Baru-baru ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto melakukan mutasi besar-besaran kepada jajaran guru di satuan pendidikan dasar. Tak tanggung-tanggung, sejumlah 131 guru dipindahtugaskan, baik dalam satu kecamatan maupun lintas kecamatan dengan masa kerja 10 – 30 tahun di tempat kerja yang sama. Bahkan sampai tujuh guru PNS dalam satu instansi dimutasi. Apakah kebijakan ini efektif? Pun tidak mengikuti sistem zonasi lantaran wilayah Kota Mojokerto yang tidak terlalu luas. Hanya tiga kecamatan. Sejauh mana pun tempat tugas baru, tidak lebih dari 10 km untuk menempuhnya.

Mutasi sendiri diatur dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 Pasal 197 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Dalam peraturan ini dijelaskan, instansi pemerintah merencanakan mutasi dengan memperhatikan beberapa aspek. Beberapa di antaranya: pemetaan pegawai, perpindahan dan pengembangan karir, prestasi kerja, dan kebutuhan organisasi. Secara teknis dan kebijakan sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah dengan didukung peraturan daerah setempat.

Berdasarkan peraturan BKN Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Mutasi pasal 2 ayat (3), mutasi dilakukan paling sedikit dua tahun dan paling lama lima tahun. Namun, kembali lagi pada peraturan daerah dan kebutuhan pegawai pada masing-masing instansi.

Dengan peraturan mengikat seperti ini, rasa-rasanya mutasi bukanlah sesuatu yang menakutkan dan mengerikan. Apalagi sebagai abdi negara telah bersumpah bersedia ditempatkan di mana saja, di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Di daerah terpencil sekalipun.

Buang jauh-jauh stigma, pegawai dimutasi karena bermasalah dengan instansinya sehingga harus dijauhi. Memang, salah satu bentuk hukuman kepada pegawai bermasalah adalah dengan dipindahtugaskan agar bisa berubah menjadi lebih baik di lingkungan baru, dengan situasi kerja yang baru pula.

Namun, pada dasarnya mutasi sendiri memiliki manfaat yang tak sedikit. Menurut Siagian (2001:172), manfaat mutasi di antaranya: mendapatkan pengalaman baru, cakrawala pandang yang lebih luas, untuk penyegaran, tidak terjadi kejenuhan, memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru, memperluas kompetensi organisasi, dan semakin termotivasi berkat tantangan dan situasi baru yang dihadapi. Satu lagi, pertemanan, persaudaraan, kekeluargaan semakin luas tentunya.

Di samping manfaat, mutasi juga memiliki tujuan yang tak kalah menguntungkannya. Beberapa di antaranya: untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai, menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan atau jabatan, menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik pegawai, mengatasi perselisihan antara sesama pegawai, dan pengisian jabatan-jabatan lowongan yang belum terisi.

Menilik penjelasan di atas, nyatanya tidak ada satu pun manfaat dan tujuan yang merugikan pegawai. Justru dengan pemindahan tugas, banyak dampak positif yang diperoleh. Hal itu jika seluruh pegawai mau berpikir positif dan tidak mengedepankan sikap egosentris.

Meski demikian, ada beberapa catatan yang ingin penulis kemukakan di sini. Pertama, dengan menggunakan sistem zonasi, efektivitas kerja pegawai akan semakin muncul. Pemindahan tugas pegawai didekatkan dengan domisili rumah. Dengan demikian, pegawai akan lebih disiplin dan meminimalkan keterlambatan datang ke tempat kerja. Posisi tempat tugas baru yang lebih dekat dengan tempat tinggal juga dapat mengurangi beban biaya transportasi. Ikatan guru dengan siswa dan wali murid menjadi semakin dekat. Guru bisa mengadakan belajar bersama dengan siswa lantaran lokasi tempat tinggal berdekatan.

Kedua, pengadaan mutasi semestinya juga memperhatikan sisi kemanusiaan. Artinya, pegawai yang sudah mendekati masa purna tugas dan dalam kondisi tidak sehat, seharusnya mendapatkan perlakuan berbeda dari pegawai lainnya. Biarkan mereka menghabiskan sisa masa tugasnya di instansi lama. Apalagi hanya tinggal dua atau maksimal tiga tahun. Kepekaan sosial seperti ini penting dimiliki pejabat daerah.

Ketiga, mutasi “bedol desa” rasanya kurang efektif dilakukan. Alasannya, sejarah, sistem, dan tradisi baik yang sudah berjalan akan hilang seketika. Membangun sistem baru tidak mudah dan memerlukan waktu cukup lama.

Kebijakan mutasi sudah cukup baik jika memang dilakukan karena ada aturan yang mendasari dan sebagai bentuk penyegaran pegawai. Namun, semestinya dilaksanakan secara bertahap. Waktu lima tahun rasanya cukup ideal untuk pergantian situasi kerja baru. Terlalu lama dan terlalu cepat waktu pemindahan tugas akan berdampak tak baik juga. Begitu pun dengan jumlah pegawai yang dipindahtugaskan. Regulasi dan penataan pegawai seharusnya sudah melewati pemikiran dan pertimbangan yang matang sehingga berjalan secara proporsional. Tak ada pihak yang merasa dirugikan. Semua merasakan dampak positif dari kebijakan yang ada.

Kebijakan rotasi guru yang diimplementasikan secara tepat akan berkontribusi positif terhadap pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Pemindahan tugas guru ke instansi baru bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Justru harus didukung penuh sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. Out of the box. Keluar dari zona nyaman dan berani menghadapi tantangan baru. Di mana pun guru bertugas, mencerdaskan generasi penerus bangsa adalah muaranya. Bismillah....