Veni Kumala

Veni Kumala, Lahir dibumi Silampari, 12 Agustus 1992. Seorang anak rantau yang menetap di bumi perantauannya, JEMBER. Berangkat dengan bekal tekad dan nekat. Ba...

Selengkapnya
Navigasi Web
Hujan Dan Air Mata Bayi Part 5

Hujan Dan Air Mata Bayi Part 5

#Tantangan hari ke-4

****

Entah sejak kapan musim dinegeriku ini tak beraturan alias amburadul. Indonesia termasuk negara dengan dwimusim, musim hujan dan musim kemarau. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika Indonesia, perkiraan musim hujan mulai terjadi di bulan Oktober ini. Nyatanya hujan hanya sesekali saja menjengukku. Selebihnya, beringsanglah yang selalu sigap mendampingi hariku. Aku pasti bahagia sekali ketika rintik hujan menyapa, pikirku.

Aku selalu merindukanmu hujan, sepertiku merindukan sosoknya. Sosok yang telah meninggalkanku selama 2 dekade. Sosok yang belum sempat melihatku tumbuh sebagai seorang gadis yang anggun. Memakai setelan rok dan tidak pencilakan. Yang diam- diam manjat pohon duku dan rambutan dipekarangan rumah. Sosok yang belum sempat kuperkenalkan pada my spouse. Sosok yang belum sempat bermain dengan duo krucilku yang lucu- lucu. Sosok yang belum sempat menikamti hari tuanya bersama para cucu yang selalu didambakan oleh semua anduang dibelahan bumi manapun. Mama…. Aku sangat merindukanmu, Lirih hatiku. Bahkan sangat membutuhkanmu sejak lama. Sejak kepergianmu, aku seperti kehilangan separuh hidupku. Harapanku bisa melalui masa remaja didampingimupun pupus seketika. Kau bahkan belum sempat mengajariku bagaimana memakai sanitary pad!. Bagaimana mengenakan kerudung yang benar!. Bagaimana aku harus bertutur kata pada yang lebih tua!. Bagaimana aku mengatasi gejolak hati ketika berhadapan dengan lawan jenisku!. Tiba- tiba kau pergi begitu saja. Kau pergi tanpa bertanya padaku. Apakah aku bisa menjalani hari tanpamu?. Apakah aku siap melewati setiap fase tumbuh kembangku tanpa arahan darimu?. Apakah aku mampu menumbuhkan semangat untuk meneruskan langkah kakiku?. Sungguh mama… terseok ku lalui hari-hariku. Dentuman berbagai halang rintangpun menambah luka disekujur tubuhku, not just my heart mam. sakit ini terlalu dalam. Cobaan ini terlalu besar untuk ukuranku yang masih seumur jagung. Hingga aku yang semula periang, mendadak diam seribu Bahasa. Tiada kata, tiada bicara, heninglah yang ada. Tak terasa pelopak mataku terasa panas sekali. Kristal beningpun meluncur bebas tanpa dapat ku bendung lagi. Mbrebes mili neng ati. Ahk…… rindu ini jahat sekali, tak tahu tempat dan waktu. Menyeruak begitu saja tanpa pangestu.

Buru- buru kuhapus riak cairan lakrimasi yang menetes deras dipipiku pagi ini. Aku tak ingin merusak suasana bahagia bersama duo krucilku. Walau terkadang kalimat Tanya sempat terlontar dari bibir kakak tentang anduangnya. Aku memang jarang sekali menceritakan kisah anduang. Masa silam yang suram tak ingin ku raba kembali. Sudah kututup akses jalan yang membuat raut wajahku tertunduk lunglai. Sudah, semua sudah berakhir dan sudah ku akhiri pula. Harapanku hanya satu, mendiang mama bisa tersenyum bahagia disana. Disyurga Allah yang indah. اَللَّهُمَّ اغْفِرْلَهَا وَارْحَمْهَا وَعَافِهَا وَعْفُ عَنْهَا doaku selalu untuknya.

Lamat- lamat ku dengar gemericik air jatuh menimpa bubungan rumahku. Semakin kesini semakin terasa lebat tetesan itu membasahi bumi. Laksana peluru membombardir musuh. “Yey….. bunda hujanya turun deras sekali loh, pekik kakak dari serambi depan”. Dia asyik sekali menikmati setiap tetasan hujan. Kemudian menggeret tanganku kedepan untuk menyaksikan setiap liuk julur air yang menjuntai tanpa putus.

“Tik….tik….tik bunyi hujan diatas genting

airnya turun tidak terhingga

cobalah tengok dahan dan ranting

pohon dan kebun basah semua”

Luwes sekali kakak menyanyikan lagu karya cipta AT Mahmud itu. Dibawah derasnya hujan. Suara kakakpun tak kalah menggelegar bersahut- sahut dengan suara hujannya. Si bayi yang sedari tadi terkesima melihat show kakaknya. Akhirnya ikut menggerakkan kedua tangannya seperti sang gitaris tengah asyik memetik gitar. Dia mulai menggeol- geolkan pinggulnya. Lincah sekali. Seperti penari yang sudah sangat terlatih. Waduh…. Dari mana ya bayiku ini belajar bergoyang?. Tanda Tanya besarpun terus terngiang dikepala. Aku pikir- pikir lagi. Sepertinya pikiranku mentok tak menemukan jawaban. Tekadku dalam hati, besok- besok akan kuselidiki. Jiwa detektifku kembali menggelora.

Akhirnya hujan menyapaku dan bayiku menari indah dibawahnya.

#Jember, 8 Oktober 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Sukses selalu. Salam literasi

08 Oct
Balas

terimakasih bapak. salam literasi

08 Oct

Aih...nih kalau jadi buku bakalan berlembar-lembar loh...semangat deh ya

08 Oct
Balas

Rindu itu memang berat..kamu takkan kuat...biar dilan saja...Semangat ven...

09 Oct
Balas

Kereeenn.... dek sastrawan Arab nih. Cemungut dek vin...

10 Oct
Balas



search

New Post