Bondho Nekad
#Tantangan hari ke-12
****
Pada tahun 2013, semua bermula. Rutinitas yang padat dengan jarak tempuh yang lumayan jauh sedangkan satu-satunya kendaraan adalah sepeda tua tahun 2010_an, itupun warisan dari orang tua. Mengingat saya yang super duper mungil dan selalu dikira siswa, merasa keberatan (emang suruh mikul sepeda apa!) Jika wara wiri mengendarai sepeda tersebut. Alhasil kami jualah sepedanya. Dan, namanya juga barang tua, laku terjualpun tidaklah banyak. Jelas tidak bisa barter dengan sepeda baru dan keluaran terbaru juga.
Ok berkat bondho nekad. Kami pilihlah sepeda motor yang sesuai dengan postur tubuh miniku. Ya, walaupun tidak sepenuhnya cukup untukku. Minimal kakiku masih bisa menapaki aspal ketika lampu merah walau hanya satu kaki saja dan itupun jinjit pula. Jangankan sepeda motor, sepeda ontel saja kudu pakai sepeda mini baru bisa sempurna tetap duduk diatas pedal. Kaki menjulur ke aspal tanpa jinjit ketika menunggu rona lampu berganti hijau. Uda kebayangkan betapa mininya aku😀😀😀.
Kenapa ku bilang nekad, bukan karna tubuh miniku ya. Walaupun mini begini aku sangat aktif loh, sangking aktifnya naik pohon rambutan saja aku bisa. Kala itu aku masih berstatus mahasiswa, suami kerja sebagai guru honorer anyaran. Bayaran hanya cukup untuk membeli bensin sepeda motor. Wara wiri dari sebuah desa kecamatan ke kota kabupaten, markas semua aktifitas kami. Kira-kira 30 km/jam jarak tempuhnya. Untuk makan dan beli popok bayi kamipun masih sangatlah sulit. Tapi Kami justru memutuskan untuk mengkredit sepada motor. Bukan Veni namanya jika tidak bisa menaklukan semua ini (weishhhh mulai keluar dah jumawanya). Bukan bermaksud untuk jumawa, tapi ini salah satu cara saya untuk tetap semangat dan melanjutkan perjuangan. Saya yakin setiap orang pastilah memiliki cara sendiri - sendiri untuk bangkit, semangat dan melanjutkan perjalanan. So do I....
"jika berkeinginan keras, jalanpun terbentang luas" salah satu pepatah yang mampu melecut semangatku. Bagaimana tidak, untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga, beli popok bayi dan bayar cicilan sepeda motor, saya yang sedang berstatus mahasiswa akhirnya memilih untuk berjualan. Ya, saya memang terlahir sebagai wanita perkasa, mandiri dan bermuka tembok pastinya. Apapun saya jual. Jual roti keliling. Setiap ngampus tas selalu berisi penuh, jelas bukan buku dan pena isinya, melainkan beraneka barang dagangan. Mulai jam tangan, bros, kerudung, gamis, kemaja dan banyak lainnya. Sudah seperti kantong doraemon saja isi tas saya. Semuanya ada. Semua mahasiswapun menjadi target sasaran saya bahkan sak dosen-dosene...
Saya mah tak takut dicibirii, dihina dan direndahkan ketika belajar sambil jualan. Selagi tidak ada larangan dari pihak kampus, saya mah lanjut terus. Toh sebagian dosen juga ada yang menjadi pelanggan saya. Entah memang butuh atau karena kasihan, beliau membeli barang dagangan saya. Saya mah gak ambil pusing. Yang penting fulus masuk dan barang dagangan saya laris manis dan terjual habis. Uda gitu aja saya sudah bersyukur banget.
Dari pengalaman mengkredit. Saya bertekad untuk tidak kredit apapun lagi. Bukannya apa, setiap jatuh tempoh selalu saja bikin kepala nyut....nyut bahkan rambutpun ikut berguguran alias rontok. Dan sebagai Makhluk istimewa yang dianugerahi akal dan hati, sudah sepantasnya kita menggaungkan syukur. Sakitpun nikmat, susahpun nikmat apalagi yang enak-enak sudahlah pasti sangat nikmat. Setuju tidak?
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kisah yang keren Bund. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Amin. Terimaksih bunda
Salah satu bentuk syukur kita adalah menjauhkan diri dari KREDIT. Apalagi jika kredit untuk "status sosial"....weh kasian bgt hidup sekali dibikin greget kredit, heheWeh tulisannya ngalir lir ....semangat bunda adek
Pok kapooook tenan mbk. Gak akan kredit2 lagi.
setuju bangett.. kredit memang bikin sakitnya tu di sini..
Sakit semua ya bu