Penulis: Utin Winarti

Seperti biasa, jam 06.30 aku berangkat kesekolah. Absen dengan finger paling telat jam 07.00. Perjalananku dari rumah kesekolah hanya ditempuh kurang lebih 10 menit dengan mengendarai motor. Begitulah aktifitasku setiap paginya, karena aku adalah seorang guru.

Udara yang berhembus hari ini terasa sangat lembut menyentuh kulit. Saat wabah mulai menyerang daerahku dan kegiatan pembelajaran diberhentikan. Waktu libur kian diperpanjang dan hari berganti hari, waktu libur berubah menjadi untaian cerita sedih yang takkan terlupakan.

“Sin, ikutan menulis yuuk”, kata Nia kala itu.

“Nggak aah, jawabku, tanpa berfikir lagi”. Aku memang orang yang kurang suka menulis. Sering temanku ini mengajak aku ikutan komunitas menulis, tapi slalu saja kutolak.

“Ayolaah coba sekali saja, nanti kamu pasti cinta dunia menulis”. Nia berusaha menyemangatiku. Akhirnya akupun mengikuti keinginan Nia ikut grup komunitas menulis.

Gerakan literasi sekolah ditempatku terhenti juga karena pandemi ini. Gerakan di rumah saja bukanlah waktu untuk bersantai dan merebahkan diri. Akhirnya aku ajaklah beberapa siswa untuk ikut menulis. Stay at home ini membuat ide kreatif untuk membuat siswa terus berkarya.

“Nia, aku mengajak beberapa siswa buat ikutan menulis ya. Dengan menulis, mereka akan berliterasi juga”, ungkapku. “Oke, aku setuju dengan idemu itu, luar biasa”. Dengan wajah berseri-seri dan penuh semangat mereka berdua menghubungi murid yang antusias menulis.

Akhirnya ada 10 anak yang tertarik untuk menuangkan sesuatu di dalam tulisan, akan ada sesuatu di dalam diri kita yang ikut terangkat, entah beban, keresahan, kegelisahan, pikiran, dan sebagainya. Belajar dan maju bersama, akan menuai hal yang terindah.