Pakguru Untung

Di media sosial saya dikenalnya Untung Madurarasa, sebagai guru seni budaya di Surabaya...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tragedi Berebut Benar
lampost.co

Tragedi Berebut Benar

#tantangangurusiana (13)

Tadi siang, tepatnya pada jam pelajaran ke-7 (Tujuh) agenda saya adalah evluasi dari pementasan kemarin. Setiap kelompok akan disampaikan catatan baik kekurangan dan kelebihan dari pementasan masing-masing kelompok.

Evaluasi secara umum telah disampaikan usai pementasan kemarin. Namun dalam evaluasi besar/umum banyak anggota atau kelompok yang telah meninggalkan sekolah setelah kelompoknya selesai pentas. Padahal satu hari menjelang jadwal pementasan saya sebagai guru seni budaya, telah mengumpulkan semua sutradara dan ketua kelas untuk menerima informasi terkait agenda uji pentas.

Salah satu agenda dalam uji pentas tersebut adalah evaluasi besar/umum. Jadi semua kelompok yang pentas pada hari itu wajib mengikuti evaluasi. Bagi yang tidak mengikuti evaluasi dengan alasan apa pun nilai tidak bisa keluar.

Pada saat penyampaian evaluasi khusus setiap kelompok ada satu kelompok yang setelah pentas pulang semua. Hanya satu orang anggota yang tidak pulang. Ketika saya tanyakan alasannya tiba-tiba mereka ramai, saling menyalahkan. Salah satu anggotanya menyalahkan sutradaranya, karena tidak ada pemberitahuan. Sedangkan sutradaranya tidak mau disalahkan, karena pada waktu mendapatkan informasi anggotanya sudah tidak ada di kelas. Pulang.

Mereka semakin ramai dan tidak terima saat saya memberikan tugas tambahan kepadanya. Agar mendapatkan nilai uji pentas. Semua pada protes, berdebat dengan mereka sendiri. Baru mereka berhenti berdebat ketika saya luruskan. Bahwa kesalahan tersebut bukan ada pada orang lain. Namun kesalahan ada pada diri mereka masing-masing.

Sikap tegas seorang guru juga diperlukan jangan sampai guru terlihat plin-plan. Apalagi termakan kata-katanya sendiri. Jika memang sudah disampaikan bahwa ada evaluasi besar dan yang tidak ikut nilainya akan tersendat. Maka guru harus bisa membuktikan katanya-katanya sendiri. Setidaknya ada sangsi jelas dan mendidik atas pelanggaran siswa.

Rata-rata siswa masih belum mempunyai pemahaman dan tanggungjawab penuh, baik sebagai sutradara atau ketua kelompok, maupun sebagai anggota atau aktor. Kepedulian terhadap kelompok masih kurang. Saya perhatikan dalam proses uji pentas kemarin, mereka berproses belum sebagai mana mestinya. Sikap sekadar titip nama sangat terasa. Sikap mau benar sendiri masih banyak.

Saya sampaikan bahwa dalam seni budaya, khususnya di drama atau teater, tidak bisa sekadar titip nama. Semua harus terlibat dalam proses. Semua harus berfikir bagaimana kelompoknya bisa mementaskan sebuah bertunjukan yang bagus. Tidak bisa hanya hadir saat pentas, pada waktu latihan tidak pernah ikut. Tidak mungkin.

Kembali pada permasalahan di atas, perdebatan yang merasa benar sendiri. Saya jelaskan, bahwa mereka semua salah. Anggota yang egois dan tidak peduli terhadap kelompok adalah salah besar. Jangan salahkan sutradara karena informasi tidak sampai pada dirinya. Toh, kalian pulang juga tidak pamit saya sebagai guru mata pelajaran seni budaya. Bagaimana jika kalian pulang tidak sampai di rumah karena diculik? Bagaimana jika kalian pulang terjadi kecelakaan di jalan? Pasti yang disalahkan adalah saya sebagai guru seni budaya.

Begitu juga sebagai sutradara, harusnya kalian mampu mengkoordiner dan bisa menyampaikan semua informasi terkait uji pentas. Tanggungjawab sutradara berat.

Fenomena saling menyalahkan orang lain bagi siswa sudah semacam hal biasa. Dan fenomena ini tidak hanya terjadi di siswa, di masyarakat lingkungan kita sangat sering kita temui. Walau pun dirinya salah, mereka justru dengan lantang menyalahkan orang lain. Contoh; kita sering menemukan fenomena ini di jalan raya. Sering melihat dan mendengar orang saling mengumpat, dengan kata-kata kasar. padahal dirinya telah menerobos lampu merah walau pun sepersekian detik. Atau hampir bertabrakan karena melawan arus.

Penting bagi guru mengajarkan siswa kita untuk memahami dan mengakui kesalahan diri masing-masing. Banyak kejadian yang tidak kita inginkan karena antar tetangga saling berebut benar. Namun apalah artinya jika perebutan itu harus bersimbah darah, sampai nyawa taruhannya. Bukankah itu sebuah tragedi?

Pertengkaran dan pertikaian banyak terjadi karena kita merasa benar atas pendirinyaannya masing-masing. Dari pada berebut benar, sikap menyadari kesalahan dan menyesalinya bukan hanya meredam pertengkaran. Namun mampu menunda perang dunia ketiga.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Betul sekali Pak kurangnya kesadaran diri biasanya menjadi akar masalah. Salam kenal

03 Feb
Balas

Salam kenal, pak.Kita bisa bayangkan dalam rumah tangga "iya, kita samasama salah" rasa damai akan mewarnai. Anak didik kita perlu diberikan pemahaman dan penyadaran bahwa tidak perlu berebut benar.

03 Feb

Menyimak pak untung..Semoga terus menulis dan makin banyak followernya

03 Feb
Balas

Terimakasih Bu Fatim, salam kenal.

06 Feb



search

New Post