Upik Aimanah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Di Dalam Bola Mata Itu

Di Dalam Bola Mata Itu

Bapak dan ibu sudah memutuskan masa depanku. Aku pun hanya bisa pasrah dan menurut, saat mereka memintaku mendaftar di Universitas Negeri Yogyakarta. Saat itu mendaftar kuliah jurusan pendidikan sedang menjadi tren di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah. Karena tidak terlalu berminat, aku pun mengikuti seleksi penerimaan tersebut dengan ogah-ogahan. Saat pelaksanaan tes tertulis yang dilaksanakan di salah satu kampus UNY, aku sudah membuat masalah. Kartu peserta yang seharusnya ku bawa saat pelaksanaan tes, tertinggal di mobil sewaan yang mengantarkan aku dan teman-teman rombongan dari kota asalku. Oke. Fix. Itu sangat menyebalkan meski aku tak terlalu bersemangat mengikuti tes ini. Aku pun lantas pergi ke kantor panitia seleksi tes masuk, dan aku mendapatkan surat keterangan. Dalam hati aku berkata, sepertinya ini tanda-tanda bahwa aku tidak akan lulus tes. Dengan berbekal surat keterangan tersebut, aku diperbolehkan mengikuti tes.

Saat pengumuman kelulusan tes tertulis tiba. Aku tidak terlalu berharap bisa lolos seleksi. Tapi mungkin ini yang namanya kekuatan doa orang tua. Aku dinyatakan lulus tes tertulis. Selanjutnya aku kembali meluncur ke kota pelajar untuk mengikuti tes wawancara. Aku diminta tampil mengajar di depan tiga dosen yang bertugas menilai penampilan para peserta tes. Aku yang sama sekali tak memiliki bayangan menjadi guru, tampil apa adanya menjelaskan materi perkalian di depan dosen-dosen tersebut. Lagi-lagi aku merasa tidak yakin bisa lolos seleksi dengan modal penampilan asal-asalan tersebut.

Lagi-lagi keteguhan doa orang tuaku menunjukan kekuatannya. Aku dinyatakan lolos seleksi wawancara. Sebetulnya, yang diterima dari daerah asalku bukan hanya aku. Tapi banyak teman-temanku yang lolos seleksi juga. Tapi tetap saja itu belum bisa membangkitkan antusiasmeku terhadap jalan hidup yang sebentar lagi akan kujalani.

Setelah melalui proses registrasi yang panjang dan melelahkan sebagai calon mahasiswa baru, hingga akhirnya aku mendapat gelar diploma dua dalam jurusan kependidikan aku belum mendapatkan rasa antusiasme yang seharusnya dimiliki seorang calon pendidik.

Disaat teman-temanku sudah mulai mengabdi sebagai guru wiyata bhakti, aku justru mengisi hari-hari setelah kelulusanku dengan jalan-jalan dan mengunjungi satu per satu rumah teman-temanku. Tetapi satu persatu teman jalan-jalanku mulai mengabdi di sekolah dasar. Akhirnya karena tidak memiliki teman untuk jalan-jalan, aku pun mendaftar di salah satu sekolah dasar di kecamatan tetangga.

Dari mengabdi hingga kemudian menjadi PNS di kabupaten tempat tinggalku, aku belum juga mendapatkan gairah sebagai pendidik sejati. Tetapi akhir-akhir ini aku mulai berpikir, sampai kapan aku terus begini. Saat kupandang wajahku sendiri dicermin, kuselami bayangan yang tergambar lewat kedua bola mataku. Hatiku berkata aku harus berubah. Meski mengajar bukanlah passion-ku, namun ini adalah tanggung jawabku. Aku harus bekerja dengan sebaik mungkin. Segala ilmu yang kudapatkan seharusnya bisa aku implementasikan sebaik mungkin di dalam kelas. Bukan hanya aku baca dan aku simpan dalam otak. Teronggok sepi di sudut kegelapan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren dan tetap semangat untuk mengajar yo...he, lanjutkan.....

10 Sep
Balas

besok dibuat buku ya mba..kereen

10 Sep
Balas

joss...lanjutkan !!!

10 Sep
Balas



search

New Post