Urip Subagyo

Dilahirkan dari rahim seorang Ibu. Hidup dan menetap di lereng gunung bagian selatan Kab.Pekalongan yang berbatasan langsung dengan Kab.Banjarnegara. Petungkriy...

Selengkapnya
Navigasi Web
TERDAMPAR
bahagia itu sederhana

TERDAMPAR

Jarum jam menunjukan pukul 16.00 wib. Kabut tebal menyelimuti lereng gunung sore itu. Mulai melaju dengan mengendarai motor supra biru. Inilah awal perjalanan sejarah peradabanku.

Kususuri kelokan dan tanjakan. Sepanjang jalan kulihat pohon dan rimbunnya hutan lindung. Bentangan hutan yang masih sejuk alami menyegarkan. Kesegaran udaranya yang khas, kuhirup di tiap hela nafasku dan sesekali pula kulirik dedaunan berkilau karena bekas siraman hujan. Luar biasa indah kususuri jalan berkelok tajam, menukik dan menurun. Curamnya jurang disisi kanan dan kiri yang mampu memacu adrenalin penglihatanku.

Satu jam kemudian perjalanan kuhentikan. Kabut tebal mulai hilang. Udara segar pelan-pelan kulepaskan. Tampak toko-toko sembako dan beraneka macam jajanan, minuman, pakaian dan madih banyak lainnya yang terbentang, terjejer di kanan kiri jalan. Semula alam yang hijau berubah warna warni, kini tinggal kerlap kerlipnya kota. Tanpa terasa sampailah aku di pasar. Kuhentikan sejenak perjalanan untuk mengisi bahan bakar. Mesin merah putih bertuliskan merek bahan bakar menjadi tujuan. Muncul dari dalam toko seorang Ibu. Beliau bertanya: mau kemana mas? langsung aku jawab: mau ke kota ibu.. boleh diisi bahan bakar pretalite bu.. (lanjut saya) kemudian ibu itu menjawab: mau diisi berapa mas? Dua puluh ribu (jawabku). Diisilah BBM ke si biru tungganganku.

Tek.tek.tek..cekrek..selesai, lalu kuambil uangku dua puluh ribu rupiah dari dalam saku celanaku untuk membayarnya.

Selesai mengisi BBM, ceklik mbremm.mbremm.mbremmm.. ku gas lagi motorku. Perjalanan sejarah peradaban dilanjutkan. Lalu lalang kendaraan membuat keramaian jalan. Sambil melaju terbenak sesaat, tumben padat sekali jalurnya. Fikirku ternyata ini tanggal merah. Mungkin banyak yang libur sehingga banyak yang keluar rumah untuk berlibur, refreshing atau sekedar melepas kepenatan selama bekerja.

Laju melaju terus melaju. Tak ada lagi rimbunan pohon. Gerah, bising dan banyak asap. Kutinggalkan kesegaran alam. Sepanjang jalan kulihat banyak toko, warung makan dan gedung-gedung kantor serta perumahan yang berdiri kokoh disisi kanan kiri jalan. Satu jam kemudian, sampailah jalur pantura. Bertemu dengan teman yang baru kenal. Singgah diwarung mie ayam. Berbincang sejenak, lalu ku berpamitan.

Kembalilah aku ke arah pulang. Tiga puluh menit sampai dipusat kota. Ku kabarkan keberadaan kepada teman di kota itu. Cepat respon juga temenku satunya lagi. Dia bilang masih dikantor. Suruh nunggu beberapa saat.

Kulihat detak angka jam di handphone. Angka menunjukan pukul 20.00 wib. Tanpa terasa sudah malam. Tampak datang temanku pulang dari kantor kerjanya. Kusapa dia lalu ku ajak ke sebuah cafe di pusat kota. Dia datang berdua bersama temanya. Kita bertiga duduk di sofa sudut belakang pintu. Pelayan datang menyodorkan menu yang ada. Kami sama-sama memilih menu sesuai selera masing-masing.

Sambil menunggu sajian makan malam, kami ngobrol penuh keakraban. Sesekali berlempar canda, senyum sederhana, dan tak jarang riang tawa memecah pesona malam. Riangnya jumpa malam itu sudah tergambar saat aku dan temanku masuk ruang. Terlihat gemerlap lampu warnai indahnya suasana. Tempatnya juga cukup bersih. Jadi nyaman dan bikin betah di sana.

Mengingat waktu sudah cukup, selesai menyantap semua hidangan yang tersaji unik, aku dan kedua temanku beranjak pulang. Temanku pulang menuju kediamannya. Aku juga pulang melanjutkan perjalanan peradabanku.

Pukul 23.00 wib, sampailah di pasar seperti pada siang tadi. Aku berhenti, lalu membuka handphone. Kulihat pasar sudah lengang. Hanya sedikit saja pedagang menjajakan dagangan malamnya. Ku duduk sambil ngopi tapi mau pulang tidak bersni karena harus lewati hutan. Terlebih sendirian, tidak ada teman berkendara lagi. Takut kalau ada hal diluar kehendak timbulkan gangguan keselamatan.

Pikir dipikir, timbang ditimbang,, iya kuputuskan untuk mencari penginapan gratis. Maklum tidak ada hotel, tidak ada penginapan pada umumnya. Jadi kucoba hubungi beberapa teman. Ternyata semua sepi, mungkin sudah tidur. Chat pribadi lewat whatsapp semua centang. Kuhampiri rumah temanku sudah terkunci dan lampu dipadamkan.

Bingung mau tidur dimana aku?

Kemudian kuingat ada teman pernah cerita kalau dia bekerja di depot atau pabrik penggergajian kayu. Aku ingat betul ceritanya. Sayang tidak punya nomor handphone atau whatsappnya. Beberapa saat kemudian ku nyalakan lagi motorku. Jalanan sepi. Tepat lima belas menit kemudian sampailah ditempat yang aku tuju yaitu pabrik penggergajian kayu.

Ketok-ketok pintu, dan alhamdulillah masih ada teman yang berjaga dan belum tidur. Akhirnya tidurlah saya ditempat itu sampai esok hari pulang.

Cukup sampai disini perjalanan sejarah peradabanku hari ini. Semoga bermanfaat dan mampu mengisi rumah besar literasi Indonesia ini. Sampai jumpa dilain waktu. Salam.

Yang sudah baca ditunggu comentnya. Terimakasih.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post