ulik susanti

Nama saya Ulik Susanti, lahir di Magelang pada tanggal 04 Februari 1971. Riwayat Pendidikan: MI Ma'arif Bulurejo lulus th. 1983, MTs Negeri Kota Magelang lulus ...

Selengkapnya
Navigasi Web
CINTA DALAM DIAM

CINTA DALAM DIAM

“Bagaimana mungkin hatiku tak senang?” kataku siang itu ketika Ratri menceritakan perasaannya kepada Regan. Saat itu kami sedang bersama minum es dawet di pinggir lapangan. Tempat mangkal kami setelah latihan Pramuka. Hari ini hanya kami berdua yang berangkat latihan. Biasanya kami berempat aku, Ratri, Andini, dan Regan. Namun Andini kurang aktif ikut latihan gabungan kegiatan Wanabakti karena berbenturan dengan jadwal mudik. Seperti sekarang ini Andini pulang kampung dan Regan masih sakit. Ingatanku melayang ke masa dua tahun silam saat perjalanan cinta Regan kepadaku. Saat ini perpisahan sudah di depan mata, untuk berjuang mencari masa depan.

Siang yang amat terik di alun-alun kota, membuat kerongkongan ini seperti terbakar. Dibawah pohon petai cina yang sangat tua, rimbunnya daun mampu membuai kami ke alam kantuk, ditingkahi dengan semerbaknya wangi segar bunga petai cina. Membuat kami betah duduk bersila menghabiskan sisa waktu istirahat. Ku lihat dari pagi Ratri gelisah, seperti ada sesuatu yang akan disampaikan.

“Ada apa sih Rat dari tadi gelisah?” tanyaku sambil menyeruput sisa es dawet, hingga terdengar srott... srott. Sekilas Ratri melirik ke gelasku yang sudah kandas isinya, tinggal beberapa butir bongkahan es. Dan aku masih bersrot srot ria.

“Aku mau minta tolong kamu, tapi hanya kau yang tahu ya?” Ratri agak ragu memandangku.

“Apa sih Rat? Serius amat?” tanyaku penasaran.

Ratri diam beberapa saat, memandangku tajam. Sepertinya ragu mau ngomong. Aku balik natap Ratri meyakinkan kalau aku bisa jadi teman yang baik. Ku lihat dia semakin risau, di aduknya dawet yang tinggal separo itu dengan kencang. Mungkin Ratri bingung seperti dawet yang di kacaukannya. Aku pegang tangan Ratri.

“Kalau kamu ragu nggak usah cerita, kita latihan saja. Yuk lekas gabung mereka?” kataku sambil berdiri untuk segera ke tengah lapangan. Tiba-tiba tanganku di tarik untuk duduk kembali.

“Jangan pergi! Aku mau ngomong. Tapi aku di kasih jalan keluarnya.” Akhirnya Ratri buka suara.

“Aku cinta Regan. Tolong bagaimana caranya biar dia tahu perasaanku.” Ratri menundukkan kepalanya. Malu. Aku kaget, mau bilang apa. Aku belum pernah nembak duluan. Terdengar dari tengah lapangan anak-anak berteriak melambaikan tangan kalau latihan segera dimulai.

“Kamu disini dulu, aku ijin kalau nemenin kamu yang lagi nggak enak badan.” Segera aku berlari ketengah lapangan. Sebenarnya nggak cuma untuk ijin saja, tapi berfikir mau bilang apa.

Dengan terengah aku sudah dihadapan Ratri. Aku tatap dia dengan rasa penuh keblo’onan. Ratri tertunduk dan masih nguber-uber dawet dalam gelas.

“Kamu japri saja Rat.” Tanyaku lugu. Tidak ingat kalau Ratri keluaran pesantren, bahkan sejak SD dia sudah nyantri. Baru di SMA ini dia tidak nyantri, tapi sekolah di madrasah. Sekolah kami siswa dan siswi terpisah gedungnya. Kita bisa bertemu bila kegiatan gabungan dengan sekolah lain.

“Malu, mosok aku dulu yang nembak?” Aku berpikir keras, bagaimana jalan keluar dari masalah ini. Heran juga aku kenapa Regan nggak pernah ada perhatian sama Ratri. Kurang apa dia, cantik, pintar, alim, anak orang kaya lagi.

“Gini, nanti pulang latihan kita ke kostnya Regan. Kau bawain jeruk atau bunga.”

“Kamu tahu kostnya dia?” tanya Ratri antusias.

“Daerahnya tahu, tapi tepatnya belom. Gampang nanti nanya. Ok?” aku pandangi Ratri dengan semangat. Ada senyum tipis dibalik wajahnya yang malu.

“Tapi bagaimana dengan Regan?” Ratri masih ragu.

“Pikir nanti aja. Niat kita baik nengok temen sakit neng. Aku ijin pulang sekarang, ngantar kamu pulang. Nanti kalo kesiangan pulang aku kena marah emakku,” aku pun berlari ketengah lapangan. Menyampaikan maksud dan tujuanku untuk mengantar Ratri pulang.

