Oleh: Undirotul Wanita

Tagur 1

Guru agama adalah profesi yang didambakan orang tuaku, untuk bisa melekat padaku kelak jika aku sudah harus bekerja. Namun saat itu, tak terbersit di dalam anganku sedikitpun untuk memilih profesi ini. Karena di dalam pemikiranku, guru agama harus pandai berbicara, sedangkan aku terkenal sosok yang pendiam, hanya berbicara seperlunya, itupun dengan kalimat yang pendek. Aku membayangkan lebih suka bekerja di kantor yang berjibaku dengan benda-benda mati, karena tidak membutuhkan banyak komunikasi. Kalau toh menjadi guru, pinginnya menjadi guru Matematika, pelajaran yang paling aku suka. Mengapa demikian, karena menurut imajinasiku, guru Matematika hanya butuh menerangkan konsep, memberikan rumus, menyodorkan soal dan membantu siswa menyelesaikan soal tersebut. Jadi tidak perlu banyak berkata-kata.

Namun Allah berkehendak sesuai doa yang dilangitkan orang tuaku setiap harinya. Qadarullah telah menetapkan aku kuliah di perguruan tinggi Islam jurusan keagamaan, hingga berlanjut pada diangkatnya aku menjadi guru agama. Dan Mapel pertama yang ditugaskan kepadaku saat itu adalah Mapel yang paling aku anaktirikan selama belajar di bangku sekolah. Bukan lantaran mudah, tapi karena aku tidak menemukan cara agar bisa mempelajarinya secara efektif dan menyenangkan, Mapel itu adalah SKI. Selain SKI, aku juga mendapatkan amanah untuk mengajar Akidah Akhlak. Sama seperti SKI, Mapel Akidah juga menuntutku untuk pandai merangkai kata.

Sebelum hari H mengajar kusiapkan perencanaan sedemikian rupa, mencari metode yang pas untuk mengajar SKI dan Akidah Akhlak. Aku ingin peserta didik mencintai dua Mapel itu. Akhirnya kutemukan formula yang menurutku anak-anak akan memahami materi SKI dengan mudah, mampu menghafal dengan cepat, dan akan lekat dalam ingatan dalam jangka waktu panjang. Pun juga kutemukan bagaimana cara mengajar Akidah Akhlak yang tidak membosankan. Alhamdulillah