Titit…titit…titit….titit…tiiitiiiiiiit

Dering jam weker menjerit-jerit dari kamar putri pertamaku. Tepat pukul 04.00 si pinky kesayangan putriku selalu bernyanyi riang. Pertanda fajar akan segera menyingsing. Aku masih menunggu si kakak bangun dan mematikan weker tersebut. Tapi tak kunjung dimatikan. Sambil ngedumel, aku berlari menghampirinya. Duh kaaaak kak masang alrm kok gak bangun juga sih. Tuh si pinky sudah teriak- teriak. Kakak kok tidak bangun juga. Kalau gini kan bisa- bisa adik ikut terbangun dong. Enak kalau bangunnya anteng, lah kalau nangis bagaimana!. Bunda jadi tidak bisa nyiapin sarapan kalian, mana bunda harus WFO (wrok from office) lagi. Dengan nada agak meninggi, akupun berteriak “kaaaaak ayo segera bangun. See..ge..raaaaa pekikku kesal.

Samar- samar terdengar suara si kakak dari balik selimutnya. Iya bun, kakak akan bangun. Sambil sempoyongan, kakak menanggalkan selimut lalu bergegas mematikan si pinky. Maafin kakak, kakak masih ngantuk sekali. Kakak salah bun, ujar kakak lirih sekali. kakak tadi malam tidak segera tidur, sehingga kantuk tetap bergelayut manja dipelopak mata kakak, kakak berjanji tidak akan mengulangi lagi, cerocosnya.

Sementara kakak berwudhu’, aku telah kembali ke alamku. Alam dimana setiap pagi para emak- emak berdaster sudah berkecamuk dengan bumbu dapur. Bawang merah, bawang putih, cabe, tomat dan tetekbengek lainnya sudah berbaris rapi, menunggu antrian dipotong. Sementara sayur kangkung sudah nangkring dalam baskom. Sudah ready untuk diolah. Desingan suara minyak di wajan ketika bawang diseburkan pun menjadi melodi nan indah. Aku memang tak pandai beryanyi, tapi nyanyian alamlah yang selalu membuai hasratku. Kicauan burung dipagi hari atau gesekan dedauanan pisang yang menyatu, saat diterpa angin turut menambah harmoni dihidupku. Cukuplah alam yang bernyanyi untukku, kilahku pada seorang temanku ketika itu aku dipaksa bernyanyi. Ahh…. Setiap insan terlahir memang untuk saling melengkapi, hiburku pada diriku sendiri.

Bun, apa ada yang bisa ku bantu? Tanya si kakak.

Aku tersontak kaget, dan lamunanku seketika ikut ambyar. Oh… anu nak, kakak bantu menata mainan adik saja ya. Maklum semalam mainan yang berserakan itu belum sempat ku sentuh. Ok siap bunda sahut kakak. Bergegas kakak merapikan semua mainan yang berceceran dimana- mana. Tak perlu kujelaskan dimana tempat mainan tersebut. Kakak sudah sangat mafhum posisi setiap mainannya. Dalam sepersekian menit semua main berada pada tempat yang tepat. Ditangan kakak, ruang keluarga yang semula menyakitkan mata ketika memandang, kini benar- benar memberi kesejukan. Adem gitu melihat semua benda dirumah ini tertata rapi curcolku pada kakak. Kakakpun mengangguk saja. Ya begitulah caranya merespon curhat unfaedahku.

Seperti pagi biasanya, si bayiku yang selalu membuatku rindu tatkala ku berjauhan darinya. Tak pernah menetaskan buliran bening dimatanya ketika bangun dari tidur. Senyuman selalu terpancar dari rongga bibirnya, menampilkan dua gigi serinya yang mungil. Membuatku semakin tak ingin beranjak darinya. Ku kecup keningnya, ku belai rambutnya yang pirang nan jarang. oh…. Inilah duniaku, inilah bahagiaku. Lirih batinku sembari mengucapkan syukur untuk segala nikmat yang telah dianugerahkan. Terimakasih ya Rob. Syukurku untukmu wahai Engkau Tuhan semesta alam.

Hari ini hujan tetap tak menghampiriku. Begitupun dengan tangis bayiku.