Ferry Andika Eminarni

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
BELAJAR SEUTUHNYA DARI FILOSOFI KI HAJAR DEWANTARA

BELAJAR SEUTUHNYA DARI FILOSOFI KI HAJAR DEWANTARA

BELAJAR SEUTUHNYA DARI FILOSOFI KI HAJAR DEWANTARA

( DIBUAT SEBAGAI TUGAS 1.1.A.8. KONEKSI ANTAR MATERI-KESIMPULAN DAN REFLEKSI MODUL 1.1.)

Oleh : Ferry Andika Eminarni, S.Pd.

Guru SMPN 2 Bringin Kab. Semarang

MENYAMAKAN PERSEPSI

Pada hakikatnya, manusia adalah pembelajar sepanjang hayat. Manusia perlu terus melakukan proses belajar untuk dapat menjadi manusia yang seutuhnya, tak terkecuali guru. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat dinamis dan harus sesuai tuntutan zaman, menuntut guru mampu mengimbangi dengan bekal ilmu yang mumpuni sehingga mampu mengantarkan anak didik menjadi manusia yang seutuhnya.

Ki Hajar Dewantara (KHD) yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat merupakan Tokoh Pendidikan Nasional yang mendirikan Taman Siswa. Tanggal lahir beliau ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia. Ajaran Ki Hajar Dewantara tidak asing, seperti semboyan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani sudah sangat hafal diluar kepala. Beliau memiliki konsep dasar filosofis yang masih sangat relevan untuk dunia pendidikan sekarang.

Tetapi dalam praktiknya, guru hanya memahami sebatas hafalan yang belum memaknai filosofisnya lebih dalam. Dan seorang guru haruslah bersedia membuka diri dan kembali belajar seutuhnya dari filosofi Ki Hajar Dewantara yang tentu akan bermanfaat dalam melayani anak didik. Kesempatan belajar pun tiba, dengan mengikuti Program Pendidikan Calon Guru Penggerak angkatan 7 memberikan kesempatan untuk belajar seutuhnya dari filosofi Ki Hajar Dewantara dari Modul 1.1.

POKOK PEMIKIRAN FILOSOFI KI HAJAR DEWANTARA

Ki Hajar Dewantara memiliki pemikiran filosofi yang dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pendidikan yang “Menuntun” ( Among )

Maksud pendidikan yang menuntun adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sabagai manusia maupun anggota masyarakat. Pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar dapat memperbaiki lakunya hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat pada anak. Adanya konsep atau semboyan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Yang artinya di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat atau ide yang mendukung, di belakang memberi dorongan atau motivasi.

2. Kodrat anak yang “Merdeka” dan “Bermain”

Kodrat anak itu merdeka dan bermain.

Manusia merdeka adalah manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak tergantung pada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri. Artinya adanya kemandirian dalam belajar. Bermain adalah salah satu kodrat anak. Budi berarti Cipta (Pikiran), Rasa (Perasaan), Karsa/Karya (Kemauan), Pekerti ( Tenaga ) sudah ada pada diri anak. Permainan anak dapat menjadi bagian pembelajaran di sekolah.

3. Konsep “Menghamba” pada anak

Maksudnya adalah pendidikan itu hendaknya berpihak pada anak. Anak menjadi pusat ( student center. Segala hal yang diusahakan adalah untuk kepentingan anak meliputi segala aspek.

4. Anak “bukan tabula rasa” ( kertas kosong )

Anak bukan kertas kosong, melainkan samar-samar telah terisi tulisan. Anak lahir dengan kekuatan kodrat yang samar. Tujuan pendidikan yaitu menuntun/memfasilitasi/ membantu anak menebalkan garis samar agar bisa memperbaiki lakunya sehingga bisa jadi manusia seutuhnya. Dengan konteks diri anak dan sosio-kultural budaya

5. Penanaman Pendidikan Budi Pekerti

Adanya keselarasanan/keharmonisan antara Cipta (Pikiran), Rasa (Perasaan), Karsa/Karya (Kemauan) dan Pekerti ( Tenaga atau Semangat). Pendidikan hendaknya mampu menanamkan budi pekerti. Yang dapat dimulai dari lingkungan keluarga.

6. Pendidik adalah “ Petani atau Tukang Kebun” Kehidupan

Pendidik ibarat petani atau tukang kebun yang hanya dapat menuntun tumbuh dan hidupnya kekuatan kodrat alam yang ada pada anak agar dapat memperbaiki lakunya ( bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.

REFLEKSI PENGETAHUAN DAN PEMAHAMAN BARU

Berikut ini adalah pemahaman saya sebelum mempelajari modul 1.1., diantaranya :

1. Tanpa disadari sering menggunakan teacher centered ( guru mendominasi dalam pembelajaran),

2. Guru beranggapan kelas yang baik adalah kelas yang tidak ramai, duduk rapi dan fokus serta memperhatikan penjelasan guru.

