USEP SAEPUROHMAN

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
VERBA MOVENT EXEMPLA TRAHUNT

VERBA MOVENT EXEMPLA TRAHUNT

Alkisah di sebuah Sekolah Dasar di pedalaman, hiduplah seorang guru yang sangat rajin membantu dan melayani siswanya dengan rasa cinta dan kasih sayang. Bahkan terdengar desas-desus bahwa sang guru sangat rajin menjenguk ke rumah siswa-siswanya yang sakit. Pekerjaan menjenguk siswa yang sakit hampir tiap hari ia lakukan. Maklum, musim hujan musimnya sakit. Syukurnya, setiap siswa yang dijenguk oleh sang guru, keesokan harinya biasanya bisa bersekolah lagi.

Suatu hari, seorang siswa di sekolah tersebut sedih karena kucing kesayangannya sakit. Kala itu tidak ada dokter hewan untuk mengobati kucing kesayangannya. Dalam keputus-asaannya, ia teringat kepada gurunya yang suka menjenguk siswanya yang sakit. “Jika manusia saja bisa disembuhkan melalui doanya, apalagi cuma seekor kucing” gumamnya.

Akhirnya, setelah pelajaran usai, si anak menghadap gurunya dan langusng menguatarkan maksudnya agar gurunya menjenguk dan mendoakan agar kucingnya bisa sembuh kembali. Sang guru yang sudah kelelahan karena seharian mengajar merasa sedikit malas untuk memenuhi permintaan si anak.

Timbul rasa enggan dan meremehkan dalam diri sang guru. Keengganan semakin menjadi setelah ia memikirkan kembali kredibilitasnya sebagai seorang guru yang harus menjenguk dan mendoakan seekor kucing piaraan salah satu muridnya. Akan tetapi karena panggilan salah satu siswa di kelasnya, dia pun berangkat bersama sang anak.

Sesampainya di rumah, sang guru pun berdoa dalam sedikit kekesalannya, “Wahai kau kucing, kalau kau mau sembuh, sembuhlah, tapi kalau pun akhirnya kau mati, matilah!”. Setelah itu, sang guru pun pulang. Keesokan harinya, kondisi kucing muridnya mulai pulih dan perlahan-lahan sembuh. Muridnya dengan gembira memeluk dan mengucapkan terima kasih kepada sang guru yang telah menyembuhkan kucing dengan doanya.

Selang beberapa hari kemudia, sang guru yang giliran kena sakit. Sang anak ingin sekali membalas budi gurunya yang telah mendoakan kucing kesayangannya hingga sembuh. Sebagai bukti balas budinya, pergilah sang anak tersebut untuk melawat gurunya. Sesampainya di sana, di dapati gurunya sedang berbaring lemah di tempat tidur. Si anak pun minta izin untuk mendoakannya, dia pun berdoa, “Wahai Bu guru, kalau kau mau sembuh, sembuhlah!, akan tetapi kalau akhirnya kau mati, matilah!”.

Teladan, merupakan kata yang tidak pernah lekang sepanjang zaman terutama jika diartikan dengan pembinaan dan pendidikan, baik pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat secara luas. Keteladanan memiliki kekuatan dahsyat untuk mengubah perilaku seseorang. Teladan juga merupakan sebuah kata yang kerap kali mudah diucapkan, namun sangat sulit untuk dilaksanakan.

Verba movent exempla trahunt – kata-kata itu memang dapat menggerakkan orang, namun teladan itulah yang menarik hati. Seorang siswa di sekolah banyak belajar dari apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, apa yang mereka rasakan, dan apa yang mereka lakukan. Untuk itu, pendidikan kepribadian sesungguhnya merupakan tuntutan teruatama bagi kalangan pendidik itu sendiri. Sebab, pengetahuan yang baik tentang sebuah nilai akan menjadi tidak kredibel ketika gagasan teoritis normatif nan apik itu tidak pernah ditemui oleh siswa dalam praksis kehiduipan di sekolah.

Keteladanan memang menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya sebuah tujuan pendidikan. Guru, yang dalam bahasa jawa berarti digugu dan ditiru, sesungguhnya menjadi jiwa bagi pembentukan kepribadian dan karakter seorang siswa. Kita ingat-ingat kata-kata Soekarno di hadapan guru Taman Siswa, dalam sambutannya beliau mengungkapkan, “Guru yang sifat hakikatnya hijau, akan ‘beranak’ hijau, guru yang sifat hakikatnya hitam akan ‘beranak’ hitam. Saya tidak mau masuk ke dalam golongannya orang-orang yang mengatakan bahwa guru bisa ‘main komedi’ kepada anak-anak.

Guru tidak bisa mendurhakai jiwanya sendiri. Guru hanya bias mengajarkan apa dia-itu sebenarnya. Men kan niet onderwijzen wat men wil, men kan niet onderwijzen wat men weet, men kan allen onderwijzen wat men is – manusia tidak bisa mengajarkan sesuatu sekehendak hatinya, manusia tidak bias mengajarkan apa yang tidak dimilikinya, manusia hanya bisa mengajarkan apa yang ada padanya”.

Oleh karena itu, tumpuan pendidikan seorang murid ada di pundak para guru. Konsistensi dalam pembelajaran, tidak sekedar melalui apa yang dikatakan melkalui pembelajaran di kelas, melainkan nilai itu juga tampil dalam diri pribadi sang guru, dalam kehidupan yang nyata di luar kelas. Indikasi adanya keteladanan dalam pendidikan adalah terdapat model peran dalam diri insan pendidik baik itu guru, staf, karyawan, kepala sekolah, direktur, pengurus perpustakaan dan lain-lain. Demikian juga, secara kelembagaan terdapat contoh-contoh dan kebijakan serta perilaku (institutional policy and behavior) yang bisa diteladani oleh siswa sehingga apa yang mereka pahami tentang sebuah nilai itu memang bukan sesuatu yang jauh dari hidup mereka, melainkan ada dekat dengan mereka dan mereka dapat menemukan peneguhan dan afirmasi dalam perilaku individu atau lembaga sebagai manifestasi sebuah nilai.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Pak Usep. Sepertinya saya pernah baca ceritanya tapi pada kondisi lain.

02 May
Balas



search

New Post