Umi Zahroh

Lahir di Magelang pada tanggal 15 Desember 1975. Pernah mengajar sebagai guru wiyata bakti di sebuah MTs swasta. Sekarang dia bekerja di MTs Negeri 3 Magelang....

Selengkapnya
Navigasi Web

SEDEKAH (2)

Benar kata Pak Farid. Belum habis kopi Pak Diding, Tono dan Apu datang. Mereka membuat kopi sendiri karena memang Pak Farid selalu menyediakan gelas, sendok, kopi, gula, dan air panas dalam termos. Lima menit kemudian, Hilman datang membawa tanaman bonsai asam. Jadilah mereka mengapresiasi tanaman bonsai tersebut. Andi, Teteh, Pincuk, Ipan, dan Rama datang belakangan. Pak Diding membuka dompet, mengambil uang delapan puluh ribu rupiah dan menyerahkannya kepada Tono.

“Ini untuk membeli ayam kampung dan bumbu-bumbu. Cukup nggak?”

“Cukup banget, Pak,” jawab Tono cepat.

Pak Farid cepat tanggap dengan acara makan-makan yang tak direncanakan tersebut. Ia masuk rumah dan menyuruh istrinya menanak nasi yang banyak. Pak Diding pamit pulang untuk mandi dan berganti pakaian.

Tono dan Apu membeli ayam di rumah Pak Silo, ayam betina yang cukup gemuk dengan harga enam puluh ribu rupiah. Sisa uangnya dibelikan bumbu. Hilman memotong ayam, sementara Teteh menjerang air dan menyiapkan wadah untuk merendam dan mencabuti bulunya. Tono dan Pincuk membersihkan ayam dan memotongnya menjadi bagian-bagian kecil. Apu, Rama, dan Teteh menyiapkan bumbu dan peralatan memasak. Mereka akan membuat rica-rica ayam. Dapur Pak Farid menjadi ramai dengan obrolan dan gurauan.

“Aku jadi ingat waktu khataman quran dulu. Kita makan bersama dengan lauk kepala ayam jago. Padahal aku ingin sekali makan pahanya.” Tono memulai obrolan.

“Alah, kalau kamu berani minta betulan, pasti malah dikasih cekernya,” sahut Teteh lalu tertawa. “Lagian, kamu pasti mau menghabiskan seekor ayam jago seorang diri. Sikat semuanya. Lihat tubuhmu full daging begitu.” Ia tertawa lagi.

Rama tertawa mendengar komentar Teteh barusan. Apu yang kalem dan Pincuk yang pendiam hanya tersenyum. Tubuh Tono memang paling gembul di antara mereka. Suaranya juga paling besar dan keras. Anaknya rajin, kalau diberi pekerjaan pasti diselesaikannya, apalagi ada rokok dan kopi.

Apu menggoreng bumbu yang telah dihaluskan. Tono memasukkan potongan ayam dan semua bumbu ke dalam panci tekan. Pekerjaan di dapur mereka selesaikan ketika azan magrib berkumandang. Pak Farid sekeluarga salat di musala terdekat, sementara para pemuda itu hanya duduk-duduk saja di teras sambil merokok.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Weh, Lha kok nggak pada ikut salat...

01 Jan
Balas

Mungkin dijamak sama isya Bu. Hehe

02 Jan

Lha bikin penasarn, kenapa ga pads ikutan shalat.

02 Jan
Balas

Masih belum sadar jiwanya Bu. Mungkin kebiasaan di rumah juga.

02 Jan

Lah..kenapa para pemuda malah duduk-duduk saja? Kok nggak ikut sholat...penadahan jarinya..salam liter.sukses selalu.

02 Jan
Balas

Terima kasih telah berkunjung. Salam...

02 Jan



search

New Post