Usnidar

Merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara. Alhamdulillah, sudah berlatih menulis sejak bergabung dengan MediaGuru. Guru MTs.N 3 Solok. Kecamatan Lembah Gumant...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kasih Ibu Sepanjang Jalan

Kasih Ibu Sepanjang Jalan

H.148

"Bunda...! Aku ingin kuliah, aku ingin seperti orang lain yang bisa menggapai asa," ucap Halimah yang sedang belajar di SMA favorit di Sumatera Barat.

Mendengarkan ungkapan Halimah, Bu Rita cuma terdiam. Dia tidak bisa berucap apa-apa.

"Apalah dayaku, aku hanya seorang single parents dan belum mempunyai pekerjaan tetap". Gumamnya.

Namaku Rita. Aku seorang janda yang ditinggalkan suami karena berselingkuh dan tergila dengan perempuan lain. Aku mengenal suamiku ketika kami sama kuliah di Universitas Sumatera Barat. Karena saling mencintai, kami menikah 25 tahun yang lalu.

Pada awalnya, pernikahanku baik-baik saja. Kami saling mencintai dan melengkapi. Rasa cinta dan saling pengertian tumbuh dalam keluargaku. Kebahagiaan selalu hadir menyinari keluarga kecilku.

Karena kami belum mempunyai pekerjaan tetap, aku dan suami yang sudah menyelesaikan kuliah sama-sama bekerja di swasta untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Satu tahun pernikahan, aku dikarunia seorang anak perempuan. Anak perempuan yang kami beri nama Halimah sebagai buah cinta kami.

Semenjak Bela kecil, pernikahanku sudah di ujung tanduk. Suamiku sudah mulai bermain gila dengan perempuan lain di belakangku, sehingga Bela tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah. Walaupun aku sudah mengetahui perselingkuhan suamiku, aku hanya diam dan tidak ingin memperkeruh suasana.

Setiap suamiku pulang kerja, aku seolah tidak mengetahui kalau dia berselingkuh. Alhamdulillah Allah memberikan kesabaran yang tertanam dalam diriku. Sehingga pertengkaran bisa dielakkan.

Dua setengah tahun umur Halimah, aku hamil lagi. Aku berharap, dengan kehamilan yang kedua ini suamiku akan berubah dan menyadari kekeliruannya selama ini. Dia akan menjadi ayah yang bertanggung jawab dan menumpahkan kasih sayangnya kepada keluarga. Namun, apa yang menjadi harapanku hanya sia-sia belaka.

Kecocokan diantara kami tidak ada lagi. Tetapi, mengingat Halimah dan janin yang ada dalam rahimku, aku coba untuk bertahan. Bertahan dengan perihnya rasa seakan disayat-sayat sembilu.

Kehamilanku semakin tumbuh dan membesar, namun sifat suamiku tidak juga berubah.

Suatu hari, ku coba menanyakan hubungannya dengan perempuan lain. Suamiku marah, dia tidak suka kalau urusan pribadinya di curigai dan dicampuri orang lain. Semenjak itu kekerasan dalam rumah tangga mulai terjadi.

Usia kandunganku memasuki usia sembilan bulan. Sebentar lagi aku akan melahirkan. Namun, kasih sayang suamiku sudah mulai pudar untuk diriku. Dia tidak lagi mempedulikanku karena sibuk dengan pekerjaan dan perempuan lain.

Untung saja ada emak yang menemani saat melahirkan, emak yang selalu menjadi penyemangat dalam hidupku.

Anak keduaku lahir juga perempuan. Ratna... itulah namanya.

Karena tidak ada lagi kecocokan, kami sepakat untuk bercerai. Kami mengurus perceraian ke pengadilan agama. Setelah perceraianku sah menurut agama dan negara, aku kembali ke kampung membuka lembaran baru bersama kedua orang tua dan anakku. Karena tidak mungkin bisa bertahan di kota untuk bekerja sambil mengurus dua anak yang masih kecil.

"Mulai hari ini, aku akan membesarkan anak-anak sendirian. Aku akan berusaha menyelesaikan pendidikan mereka,"bisikku.

Setiba di kampung, aku bingung. Tidak ada yang bisa ku lakukan. "Apakah anak kuliahan seperti diriku akan bekerja sebagai petani? Bagaimana kata orang nanti!

Pikiranku gundah. Kalau aku honor di sekolah berbekal ijazah sarjana yang kumiliki, apa mungkin bisa menghidupi dua anakku? Pertanyaan demi pertanyaan bersarang di benakku.

Saat heningnya malam sunyi mencekam, tatkala orang-orang pulas dengan tidurnya, aku bangun dan menunaikan salat malam. Aku Memohon kepada Sang-Pencipta untuk diberikan petunjuk tentang keraguan dalam mengambil suatu keputusan. Deraian air mata yang tak bisa terbendung mengalir bak derasnya sungai. Ku mantapkan komitmen dalam diriku, aku harus bisa membesarkan kedua anak-anakku dengan segala kemampuanku.

Pada saat itu, pemerintah daerah membuka penerimaan guru kontrak. Gajinya lumayan untuk menghidupi dua orang anak. Berbekal ijazah sarjanaku, aku coba mengikuti segala prosedur penerimaan. Saat pengumuman, Alhamdulillah namaku berada diantara deretan nama lainnya.

