Umi Fadilah, SE

Umi Fadilah, SE. Guru di MTsN 5 Tulungagung. Mengajar mata pelajaran IPS. Mencoba belajar menulis di media ini sebagai usaha mengasah kemampuan diri. Semo...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kehidupan Kedua

Kehidupan Kedua

Kehidupan Kedua

Pagi itu suara riuh di kandang ayam kami mengalahkan suara pengumuman di musholla depan rumah. Maklum, ayam-ayam ini kelaparan. Karena kemarin sore bapak lupa member i makan. Hujan sangat deras, rumah kami ada yang bocor. Rupanya daun alpukat tetangga rontoknya jatuh di talang air di rumah kami. Akibatnya air tidak bisa mengalir dengan lancar, sehingga tumpah di genting lanjut bocor ke dalam rumah. Seisi rumah kerepotan mengeringkan lantai yang basah.

Aku lihat orang-orang tergesa-gesa mendatangi rumah mbah Rum di belakang rumah kami. Innalillaahi Wainna Ilaihi Rojiuun. Ternyata mbah Rum meninggal dunia. Akupun bergegas kesana untuk takziyah dan bantu-bantu.

Keluarga segera membawa jenazah mbah Rum ke balai tengah rumah, untuk persiapan dimandikan. Agak lama menunggu mbah Modin datang untuk memandu pemandian jenazah.

Sambil menunggu persiapan, saya dan ibu-ibu yang lain duduk di dekat jenazah dan membaca Yasin Tahlil. Setelah doa diaminkan, rupanya ada seorang anak kecil yang tadi ikut ibunya takziyah berteriak

“Mbah Rum bergerak !” teriaknya kencang sambil menangis dan lari ketakutan.

Seketika saya yang paling dekat jenazah mendekat ke jenazah mbah Rum. Sementara banyak ibu-ibu yang lain malah lari ketakutan.

Ditemani bu nyai saya beranikan diri untuk memegang tangan mbah Rum yang tadi sedekap. Memang betul. Jari tangan mbah Rum bergerak-gerak. Saya matur bu Nyai. Segera beliau membisikkan bacaan doa atau apa di telinga mbah Rum. Allahu Akbar. Mata mbah Rum perlahan membuka. Tak sengaja aku menjerit. Subhanallaah.

Orang-orang segera datang mendekat. Semuanya bertakbir menyaksikan hal ini. Semua tercengang. Karena tadi mbah Rum sudah dipastikan meninggal. Pak Modin juga sudah memeriksa keadaan mbah Rum saat persiapan memandikan jenazah. Tapi ini….Ya Allah. Sungguh suatu keajaiban.

Mbah Rusih terhitung kerabat dengan kami. Keluarganya tergolong sangat alim dan sholeh. Dulu bapaknya yang membantu buyut mengolah sawah dan menjadi orang kepercayaan karena kejujuran dan kesholehannya. Aku selalu ingat, cerita tentang kesalehan bapaknya mbah Rum ini dengan takjub. Kesederhanaan dan keshalehan keluarganya menjadi teladan bagi kami

.Mbah Rum rajin sekali membaca Al Qur’an. Sepanjang waktu dihabiskannya dengan membaca Al Qur’an. katanya biar dapat syafaat. Usianya belum sepuh benar, kisaran 70 tahun, tapi penglihatan dan pendengarannya masih sempurna. Bikin iri saya yang usia muda sudah berkacamata.

Saya suka sekali mengaminkan doa khatam Al Qur’an dari beliau. Katanya,akan ada 80 ribu malaikat yang ikut juga mengaminkan doa ini. Keyakinan saya untuk bersama 80 ribu malaikat, memacu semangat saya untuk selalu menengok mbah Rum sekedar membawa sedikit makanan dan menanyakan kapan khatamnya. Geli juga kalau ingat masa-masa itu.

Begitu tersadar benar, mbah Rum dibawa ke kamar. Dokter yang dipanggil untuk memeriksa kondisi Mbah Rum sudah datang, dan beliau memastikan bahwa mbah Rum sudah benar-benar pulih dari mati suri.

Saya dan beberapa tetangga yang lain segera berpamitan. Tak hentinya kami membicarakan hal ini. Mati suri. Sungguh suatu kemurahan Allah. Mbah Rum sangat miskin. Selama ini dia mengandalkan kebutuhan hidupnya dari cucu yang diasuhnya sejak kecil. Sesekali dia jualan sompil di pasar. Tapi diusia senjanya pekerjaan itu tidak bisa lagi dilakukan. Tapi alhamdulillah rumah kami berdekatan, sehingga kami bisa sedikit-sedikit berbagi makanan.

