung yang memiliki danau di puncaknya tersebut.
Meter demi meter, kilo demi kilo, jalan saya lewati. Saat berpapasan dengan lawan, saya memperlambat laju sepeda motor. Saya lebih hati-hati kali ini. 50 km/jam kecepatan yang mampu saya pakai, tidak lebih. Tak seperti dulu, dengan kecepatan 60 km/jm bahkan 90 km/jam dengan santai saya laju tanpa ragu.
Cuaca pun berganti. Hawa sejuk dataran tinggi mulai menyelimuti tubuh ini. Pemandangan indah membentang di kiri kanan jalan. Sesekali, saya pun tak dapat menahan godaan untuk tidak menikmatinya.
Dengan kecepatan sedang, saya dapat menikmati setiap suguhan alam nun indah. Deretan kebun bawang, lobak, wortel, tomat, dan sebagainya menghiasi di setiap sisi tepi jalan.
Bau khas daerah pegunungan pun tercium. Tanah basah dan unggukan karung juga tak mau kalah memberikan pesona lereng gunung yang indah dan asri.
Dua daerah sudah saya lewati. Hawa dingin mulai membuat tubuh ini gemetar. Saya pun kembali ke kenangan saat mengarungi jalan ini. Jaket adalah perlengkapan wajib setiap harinya. Dan saat ini, saya tidak memakainya, sehingga angin dingin langsung masuk ke tubuh melalui serat blazer yang saya pakai.
Semakin dekat dengan tempat tujuan, semakin lambat saya laju kendaraan. Jalannya ternyata makin parah. Retakan jalan di tepi jalan terlihat di beberapa titik. Longsoran tanah juga tak sedikit saya temui. Semua itu karena gerusan air yang deras dari sungai kecil si pinggirnya. Lubang-lubang pun banyak berserakan di tengah atau pun tepi jalan. Membuat diri ini makin gamang.
Tak berhenti di situ, jalan licin pun harus membuat pemakai jalan lebih berhati-hati. Rinai yang berjatuhan, melengkapi kebakuan di tubuh ini.
Namun, semua terasa tiada arti. Setelah saya lihat dari kejauhan, atap sekolah teman saya tersebut. "Alhamdulillah, sudah dekat," batin saya. Tak beberapa menit kemudian saya pun sampai.
Belum turun dari motor, saya lihat teman saya tersebut menyambut dengan senyuman manis. Tak saja senyuman, ia pun mendekati penuh semangat. Memeluk hangat. Kami pun berbincang akrab, tentang maksud dan tujuan saya ke sana.
Setelah pembahasan itu selesai, saya pun melepas kangen pada teman lain di sekolah itu. Ada beberapa yang saya kenal dekat. Kami pun berswafoto dengan hangat dan akrab. Tak lupa meminta tolong pada siswa yang sedang istirahat untuk mengabadikan kenangan indah kami tersebut.
Gamang yang saya rasakan di awal tadi seakan terbang bersama angin yang berembus di kaki Gunung Talang. Saya pulang dengan membawa hati hangat penuh semangat. Kerinduan pada daerah ini terasa terobati. Kenangan indah pun terukir lagi di negeri dingin tanpa salju tersebut.
Satu hal saja yang tak dapat saya temukan di sana. Berbincang hangat dengan segelas kopi, mungkin mampu membuat rindu dan cinta ini makin menggebu. Sayangnya, kopi hitam tersebut tak mau beranjak dari peraduannya yang beku di sudut ruangan itu.
Solok, 29 Januari 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Salut bu,tulisan dan perjuangannya
Alhamdulillah, Bu trigina..terima.kaaih, Bu.
Mantap uki... Ditunggu cerita lainnya.. Santiang pake bangeet uki jd penulis..
Alhamdulillah. Tarimo kasih Uni Sayang. Insyaallah Ni.