Hujan Dan Air Mata Bayi Part 2
Senja ini kian menua, saat ku dengar lantunan Azan Maghrib yang begitu syahdu. Menggerakkan setiap jiwa yang mendengarnya untuk bergegas menunaikan panggilannya. tak terkecuali aku dan bayiku. Tangisnya sudah mereda beberapa saat sebelum Azan berkumandang.
Kuraih tangan mungilnya lalu beranjak menuju tempat wudhu'. Perlahan ku basuh kedua telapak tanganku, sambil kulantunkan niat dalam qalbuku, kuusap muka,kedua tangan, lalu ku sapu sebagian rambutku, kedua telingapun tak luput dari sentuhan air wudhu, ku basuh kedua kakiku dan terakhir ku angkat kedua tanganku dan tangannya, sembari bermuwajjahah pada arah yang telah ditetapkan, Kiblat. Kulafadzkan doa sebagai pertanda Wudhu' telah usai. Semua kuperlihatkan dengan perlahan, agar kelak pada waktunya, Dia mampu berwudhu sesuai tuntunan syariat. Meski aku paham betul, di usianya yang masih terbilang belia, hal ini bukanlah sebuah kewajiban baginya. Namun tak salah pikirku, memberi contoh yang baik sedini mungkin.
Segera ku bentangkan sajadah merahku. Tak lupa dia, yang masih sering berlari- lari kesana kemari, kuajak untuk berdiri disampingku. Aku ingin menghambah. Diriku, seluruh hidupku dan juga buah hatiku. Tunduk menyembah pada Sang Pemberi Hidup, Allah SWT semata.
Malam kian larut, nyanyian jangkrik mulai terdengar ramai, sesekali tokekpun ikut menyumbangkan irama. Suasana terasa kian mencengkam, saat yang ku dengar hanya suara dengkuran bayiku yang sudah terlelap di bilik kamarku. Hening, Ya, aku memang mengalami kesulitan tidur, semacam insomnia mungkin. Aku hanya menerka saja. Karena hal ini tidak pernah aku konsultasikan sama sekali pada dokter. Ah, aku bisa mengatasinya pikirku. Namun, ini sudah memenjarahku puluhan tahun lamanya. Aku tetap tak ambil pusing. Sama seperti malam sebelumnya. Aku mengabaikan tidurku lagi dan lagi.
Sebelum kupaksakan mataku terpejam. Ku tunaikan sunnah empat raka'atku. Berharap malam ini dapat kulewati dengan dengkuran walau beberapa jam saja. Tak pernah lupa, selalu ku Selip nama kedua buah hati disetiap sujudku. Sungguh, aku sangat mengkhawatirkan mereka berdua. sebelum kuakhiri pintaku pada Sang Wahhab, Akupun tak lupa meminta hujan turun menemaniku, agar aku tak merasa sendirian dan sepi.
Hujan tak kunjung tiba, tapi tangis bayiku tetaplah pecah.
#Jember, 3 Oktober 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Superrrr
Terimakasih mbk. Mohon bimbingannya
Alurnya keren....sepertinya cerpen ini akan panjang untuk menjadi END....jadi penasaran kisah selanjutnya...salam literasi
Salam mbk. Semoga bisa melanjutkan. Mohon bimbingannya
Semakin mantap Bu Veni,,, lanjutkan part berikutnya!
Trimakasih bu
Ruar biasa Bu...siap menanti part selanjutnya
Sampun rilis bu part 3 dan 4 nya.Terimaksih sudah berkenan membaca tulisan saya yg blm tertata