“Yes. Yok berangkat.” Pura-pura aku membawakan ranselnya Ratri menuju tempat angkutan kota. Dalam perjalanan aku menyusun rencana.

“Rat, nanti kalo dah ketemu. Aku pulang duluan ya? Kau berdua ngobrol sama Regan. Ngobrol aja dulu.”

“Nggak mau, aku malu.”

“Terus aku yang nembakkan gitu?” tanyaku melotot. “Ah... bagaimana nanti saja lah, aku juga nggak tahu.” Aku bingung sendiri. Kami pun sampai di tujuan daerah kostnya Regan. Baru mau menanyakan di warung, aku lihat Regan sedang membeli minuman.

“Reg! Katanya sakit, kok kluyuran?” tanyaku asal nyeplos.

“Aku haus, minumku habis. Nggak ada yang dimintai tolong, anak-anak pada pergi. Kalian ke sini ada apa?” tanya Regan heran.

“Ini ngantar Ratri, dia ngawatirin kamu,” kataku sambil nyikut Ratri yang sedari tadi menunduk, diam. Wajahnya memerah. Regan tampak salah tingkah.

“Em... masak sih, yok duduk disana?” ajak Regan. Dia berjalan menuju bangku bambu dibawah pohon talok. Kami ngobrol ngalor ngidul tak karuan, sambil nyindir perasaan Ratri. Ratrinya hanya diam, sesekali tersenyum mendengar pembicaraan kami.

“Reg aku kebelet. Boleh numpang ke toilet?”

“Tuh kesana. Dibelakang ruang dapur. Tapi maaf kotor, cowok semua penghuni sini.” Aku berdiri sambil mengedipkan mata ke arah Ratri. Ratri membalas dengan melotot.

“Aku nitip Ratri ya sebentar.” Aku pun berlalu dari hadapan mereka berdua. Sekilas aku lihat Ratri semakin menunduk demikian juga dengan Regan. Mereka berdua terdiam. Sampai aku kembali lagi, posisinya dan wajah mereka tak berubah.

“Ada apa dengan kalian? Habis berantem? Kok pada diem?” tanyaku nyerocos. Mereka berdua kompak memandangku dan melototi aku. Geli juga sebenarnya melihat mereka. “Ada apa sih?” tanyaku lagi pada mereka. “Aku pulang duluan ya? aku bocor nggak bawa rotinya,” kataku jujur.

“Aku ikut pulang.” Pinta Ratri. Kami akhirnya berpamitan. Baru sampai sini usahaku untuk membuatkan jalan cinta Ratri. Karena bisa ketemu Regan paling tidak masih tujuh hari lagi.***

Minggu pagi yang cerah, secerah hatiku menyambut amanahku sebagai mak comblang. Anak-anak dari beberapa SMA di kotaku sudah banyak yang hadir. Aku cari Andini, Ratri, dan Regan di antara gerombolan teman coklat-coklat. Tidak ada satupun aku lihat mereka disana.

“Cik! Cika!” dari arah belakang ku lihat Antok tetangga Ratri menghampiriku.

“Ada apa?” tanyaku kemudian.

“Ratri sakit panas, ijin hari ini?” kata Antok sambil menyerahkan amplop berisi surat ijin. Kebetulan Regan sudah berdiri disampingku. “Dah ya, aku kesana. Itu upacara hampir dimulai,” kata Antok meninggalkan kami.

“Ma kasih Tok infonya,” tanganku melambai ke arah Antok meskipun ia sudah tidak melihatnya. Aku pandangi Regan. “Reg, nanti tengok Ratri ya? Aku ditemenin.” Regan hanya diam, namun sorot matanya tajam, seperti marah.

“Bud! Tolong, aku belum tahu rumahnya, lagian jauh. Dari sini susah angkotnya,” Aku pasang wajah memelas agar Regan mau mengantar.

“Sama Andini kan bisa Cik,” Elak Regan masih dengan marah.

“Biasanya kan dia nggak mau kalo diajak. Kamu tahu sendiri kan?”

“Ya. Tapi dengan syarat kita jalan kaki sampai diperempatan pertama, baru nanti naik angkot.” Katanya ketus sambil berjalan ke tengah lapangan.

“Gila Reg, jauh tauk. Aku nanti yang bayarin kamu deh.”

“Kalo mau kita jalan. Kalo nggak mau ya sana berangkat sendiri.” Regan menawarkan pilihan, sambil berjalan menuju baisan upacara dengan cepat dan masih dengan marah.

“Ya, terserahlah. Nanti kita ijin pulang awal?” tanyaku dengan senang. Terbayang rencanaku jadi mak comblang bakalan sukses.

“Nggak usah. Kemarin kamu kan dah ijin. Nggak malu sekarang ijin lagi?” tanyanya sambil memandang lekat ke arahku dengan senyumnya yang menggetarkan hati. Aku tepis perasaanku, mungkin aku halu saja. Akhirnya latihan pun usai agak awal, karena ada persiapan untuk mengikuti Gerak Jalan 45 km.