“Mungkin ini adalah jalan terbaik yang diberikan Allah atas jawaban do’a-do,aku,”gumamku.

Hatiku merasa lega. Sekarang aku bisa menghidupi kedua anakku yang masih sekolah.Untuk menambah penghasilanku, aku mencoba menanam sayur di lahan yang diberikan oleh orang tuaku. Menanam tanaman yang bisa kukendalikan sesuai waktu dan kemampuanku. Aku tidak peduli jika harus menyandang semprot seperti kebanyakan orang di kampungku. Bagiku yang terpenting aku harus mampu melanjutkan pendidikan anak-anakku, walaupun harus peras keringat banting tulang, namun aku tidak pernah mengeluh.

Hasil kerja kerasku bisa ku tabung sedikit demi sedikit. Hitung-hitung, untuk persedian untuk biaya pendidikan anak-anakku.

Sekarang Halimah sudah di kelas XII di sebuah SMA favorit di Sumatera Barat. Sebentar lagi dia akan menempuh ujian akhir. Sedangkan Ratna di kelas IX sebuah madrasah.

Halimah adalah anak yang pintar dan santun. Semenjak sekolah dasar dia selalu berprestasi. Menjelang ujian akhir, Halimah mendapat peluang mengisi formulir SNMPTN.

Pada awalnya, muncul keraguan dalam diri Halimah. Tetapi, karena motivasi yang kuat dariku, Ia memutuskan untuk mengisi formulir tersebut.

"Bunda..., Halimah takut, kalau harus berhenti separoh jalan nantinya!" Seru Halimah melalui gawainya.

"Kamu harus mengisi formulir itu, Nak. Kesempatan hanya satu kali, jangan disia-siakan. Bunda akan melakukan apa pun demi kalian!"

Dengan keikhlasan dan do’a yang selalu terucap dari lisan, Bu, Rita, Alhamdulillah Halimah lulus di Perguruan tinggi ternama di Indonesia. Sedangkan Ratna, juga seorang anak yang pintar. Ia juga lulus di sebuah Sekolah Menengah Atas ternama (SMA) di Propinsinya.

Dua kakak beradik ini merupakan anak yang mengerti dengan keadaan bundanya, sehingga ia selalu rajin belajar dan tidak mau menyia-nyiakan waktu.

Sekarang kedua anak gadisku sudah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi dan sekolah favorit. Berbekal uang yang ku sisihkan dari hasil keringatku, akhirnya anak-anakku bisa melanjutkan pendidikan seperti orang lain.

Kedua anak gadisku semakin dewasa. Hasrat ingin merasakan kasih sayang dari ayah tidak bisa dielakkan seperti anak-anak lainnnya. Namun, keinginannya hanya berbuah kecewa. Ayahnya acuh dan tidak menginginkan kehadirannya.

Empat tahun sudah Halimah kuliah di negeri orang. Namun, ayahnya tidak pernah mengontaknya.

"Assalamualaikum ... Bunda! Do'akan Halimah, ya, do'akan supaya ujian Halimah sukses."

"Tentu, Nak! Do'a bunda akan selalu menyertai kalian," Balas, Bu Rita, melalui gawainya.

Sebulan kemudian, Halimah dinyatakan lulus ujian dan akan diwisuda bulan depan. Aku tidak pernah membayangkan anakku akan wisuda di salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia.

Empat tahun Bela kuliah di Pulau Jawa, aku tidak pernah mengunjunginya. Bukan karena aku tidak sayang kepadanya, tetapi mengingat biaya berkunjung ke sana terlalu banyak. Sekarang saatnya aku akan hadir pada hari spesial dalam hidup anakku. Aku ingin menyaksikan pemindahan jambul toga Halimah di Universitas terkenal itu.

Perasaan senang bercampur haru menyaksikan Halimah diwisuda di Universitas terkenal dengan prediket Cumlaude, adalah suatu hal yang luar biasa. Air mataku tak henti-hentinya mengalir. Gelar Sarjana yang disandang Halimah dan Prediket Caumlaude yang diraihnya di Universitas Indonesia, ternyata mampu menjadikan Halimah langsung dipinang untuk bekerja di sebuah perusahaan asing yang gajinya menggiurkan.

Sekarang Halimah sudah bekerja di Pulau Jawa. Namun, kerinduannya kepada sang ayah tidak pernah terobati. Dia bangga kepada bundanya yang sudah ikhlas berjuang banting tulang, kerja siang malam, demi pendidikan anak-anaknya.

“Aku akan membahagiakan bunda!, tak akan ku biarkan bunda menangis lagi,” bisik Halimah.

Sedangkan Ratna, juga mengikuti jejak sang Kakak. Dia juga lulus di Perguruan tinggi ternama di Indonesia.

Aku tidak henti-hentinya bersyukur. Alhamdulillah, do'a-do'a dan keikhlasan yang mewarnai kehidupanku selama ini, sekarang bisa ku tuai. Cucur peluh keringatku sudah berubah menjadi sebuah kebahagiaan.

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib seorang kaum sebelum kaum itu yang merubahnya.”(QS.Ar-Ra’d Ayat 11)

Alahan Panjang, 15 April 2024

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post