Uzlifah Rusydiana

Belajar dan terus belajar... ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Menumbuhkan Profil Pelajar Pancasila Bebas Korupsi

Sejak 2020, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim menggulirkan rencana strategis berupa profil pelajar Pancasila. Kurikulum merdeka yang dia cetuskan salah satu tujuannya untuk menghasilkan profil pelajar Pancasila. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020.

Pancasila yang merupakan salah satu dari empat konsensus dasar wawasan kebangsaan menjadi sangat penting diintegrasikan dalam setiap pembelajaran. Tujuannya, siswa dapat mengimplementasikan kelima sila Pancasila di setiap sendi kehidupan dan rasa nasionalisme terpatri dalam jiwa mereka.

Terciptanya profil pelajar Pancasila merupakan harapan besar dari muara pendidikan. Pelajar Pancasila yang diharapkan adalah pelajar yang berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Enam ciri utama sebagai cerminan pelajar Pancasila di antaranya: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia; berkebinekaan global; bergotong royong; mandiri; bernalar kritis; dan kreatif.

Enam karakter utama pelajar Pancasila ini perlu ditanamkan kepada siswa sejak dini. Guru bisa mengintegrasikannya dalam pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler. Penanaman profil pelajar Pancasila dapat ditunjukkan dengan doa bersama pada saat awal dan akhir kegiatan, bersikap jujur, toleransi beragama, saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat, dan lain sebagainya.

Berbagai Praktik Baik Penanaman Nilai Kejujuran

Salah satu elemen penting dari karakter beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia adalah sikap jujur. Nilai-nilai kejujuran yang ditanamkan sejak dini akan melahirkan kesalehan pribadi pada generasi di masa datang. Mengingat banyaknya kasus korupsi yang melanda negeri. Dari level teri hingga kelas kakap. Dilansir dari laman resmi KPK, dalam semester pertama 2022, KPK telah melakukan 66 penyelidikan, 60 penyidikan, 71 penuntutan, 59 perkara inkracht, dan mengeksekusi putusan 51 perkara (Kompas.com., 21/09/2022). Fakta ini tentu sangat miris dan memprihatinkan. Guru sebagai ujung tombak pendidikan memiliki peran yang sangat krusial dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran. Harapannya, ada tekad dari para generasi bangsa ini dalam memutus mata rantai korupsi.

Banyak hal sederhana yang bisa dilatihkan kepada siswa sebagai bentuk sikap jujur. Implementasinya dapat diintegrasikan dalam berbagai praktik baik pembelajaran. Sebagai contoh, bermain pasaran yang merupakan bagian dari literasi finansial. Literasi finansial merupakan seperangkat keterampilan dan pengetahuan untuk mengelola sumber keuangan dan membuat keputusan yang cermat dalam menghadapi kondisi keuangan.

Bermain pasaran, jual-jualan, dagang-dagangan adalah salah satu pendekatan sederhana untuk melatih komunikasi efektif, melatih kerja sama, empati, cara mengelola sumber-sumber keuangan, dan kemampuan pengambilan keputusan cermat perihal keuangan.

Pada pelaksanaannya, siswa diajarkan menghitung pecahan uang dengan uang kertas dan logam, dari pecahan kecil sampai pecahan besar. Pengenalan jenis, warna, tokoh, atau budaya yang melekat pada uang kertas juga dilakukan pada tahapan ini. Guru memberikan berbagai barang yang bisa dibeli anak-anak dengan uang yang telah dibagikan secara kelompok. Selanjutnya, siswa dipandu guru untuk cermat membeli barang dan mengelola uang yang dimiliki. Siswa menuliskan di kertas yang disediakan, barang apa saja yang dibeli dan berapa uang yang diperlukan untuk membeli barang tersebut.

Hemat dan cerdik pada pilihan menginvestasi uang yang dimiliki untuk menabung atau untuk membeli barang berharga lainnya adalah tahapan lanjutan pada pembelajaran literasi finansial. Dengan bermain pasaran, siswa diajarkan untuk bersikap jujur. Mencatat semua barang yang dibeli, menerima uang, dan memberikan kembalian jika ada kelabihan uang kepada pembeli. Uang tersebut adalah hak pembeli meski hanya satu rupiah. Jadi, harus dikembalikan dan penjual tidak berhak mengambilnya.