Rupanya inilah rahasia Allah. Begitu kabar mbah Sum meninggal tersiar, banyak orang takziyah dengan membawa beras, gula dll. Rupanya inilah cara Allah mengantarkan rejeki mbah Rum untuk persiapan kebutuhannya di bulan Ramadhan. Subhanallaah.

Kami penasaran. Setelah beberapa hari dari kejadian itu, saya mencoba menggali cerita dari mbah Rum. Sakjane piye. Beliau bercerita menempuh perjalanan yang panjang dan sepi. Tidak ada suara apapun. Tapi cahaya dimana-mana sangat terang. Dia sendirian berjalan di suatu lorong, dan tibalah di sebuah pintu. Tapi pintu itu terkunci. Kemudian dia mendengar suara.

“Rum, kenapa kamu kesini. Waktumu belum tiba. Sudah, sekarang kamu kembali. Jangan lupa terus ngaji.” Begitu suara itu menyuruh mbah Rum kembali.

Akhire aku yo balik Nduk.” Kata mbah Rum sambil tersenyum.

“Alhamdulillah yo, aku urip maneh. Iso ngaji maneh.” Lanjutnya terkekeh.

Aku termangu mendengar ceritanya. Tak terasa air mata menetes. Ya Allah, begitu semangatnya beliau ingin melanjutkan hidupnya dengan mambaca Al Qur’an. Aku pegang tangannya yang selalu hangat. Aku cium lama sekali. Dielusnya kepalaku, sambil dibacakan doa yang aku hanya samar-samar mendengarnya. Hanya kalimat Aamiin yang aku dengar.

Waktu terus berlalu, dan aku selalu datang mengaminkan doanya. Kadang saya juga ikut bersamanya membaca Al Qur’an. Beliau suka sekali saat saya bacakan terjemahan dari ayat yang kami baca.

Begitulah mbah Rum mengisi hari-harinya dengan kecintaannya membaca Al Qur’an, sampai saat itu betul-betul tiba.

Hari itu tepat di malam peringatan Nuzulul Qur’an, kabar duka itu datang. Mbah Rum meninggal dunia diusia hampir 90 tahun. Innalillaahi wainna ilaihi rojiuun.Beliau diketahui meninggal setalah sholat magrib di surau dalam rumahnya, dengan posisi duduk menghadap Al Qur’an baru pemberianku di awal Ramadhan tahun lalu.

Saat bertemu di masjid dalam peringatan Nisfu Sya’ban, beliau bilang Al Qur’annya ketumpahan kopi, sehingga buram untuk dibaca. Jadi aku punya niat untuk membelikannya. Sekarang beliau pergi didampingi Al Qur’an pemberianku. Terima ksih Ya Allah, meskipun aku tidak mendampingi saat ajal, tapi aku seperti tetap bersamanya.

Dahulu Allah masih memberinya kesempatan kedua dalam hidupnya untuk memberinya waktu lebih mencintai Al Qur’an, dan sekarang Allah benar-benar memanggilnya karena kecintaanNya pada mbah Rum sebab Al Qur’an. Wallaahu a’lam

Selamat jalan mbah Rum. Semoga panjenengan khusnul kotimah. Saya percaya, engkau disana juga tetap membaca Al Qur’an ditemani para bidadari surga, dan akan lebih dari 80.000 malaikat yang mengaminkan doamu. Insyaallaah.

---------------------Selesai--------------------

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhanallah... Cerita yang menyadarkan diri untuk selalu cinta dengan Al Qur'an

09 Jul
Balas

Iya, Bu. semoga Mbok Rum Ahli surga. salam

08 Jul
Balas

Jadi inget aki yg ditasik bunda umi,, kalau itu sempat makan. Setelah beberapa saat meninggal lagi.

08 Jul
Balas

Ma syaa Allah semoga kita senantiasa menjadi pencinta al -Quran. Aaaaamiin

08 Jul
Balas

Semangat bu umi ...kembangkan terus idenya salam literasi...

08 Jul
Balas

Subhanallah walhamdulillah, kisahnya mbah Rum sangat memotivasi tuk slalu dekat dengan Al-Qur'an, keren bunda, salam literasi

08 Jul
Balas

Subhanallah, inspiratif

08 Jul
Balas



search

New Post