Anak Pintar Tetap Belajar

“Kok tumben kamu duduk anteng disini”, begitu saya menyapanya. “Iya, bu. Menunggu pengumuman kalau-kalau ada yang katut remidi.”jawab Akmal, ketua kelas VII-A. “Oh.. kamu? Remidi? Remidi apa? Bahasa Inggrismu lho bagus..”, saya menyahut. Dia pun menjawab sambil tersenyum, “ He..he.. iya bu. Itu, Be Indo.. yang sudah keluar pengumumannya, ini nunggu barangkali ada yang lain. Kuatirnya kalau Matem juga remidi, bu..”. Mendengar jawaban Akmal saya juga tertawa, bukan apa-apa, anak-anak ini tidak mau boros kata sampai-sampai menyingkat nama mata pelajaran dengan semaunya. Bahasa Indonesia di bilang Be Indo, Matematika di bilang Matem. Saya menghentikan langkah sejenak dan bertanya:”Kok malah bahasamu sendiri yang kena remidi?”. Dia hanya tersenyum dan sambil mengait-ngaitkan tangannya dia berkata:”Iya, bu.. Nggak nyuuuangka e kalau Be Indo, padahal Matem yang sooulit. Hè..he..”. Padahal di kelas dia termasuk anak yang lumayan pintar, fokus kalau belajar, tidak banyak tingkah, tidak mudah terpengaruh dengan teman. “Bahasa Indonesia itu kelihatannya mudah ya.. Kan setiap hari kita bicara pakai bahasa Indonesia. Kok nilaimu gak sebagus bahasa Inggrismu.. aneh ya..”, saya hanya menggodanya saja. “Ayo semangaat...perbaiki nilaimu, biar sempurna. Tiba-tiba terdengar suara yang sudah sangat familiar, suaranya bu Dian,” Assalamu’alaikum. Perhatian.. untuk siswa yang namanya saya bacakan berikut ini silakan menuju ke ruang perpustakaan....”. Begitu potongan pengumuman dari pengeras suara, segera anak-anak pun terdiam demi menyimak siapa yang dipanggil. Pembicaraan saya dengan Akmal pun terhenti sejenak. Dan ketika pengumuman selesai, saya melanjutkan obrolan singkat ini,”Memang banyak hal yang dipejari dalam bahasa, ada para frasa, ada unsur kebahasaan, ada bentuk-bentuk teks, menemukan gagasan, dan baanyak lagi, tidak bisa dianggap enteng, Akmal. Tetap semangat ya.....semoga sudah gak ada lagi pengumuman atau panggilan remidi. Anak pintar harus tetap belajar. OK.”. Berikutnya satu demi satu siswa bergabung dengan obrolan di depan ruang guru. Karena suasana menjadi semakin ramai sehingga membuat bapak ibu guru menjadi kegerahan. Akhirnya anak-anak ďiminta untuk bergeser ketempat lain,”Anak-anak..boleh ke kelas masing-masing, atau ke depan mushola..” Ada siswa yang menikuti permitaan itu, tapi anak tertentu lebih suka menunggu pengumuman di ruang perpustakaan sambil baca-baca, tak apalah asal suasana menjadi lebih nyaman untuk bekerja.