Hargai Perjuangan Pahlawan Mu
Kelurahan Pasar Muara Tembesi, begitulah ranah sejarah ini terlisensi administratif di kecamatan Ma. Tembesi, Kabupaten Batang Hari. Berada sekitar 22 kilometer dari ibukota kabupaten, Muara Bulian dan 85 kilometer dari pusat provinsi Jambi. Aksesnya bisa ditempuh dengan melewati Jalan Lintas Sumatera. Disinilah pusat pemerintahan kolonial Belanda di Jambi pada masa penjajahan dulu berada. Bukti-bukti fisik sejarah masih terang-benderang terlihat disini. Hanya saja pelaku sejarah yang sedikit ditemukan. Adalah Benteng Permukiman Kolonial Belanda menjadi destinasi saya yang pertama. Saya menemui beberapa warga disini. Iwan (30) Senin (23/5), mengatakan bahwa awalnya benteng ini didirikan sebagai tempat kediaman dan perkantoran penjajah Belanda. Selain itu karena letaknya yang tinggi, benteng ini juga dijadikan tempat bagi Belanda untuk mengintai musuh. Namun setelah kemerdekaan benteng ini menjadi asrama Tentara Keamanan Rakyat (TKR; sekarang TNI). Beberapa rumah kuno Belanda ini telah berpindah-pindah tuan. Jepang sempat merebut benteng pada 1942. Kemudian setelah Jepang kalah perang, TNI merebut benteng ini seiring dengan kemerdekaan 17 Agustus 1945. Rumah-rumah yang masih layak huni sekarang ditempati warga. Sisanya menjadi saksi bisu sejarah yang tak terawat. Kayu-kayu yang digunakan untuk membuat rumah tersebut berasal dari pohon Tembesu dan Bulian, dua jenis pohon khas kabupaten Batang Hari. Tak heran jika daerah ini kemudian dinamai dengan Pasar Muara Tembesi. Tak jauh dari rumah-rumah kuno tersebut terdapat sebuah bangunan tua yang menjadi bekas ruang persenjataan Belanda. Saat ini bangunan itu tak ubahnya puing-puing rumah yang terbakar. Atap-atapnya telah roboh. Dindingnya pun kusam menghitam.
Seperti kebanyakan daerah di provinsi Jambi, kelurahan ini pun dilewati aliran sungai Batang Hari, sungai terpanjang di pulau Sumatera. Masih menurut Iwan dan tokoh masyarakat, sungai Batang Hari di Pasar Tembesi inilah yang menginspirasi pembuatan Logo Kabupaten Batang Hari. “Cobolah kau tengok sungei di depan tu, kayak cabang ketapel!”, ujar Iwan. Ya, Sungai Batang Hari (Batang Tembesi, anak Sungai Batang Hari) terpecah 2 arah, ke kiri menuju kabupaten Sarolangun dan Bangko serta ke kanan menuju kabupaten Bungo dan Tebo. Warna biru pada logo kabupaten Batang Hari yang seperti huruf “Y” itu adalah representasi percabangan sungai Batang Hari (Batang Tembesi) yang ada di Pasar Muara Tembesi. Iwan lantas mengarahkan saya untuk menemui Bachtiar Oedin (91), pelaku sejarah yang menjadi juru kunci napak tilas sejarah saya kali ini. Ia adalah mantan TKR. Masyarakat lumrah memanggilnya Datuk Bachtiar. Menurut penuturan Bachtiar, Belanda menduduki Pasar Muara Tembesi pada tahun 1916 dalam perang Rajo Batu atau Sarikat Abang. “Waktu tu kito kalah, Belando pake Senjato kito cuma Bambu Runcing,!”, terangnya, Senin (23/5). Sejak saat itulah Belanda memerintah dan menjajah di Pasar Muara Tembesi. Bachtiar turut menambahkan, dulunya disekitar Benteng, destinasi pertama saya tadi, terdapat sumur tempat pembuangan mayat-mayat pejuang kemerdekaan. “Jepang lebih kejam daripado Belando!”, tegasnya. Ya, sumur kematian itu diprakarsai Jepang yang merebut Benteng dari Belanda pada tahun 1942. Jepang menjajah hanya 3 tahun, tapi sangat membuat rakyat menderita. Sayangnya sumur pembuangan mayat tersebut tidak ditemukan lagi karena amblas akibat abrasi sungai. Destinasi lain yang tak kalah bersejarah adalah Penjara Renta Belanda. Pun Penjara itu kini hanya bangunan tua yang kurang terurus. “Disano tu penjaro orang-orang yang bangkang samo Belando!”, timpal Bachtiar. Terbesit difikiran saya, betapa susah kehidupan nenek moyang kita di zaman penjajahan. Bagian depan penjara saat ini telah dihuni warga. Sisa bangunan dibelakangnya lah yang masih orisinil, saksi penindasan kolonialisme Belanda di ranah Jambi. Satu hal yang tak kalah atraktif, adalah ditemukannya Bioskop pertama Batang Hari yang dibangun pada era ‘50an. “Wah, bioskop tu ado sebelum aku lahir!”, ujar Pesek (57), petugas kebersihan Pasar Muara Tembesi saat ditemui disekitar bangunan, Senin (23/5). Ya saat itu masih dalam era pasca kemerdekaan. Itulah bukti Pasar Tembesi merupakan kota tua penuh sejarah.”Bioskop tu cabang bioskop Mega yang ado di Jambi!”, sebut Bachtiar. Bachtiar mengatakan, “Kito cumo kalah sekok (satu) suaro dari Muaro Bulian!”. Ya, dengan berapi-api ia menyayangkan kekalahan Pasar Muara Tembesi saat musyawarah penentuan ibukota kabupaten Batang Hari. “Pasar Muaro Tembesi ko (ini) pusat pemerintahan, sudah ado sebelum Muaro Bulian dan Pal 5 Muaro Tembesi ado!”, ujarnya. Begitulah, kini Pasar Muara Tembesi menjadi kelurahan biasa, kalah maju dalam sektor pembangunan dibandingkan dengan Muara Bulian yang menjadi Ibukota Kabupaten dan Kelurahan Kamp. Baru (Pal 5 Ma. Tembesi) yang kini adalah ibukota kecamatan Ma. Tembesi. Kelurahan Pasar Muara Tembesi, walaupun kini hanya kelurahan kecil, namun ia adalah kota tua yang menyimpan sejuta kenangan sejarah. Kota sejarah yang wajib kita lindungi. Kota tua terpinggirkan, yang seharusnya bisa diangkat menjadi destinasi strategis napak tilas wisata sejarah. Harapan terbesar warga Pasar Muara Tembesi kepaada Pemerintah Khususnya Bupati Batang Hari, mohon warnai kembali Kelurahan Pasar Tembesi yang hampir suram dengan warna baru sehingga anak negeri tidak lupa akan sejarah. Dikutip dari beberpa sumber ditambah pengetahuan penulis,, semoga Berkah
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantaaap, pakar sejarah jugo kawan kito ko
Wkwkk...bnyak sumber tu pak boss...semoga viral
keren kak..., .jadi tau kalau lambang batang hari dari cabang sungai di pasar muara tembesi ...sangat menginspirasi