Tamu Suamiku
Hari ini cerah sekali. Waktu masih menunjukkan pukul 10.30 tetapi suhu udara di luar terasa menyengat kulit. Suamiku baru saja berangkat ke SMP tempat anak kami belajar untuk mengambil soal-soal tes akhir semester ini. Undangan bagi wali murid kelas IX pukul 10.30-11.30.
Anak ketigaku sedang menonton YouTube di komputer di ruang tamu. Tiba-tiba ada seseorang mengucapkan salam di depan pintu yang terbuka. Tubuhnya kurus, rambutnya agak gondrong dan bercambang. Pakaian dan topi yang dikenakannya serba hitam dan warnanya telah pudar. Dia membawa dua tanaman dalam tas kresek hitam. Diletakkannya tanaman itu di depan pintu. Dia masuk rumah sebelum dipersilakan. Dia menanyakan keberadaan suamiku dan kukatakan kalau sedang ke sekolah lalu servis sepeda motor.
"Lama nggak ya perginya?" Dia menatap saya meminta jawaban.
"Saya tidak tahu, mungkin agak lama juga," jawabku. Kupersilakan dia duduk dan membuat sendiri minumnya. Di ruang tamu sudah kusediakan air panas dalam termos, teh celup, kopi, gula, gelas, dan sendok.
Dia memang duduk tetapi yang dibuatnya dulu ialah rokok tengwe (nglinting dewe). Suamiku meletakkan tembakau, cengkeh, kertas sigaret, dan korek api di wadah dekat nampan berisi gelas. Mulailah dia menyalakan rokok dan mengisapnya dalam-dalam. Sebenarnya aku tak suka dengan asap rokok yang membuat polusi udara di dalam rumah.
Suamiku, Mamas, pulang tak lama kemudian. Syukurlah. Paling tidak, tamunya tidak membuatku galau berkepanjangan karena memang tak ada laki-laki dewasa lainnya. Untungnya servis sepeda motor tidak lama. Tidak antri sehingga langsung dikerjakan. Begitu kata suamiku.
Mamas mengobrol dengan tamunya. Namanya Munir. Sebenarnya dia sudah beberapa kali datang ke sini, namun baru kali inilah aku paham wajahnya. Dia naik angkutan umum dari rumahnya. Biasanya dia hanya berjalan kaki dan pulangnya diantar Mamas.
Sehabis Mamas salat Zuhur, beberapa tamu lain datang. Mereka membicarakan bisnis tanaman yang sedang marak. Trending topiknya sekitar si janda bolong dan keladi. Asap rokok makin memenuhi ruang tamu dan ruang tengah. Menjelang asar, hujan turun sangat deras. Saat magrib hujan belum menunjukkan akan mereda. Para tamu masih duduk mengobrol dan merokok. Tentu saja mereka malas untuk beranjak. Kami sekeluarga salat magrib di musala samping rumah. Munir ikut salat berjamaah setelah memakai sarung yang tersedia di musala. Tamu lainnya tetap di tempat semula.
Aku memesan dua bungkus roti bakar. Satu untuk para tamu, satu lagi untukku dan anak-anak. Setelah hujan agak reda para tamu pulang. Tentu saja Munir tetap tinggal karena tak mungkin naik angkutan atau jalan kaki malam-malam, hujan gerimis pula. Mamas pun tak mau mengantarkan Munir pulang naik sepeda motor karena terlalu dingin di luar. Akhirnya Munir menginap, dia tidur di ruang tamu.
Keesokan harinya, hujan telah reda. Kulihat Munir keluar melalui pintu depan dan berjalan mondar-mandir sambil senyum sendiri. Kata Mamas, Munir memang agak kurang genap. Kuambil termos kosong dan gelas-gelas kotor lalu kubawa ke dapur. Ahmad, anak laki-lakiku yang telah bangun dan salat subuh mulai menyalakan komputer. Termos kosong kuisi air panas dari cerek, nampan kuisi dengan beberapa buah gelas bersih. Aku juga menggoreng ketela rambat.
Kubawa termos, gelas, dan ketela goreng ke ruang tamu. Munir telah duduk dan membuat rokok tingwe. Kupersilakan dia membuat sendiri minuman dan menikmati kudapan sederhana itu. Ahmad berjalan di belakangku ketika kembali ke dapur.
"Bu, buatkan nasi goreng ya. Telurnya didadar saja jangan diorak-arik," pintanya.
"Oke. Tunggu dan sabar ya nang." Sambil tersenyum kuelus perutnya yang mulai gendut. Efek belajar di rumah membuat Ahmad jarang bermain di luar. Ia lebih sering duduk di depan komputer.
"Bu, tadi Munir senyum-senyum sendiri terus. Aku sebal. Kok dia nggak pulang-pulang sih," kata Ahmad dengan nada protes.
"Mungkin dia nunggu bapak bangun untuk pamit pulang. Bapak kan semalam tidak tidur dan baru tidur setelah salat subuh," kataku kemudian.
Ahmad kembali ke depan, sementara aku membuat nasi goreng dan telur dadar sambil mencuci gelas-gelas kotor. Setelah selesai, kupanggil Ahmad untuk makan di dapur saja. Karena ia tak segera menuju dapur, kujemput saja di depan. Di sana kulihat Munir kembali merebahkan tubuh dan menarik selimut biru yang dipinjamkan Mamas semalam. Melihatku, dia ber-hehehe.
Aku masuk ke kamar Ahmad dan membuka laptop. Kukerjakan tugas-tugas yang terkait dengan penilaian harian siswa. Meskipun hari Ahad, pekerjaan itu tidak boleh ditunda. Pukul 09.00 kubangunkan Mamas. Ia segera membersihkan diri di kamar mandi kemudian menemani Munir yang juga telah bangun dan merokok. Akhirnya Munir berpamitan pulang kepada kami. Mungkin dia tak sampai hati meminta Mamas mengantarnya. Dia berjalan kaki menuju rumahnya yang cukup jauh. Sepaten.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Tulisannya keren Bun. Salam literasi
Terima kasih Bu
Mantap, tulisanya
Terima kasih
Sukses bun salam literasi
Terima kasih. Salam
Keren bu, sehat dan sukses selalu
Terima kasih Bu
keren bun, sukses selalu
Terima kasih
mantab bun ceritanya, menarik. sukses selalu
Terima kasih Bu
Tamu yang aneh, hehehe... Bagaimana pun menyambung silaturahmi itu tetap penting ya, Bu. Mantul. Lanjut ya...
Terima kasih Bu
Bagus tulisan, salam literasi dan sukses selalu. Lanjut lagi cerita-cerita yang menarik.
Terima kasih Bu
Memang tamunya orang aneh tapi mau bersilaturahmi. Makasih supportnya
Tamu yg unik bunda. Mantap ceritanya.
Terima kasih Bu
Keren
Tamu yg aneh, keten bu
Keren
Terima kasih Bu
Tamu yang misterius...tetapi menghormati tamu adalah kewajiban tuan rumah.salam Literasi
Betul Bu. Terima kasih atas kunjungannya. Salam literasi
Keren bu tulisannya. Salam super
Terima kasih Bu. Salam...
Orang aneh saja mau silaturahim, masa kita nggak..ha..ha..ha.. mari ber Sksk..
Betul Pak. Setuju....
Bagus tulisannya Bunda. Magelang aman kan Bun? Salam sehat, sukses selalu
Terima kasih Bu. Salam sehat juga
Cerita yang menarik bu. Semoga selalu sehat
Amiin. Terima kasih telah berkunjung