Kami berjalan beriring dibawah rimbunnya pohon mahoni yang berjejer sepanjang trotoar. Rimbunnya daun mahoni mampu menaungi kami dari teriknya matahari di musim kemarau. Kami ngobrol ngacau, sesekali kami tertawa lepas, tak ada beban dan tak ada rasa curiga sama sekali.

“Cik tunggu sini, aku beli minuman dulu ya,” dia berlari ke seberang jalan, aku duduk di pinggir trotoar. Dengan cepat Regan sudah duduk dibibir got dihadapanku, menyerahkan sebotol minuman dingin yang telah dibuka tutupnya.

Segera aku tenggak isi botol itu, tak sadar bila sedari tadi Regan menatapku. Aku balas menatapnya. “Ada apa Reg? Salah cara aku minum ini?” tanyaku asal. Regan tak berkedip, menatapku tajam namun lembut, seperti tadi saat di lapangan.

“Iya kamu salah. Kamu salah karena kamu nyomblangi Ratri untukku. Padahal aku sejak pertama lihat kamu, di hatiku sudah ada rasa sayang Cik.” Regan mendekat, tatapannya masih lekat. Di raihnya tanganku, di genggam erat. Aku nggak tahu, yang bisa aku lakukan hanya melepaskan genggaman tangan Regan. Aku bingung tapi senang.

“Ratri Reg?” hanya kata itu yang meluncur dari mulutku. “Dia suka kamu, dia jauh lebih segalanya dari aku.” Aku tertunduk nggak berani menatap mata Regan. “Dia lebih dewasa juga.” Lidahku kelu, semua perbendaharaan kataku seakan hilang. Aku yang ceplas ceplos asal ngomong sekarang beku.

“Aku suka kamu apa adanya. Kau tahu aku tidak pernah main-main, aku serius Cik.” Tatapan Regan semakin membuai, melambungkan segala mimpi indah. Betapa tidak senang, Regan adalah cowok ganteng, pendiam yang di gandrungi cewek di sekolahku. Jangan ditanya soal prestasinya. “Sekarang dia menyatakan cinta padaku. Mimpikah aku? bagaimana dengan Ratri?” gulatan batin menyebabkan aku bengong.

“Heh! Kamu kesambet Cik? Bengong gitu,” Regan menyipratkan air ke wajahku.

“Nggak, tapi itu tak mungkin. Aku nggak bisa.”

“Kenapa?” tanyanya menarik tanganku lagi.

“Aku itu siapa? Bagaimana nama kamu kalo mereka tahu kamu suka aku? kau idola mereka?”

“Dengar, aku mau masuk di Pramuka ini, karena ada kamu. Jadwal latihan basket aku ganti demi bisa ketemu kamu. Aku berusaha untuk bisa ketemu kamu di sekolah. Aku selalu berharap kamu akan datang di turnamenku, tapi nggak pernah menjadi kenyataan. Makanya aku ndeketin kamu di Pramuka. Tapi kamu tetep cuek, sekarang justru kamu nyomblangi Ratri.” Regan bicara banyak, aku hanya bisa meng-iyakan. Sebenarnya ingin juga hadir di turnamen basket, tapi untuk apa?

Aku termangu, tak terasa butir air mata mulai merembes. Aku nggak mau larut. “Yok jalan lagi,” aku menarik tanganku, berdiri melanjutkan perjalanan ke rumah Ratri.

“Jawab dulu Cik.” Semakin erat tangan Regan menggenggam tanganku. Dengan berat aku gelengkan kepalaku, aku tertunduk menangis.

“Oke. Aku tidak memaksa. Tapi aku akan menunggumu dan membuktikan aku sungguh-sungguh menyayangi mu Cik.”

“Lepaskan Reg,” Aku berusaha melepaskan genggamannya, namun sia-sia.

“Aku akan lepaskan, tapi lihat kesungguhanku. Lihat Cik!” Aku mendongakkan kepalaku, menatap Regan dan untuk yang kesekian kalinya Regan menatapku lembut. “Aku selalu serius dengan keputusanku Cik, kau tahu itu.” Aku berdiri dengan hati bertabur bunga, teramat senang tapi aku takut, takut akan keberadaanku yang biasa saja. Aku tepiskan impian indahku saat ini, tidak mungkin.

Di sepanjang trotoar ini aku diam membisu, merasa culun berjalan dengan Regan. Tidak seperti tadi bebas tanpa beban.

Hari-hari selanjutnya aku berusaha menjauhi Regan, namun tidak bisa. Regan akan selalu mengisi hariku seperti biasa, hanya tatapan dan bahasa hati yang bicara kalo dia benar-benar serius. Ratri masih berjuang untuk cinta Regan, dan selalu bercerita tentang Regan kepadaku. Sampai detik ini kami berdua diam dengan bahasa cinta, entah sampai kapan, tak seorangpun tahu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ceritanya keren Bu. Cinta remaja beranjak dewasa. Cinta dalam diam. Diam-diam cinta juga

01 May
Balas

Cerita yg asyik, berdebar-debar tp dinikmati sendiri.

01 May
Balas



search

New Post