3. Pembelajaran di kelas mengunggulkan aspek kognitif.

4. Memfasilitasi anak terlalu fokus memperhatikan kodrat zaman dan mengesampingkan dengan kodrat alam.

Setelah mempelajari modul 1.1., yang berubah dari pemahaman dan perilaku saya adalah :

1. Terdapat pemahaman baru yang sangat mendasar bahwa pendidikan haruslah berpusat pada anak. Aktor utamanya adalah anak didik. Sehingga segala sesuatu yang dilakukan haruslah berorientasi pada anak didik.

2. Pemahaman tentang kelas yang tidak ramai adalah salah. Anak didik pada hakikatnya memiliki kodrat bermain. Bahkan dengan bermain dengan gembira, anak dapat berkreasi dan mengolah budi pekerti ( cipta, rasa, karsa) sehingga anak dapat mencapai kebahagiaan dan kemerdekaan.

3. Pendidikan adalah penanaman Budi Pekerti. Seluruh aspek yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotor harus seimbang dan harmonis. Guru haruslah bersikap seperti orang tua kandung yang mendidik dengan penuh cinta dan kasih sayang. Perilaku mengamalkan semboyan KHD dengan menjadi teladan, penyemangat dan pendorong haruslah senantiasa ditamankan dalam diri sehingg mampu menanamkan pendidikan budi pekerti di sekolah dengan maksimal.

4. Pandangan baru yaitu pendidikan hendaknya memperhatikan kodrat alam dan zaman anak. Membekali anak menyiapkan diri untuk hidup di abad 21 dan tetap menanamkan sosial kultural yang menjadi identitas diri. Anak mampu memiliki kekuatan kodratnya.

Terdapat beberapa hal yang dapat segera diterapkan agar kelas saya mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara, diantaranya :

1. Segera menyelenggarakan Pendidikan yang berpusat pada anak ( Student centered ).

2. Menggunakan permainan –permainan ( jika memungkinkan permainan tradisional) untuk pembelajaran di kelas saya. Mendesain kelas menjadi lebih dinamis dan penuh kreativitas dan kegembiraan serta merdeka dalam belajar.

3. Melaksanakan pembiasaan pendidikan budi pekerti disekolah. Pendidikan budi pekerti dilakukan konsisten. Dengan diawali guru menjadi teladan yang baik untuk anak didik.

4. Melaksanakan pendidikan berbasis kearifan lokal sehingga anak mampu memiliki identitas diri sehingga dapat menjadi kekuatan kodratnya untuk menjadi manusia dan anggota masyarakat.

KONSTRUKSI PEMBELAJARAN YANG MENCERMINKAN PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA SECARA KONKRET SESUAI DENGAN KONTEKS LOKAL SOSIAL BUDAYA

Daerah Jawa Tengah adalah daerah yang sangat kaya akan budaya. Terdapat banyak sekali kebudayaan dan nilai- nilai budaya lokal yang dapat mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara dan telah saya lakukan secara nyata dalam pembelajaran saya di kelas maupun sekolah.

1. Dalam kebudayaan Sambatan/Rewang/Sinoman/ Gugur Gunung terdapat nilai budaya yang dapat diambil yaitu nilai gotong royong. Nilai budaya ini saya terapkan dalam kegiatan rutin sekolah yaitu Jumat Bersih. Kegiatan dilaksanakan dengan bergotong royong membersihkan lingkungan sekolah dan sekitar sekolah. Guru berperan dengan menuntun, mendampingi atau memfasilitasi kegiatan tersebut. Guru juga berpartisipasi aktif ( memberi teladan, menyemangati, memberi dorongan ) pada anak didik.

2. Tata Krama dan sopan santun dalam budaya masyarakat jawa disebut dengan Unggah –Ungguh. Budaya Unggah Ungguh diterapkan dalam ucapan dan perbuatan. Ucapan nampak pada komunikasi yang menunjukkan menghormati lawan bicara dengan penggunaan tatanan bahasa krama alus. Perbuatan dilakukan dengan salaman cium tangan jika bertemu dengan orang yang lebih tua, membungkukkan badan ketika lewat di depan orang yang lebih tua. Di dalam pembelajaran saya, saya tanamkan budaya 5S ( Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

3. Pendidikan budi pekerti tentang penanaman nilai-nilai religius yaitu dengan membiasakan salam, melaksanakan kegiatan berdoa sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, mengawali hari dengan bacaan asmaul husna ( bagi yang muslim), rutin kegiatan khataman Alquran, sholat dzuhur berjamaah.

Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses menuntun bukan menuntut. Pendidikan harus berpihak dan berorientasi pada anak. Pendidikan yang diselenggarakan harus sesuai dengan kodrat anak yaitu bermain dan merdeka. Anak didik bukan kertas kosong melainkan kertas yang samar –samar dan tugas pendidik adalah mengarahkan lakunya menebalkan garis samar tersebut. Pendidik ibarat petani dan tukang kebun kehidupan. Dan pendidikan budi pekerti menjadi satu kesatuan yang seimbang dan harmonis dapat dilaksanakan dalam pendidikan di sekolah. penerapan pemikiran Ki Hajar Dewantara sesuai dengan konteks sosial budaya mampu menumbuhkan kekuatan kodrat anak.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap Bu Ferry, salam sukses

07 Nov
Balas

Salam sukses Bunda

30 Apr



search

New Post