Kegiatan belajar mengajar di rumah, awalnya adalah satu hal yang wow. Tentu ada rasa senang. Jujur. Bisa mengerjakan tugas dari rumah, belajar dari rumah, bisa “disambi” ngawasi atau ngerjain pekerjaan rumah. Pokonya ada rasa yang berbeda.

Ketika belum pandemic melanda seantero jagat raya ini, kegiatan rutin yang harus dijalani dari Senin sampai Sabtu, berangkat pagi pulang sore, nyampek rumah masih harus kerjain tetek bengek. Ditambah lagi minggu ada pertemuan keluarga besar atau arisan. Sungguh meremukkan hati dan tulang. Impian ada bonus libur disela waktu tugas, mungkin hanya ilusi.

Begitu ada pengumuman WFH, jujur seneng lho. Dari seneng…..berkurang dikit…berkurang dikit…..jadi senengnya biasa aja. Atau bahkan jadi melelahkan. Gangguan system telekomunikasi, waktu bekerja yang tak terbatas karena alasan toleransi pada siswa, sungguh menguras pikiran dan tenaga. Belum lagi mendengar usilan tetangga yang bilang kami para guru makan gaji buta. Ndak kerja tapi gajian. Bikin tambah capek hati.

Gurunya tidak lelah mencari inovasi pembelajaran agar siswanya tetap semangat, tapi sebaliknya para siswa dan orang tua mulai booring. Belajar online menjadi tidak wow lagi. Berkurang daya tariknya. Kalau sudah begini, apa yang harus dilakukan. Mungkin yang paling bijak adalah sama-sama cooling down. Atau istilahnya ice breaking. Pendinginan. Sama-sama mendinginkan kemauan, mencari celah bahagia diantara suntuk dan rumitnya belajar online. Sebab bagaimanapun juga, pendidikan ini bukan bidak catur, mengalahkan untuk menang. Tapi pendidikan kita adalah pendidikan karakter. Ada strategi tapi harus ada hati.

Semoga bapak ibu guru dan seluruh siswa Indonesia tetap semangat, dan bersama-sama berdo’a semoga wabah ini cepat berakhir.