Guru sebagai penuntun. Penuntun dalam pendidikan murid disekolah. Menurut Ki Hadjar Dewantara (2009), “ Pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”. Pendidikan adalah persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. Ki Hadjar Dewantara memliki keyakinan bahwa untuk pendidikan menjadi salah satu kunci utama dalam mewujudkan manusia Indonesia yang beradab. Dengan pendidikan akan tercipta ruang tempat berlatih dan bertumbuhnya nilai nilai kemanusiaan yang menjadi warisan bagi generasi bangsa selanjutnya.

Menurut Ki Hadjar Dewantara tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat anak agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tinggimya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dapat diibaratkan guru itu seperti petani. Menanam, merawat dan menumbuhkan tanaman sesuai dengan jenis nya . tanaman padi ditanam dan dirawat layaknya tanaman padi. Tanaman jagung dirawat dan ditumbuhkan hingga berbuah jagung yang memiliki kualitas terbaik. Pendidikan anak selalu berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan denga lingkungan sekitar anak, latar beakang budaya, agama dan keluarga. Kodrat zaman berkaitan dengan perubahan teknologi, dan tuntutan ketrampilan yang dimiliki anak untuk menghadapi dan bersaing dimasanya.

Dalam mewujudkan cita cita bangsa Indonesia sekolah menjadi saran dalam pembentukan karakter dan budi pekerti generasi bangsa. Guru penggerak sebagai fasilitator harus memiliki motivasi diri untuk menggerakkan, dan bergerak bersama praktisi komunitas dalam kolaborasi yang positif,

Karakter generasi bangsa yang diwujudkan dalam Profil Pelajar Pancasila, menjadi acuan bagi para calon guru penggerak untuk menyusun program dalam komunitas praktisi. Bagaiman mengintegrsikan Profil Pelajar pancasila dalam setiap interaksi dan pembelajaran disekolah. Dalam melakukan perubahan yang positif menjadikan sekolah rumah kedua yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi anak, sebagai pemimpin pembelajaran calon guru penggerak terus berlatih untuk mengelola diri sendiri dalam memahami dan mendorong perubahan positif budaya sekolah. Dan berupaya menggerakkan orang lain dan bersama sama menjalani proses perubahan dengan niatan tulus mewujudkan visi sekolah.

Untuk menujudkan visi sekolah, diperlukan pendekatan dalam melakukan perubahan. David Cooperider (Noble & McGrath,2016) mengembangkan konsep perubahan melalui pendekatan managemen yang berbasis pada kekuatan yang dimiliki sekolah yang disebut Inkuiri Apresiasif (IA). Managemen perubahan ini berbasis pada eksplorasi paradigma kekuatan sekolah. Yang berfokus pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dengan menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi. IA dalam implementasinya memnggali hal-hal positif yang dimiliki sekolah, mulai dari anggota, keberhasilan yang di capai dan kekuatan yang di milki sekolah. Ada beberapa tahapan IA yang disebut BAGJA ( dalam bahasa Indonesia). Berpijak pada segala kekuatan yang disekolah kemudian menyelaraskan kekuatan dengan visi sekolah dan visi setiap warga sekolah.

Kekuatan itu bisa diwalai dengan budaya positif yang dilakukan disekolah. Kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan dengan kesdaran diri. Bukan karena adanya hukuman ataupun hadiah. Sering kita sebagai guru memberikan hadiah berupa gambar buntang atau emoticon bagi anak anak yang belajar “tertib”. Atau memjanjikan “sesuatu” bagi yang mengerjakan akan mendapat hadiah. Atau ketika anak melakukan kesalahan/melanggar aturan maka kita memberikan hukuman. Ternyata apa yang kita lakukan selama ini sepenuhnya tidak dapat dibenarkan. Ketika kita meberikan hukuman, anak akan menghindari melakukan kesalahan itu hanya untuk menghidarkan f-diri dari hukuman. Begitupun juga dengan hadiah yang kita berikan, hadiah itu hanya kan membiasakan anak melakukan sesuatu dengan pamrih atau mengharap imbalan.

Kita sebagai guru harus memahami posisi kita sebagai manager, bagaimana mengatur dan membuat kesepakatan kelas yang dibuat bersama guru dan murid dengan tujuan agar pelaksanaan pembelajaran berjalan efektif. Kesepakatan kelas berisikan harapan murid dan guru, bukan aturan. Jadi lebih kepada harapan murid. Kesepatan kelas merupakan awal terbentuknya budaya positif disekolah. Karena kesepakatan kelas dilakukan murid dengan penuh kesadaran. Kesadaran ini tumbuh saat menyusun kesepatan yang melibatkan murid dan guru.

Kesadaran yang tumbuh akan menjadi kebaiasaan yang baik. Dilakukan dengan tulus tanpa takut akan hukuman dan mengharapkan hadiah, salah satu contoh kesepakatan kelas yang dapat dilakukan khususnya di masa pandemic , adalah menanamkan kesadaran pada anak tenang bahaya virus corona, sehingga mereka memiliki kesadaran diri dengan mencuci tangan , memakai masker selama disekolah dan menjada jarak secara mandiri.

Ayo calon guru penggerak, gerakkan komunitasmu untuk mendorong perubahan budaya positif disekolah agar terwujud visi sekolah. Mewujudkan Indonesia maju, melahirkan generasi penerus dalam Profil Pelajar Pancasila. Guru hebat, Indonesia Maju .

PGP-Angk2-Kab,Mimika-Uswatun Khasanah-1.4-Aksi Nyata