Kegiatan Business Day yang biasa dilaksanakan pada akhir semester juga bisa dijadikan ajang latihan siswa untuk bersikap jujur dan tidak mengambil hak temannya. Mengambil milik orang lain adalah bentuk pencurian. Hukum mencuri adalah haram dan merupakan cikal bakal dari perbuatan korupsi yang jamak dilakukan pejabat negara. Beritanya pun hampir setiap berseliweran di media cetak, elektronik, maupun berbagai media sosial. Tontonan yang tidak sehat tentunya bagi generasi masa depan negeri ini.

Pada kegiatan Business Day ini, siswa menjual aneka makanan dan minuman. Dari sisi religius, siswa belajar untuk berlaku jujur dalam proses jual beli sampai dengan laporan perolehan hasil. Sikap mandiri ditunjukkan dari kebebasan yang diberikan kepada siswa saat mempersiapkan lapak, memilih, dan menjajakan barang dagangannya. Sekolah hanya menunjukkan kriteria makanan dan minuman yang dijual, harus sehat, tidak mengandung bahan pewarna dan pengawet.

Business Day bisa dijadikan sebagai program tahunan sekolah untuk mengenalkan jiwa wirausaha pada siswa. Harapannya, siswa siap terjun ke masyarakat saat lulus nanti. Pengalaman yang diperoleh dalam kegiatan ini tentu dapat dikembangkan lagi saat mereka menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

Kegiatan Business Day tidak sekadar ajang jualan makanan dan minuman. Namun, banyak nilai positif yang bisa dipelajari siswa. Mereka akan belajar menjadi seorang pedagang, bersosialisasi dengan pembeli, memikirkan strategi untuk memilih barang dagangan, hingga menghitung laba dan rugi yang merupakan aspek literasi finansial. Sama halnya dengan bermain pasaran. Perbedaannya, pada barang dan uang yang digunakan bentuknya nyata, bukan mainan.

Nilai kejujuran juga bisa diimplementasikan siswa dengan tidak mencontek saat ulangan. Hal ini senada dengan pendapat Ginanjar (2018:44) bahwa kecurangan identik dengan ketidakjujuran dan kelicikan. Seseorang yang berbuat curang ingin memperoleh keuntungan tanpa tenaga dan usaha. Contoh kecil dalam keseharian adalah mencontek saat ujian atau plagiat kala membuat tulisan. Tanpa disadari, kebiasaan berbuat curang tersebut akan tumbuh tertanam dalam diri orang yang melakukannya.

Pembelajaran yang mendorong siswa untuk saling berbagi juga bisa mengajarkan siswa untuk belajar tidak korupsi. Hal ini bisa diimplementasikan pada pembelajaran matematika dengan materi pecahan. Dengan berbagi, tersirat pelajaran bahwa apa yang dia miliki sejatinya ada hak untuk diberikan kepada orang lain sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang Allah berikan. Tidak untuk dinikmati sendiri atau malah memperkaya diri dengan mengambil milik orang lain. Siswa juga diberi pemahaman tentang dampak mengambil milik orang lain dari sisi psikis, sanksi sosial, hukum, sampai pertanggungjawaban kepada Sang Pencipta.

Pendidikan wawasan kebangsaan tidak melulu harus berupa teori. Namun, akan lebih mudah dipahami siswa melalui berbagai praktik baik. Dengan bermain pasaran, kegiatan business day, tidak menyontek saat ulangan, dan belajar berbagi, penulis berharap nilai-nilai Pancasila tersemat di hati siswa. Penanaman sikap jujur pun perlahan tumbuh dan bisa digunakan sebagai bekal saat terjun di masyarakat. Mengimplementasikannya dalam setiap sendi kehidupan. Tidak mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Sering berbagi dengan sesama. Dengan demikian, tak ada catatan hitam dalam perjalanan hidup mereka, termasuk perbuatan keji mencuri, apalagi korupsi. Mari lawan korupsi sejak dini!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post