Veni Kumala

Veni Kumala, Lahir dibumi Silampari, 12 Agustus 1992. Seorang anak rantau yang menetap di bumi perantauannya, JEMBER. Berangkat dengan bekal tekad dan nekat. Ba...

Selengkapnya
Navigasi Web
KSM, Kisah Kasih di Bangku Sekolah

KSM, Kisah Kasih di Bangku Sekolah

#tantangan hari ke-22

****

Dengan keadaan tertunduk malu, Adawiyah melangkahkan kaki buru-buru menuju kantor. "aku benci, kenapa justru namaku yang tertera disana, kenapa harus aku. Bukankah di asrama ada banyak wanita cantik, pinter dan menawan. Kalau memang suka yang jutek, dikira cuma aku doang yang jutek. Tu ada si Anisah, si Malinah. Mereka justru sangat terkenal kejutekannya dibanding aku. Kalau tidak jutek, mana mungkin mereka bisa menjabat di qismul amni (bagian keamanan). So, why me?, gerutuku sepanjang perjalanan". Ketika Adawiyah hendak mengetuk pintu kantor, tangan Aliansyah sudah terlebih dahulu berlabuh disana. Tanpa disadari oleh Adawiyah. Terasa kikuk dan sangat canggung, Adawiyah melangkah mundur lalu mempersilakan Aliansyah untuk segera masuk. Bukannya cinta yang hadir di hati Adawiyah, ketika mereka bertemu pandang walau sesaat. Justru kebencianlah yang sangat mendominasi. Adawiyah benar-benar merasa kesal terhadap Aliansyah. "ingin ku maki dan ku beri pelajaran kamu ya Aliansyah, apa kamu tidak kenal dengan bet pimpong?. Tak lempar pakai bet pimpong baru tahu rasa ya kamu", pekik Adawiyah dalam hatinya Akhhhhh....

Aku masih menunggu diluar, menunggu giliran namaku dipanggil oleh Ustazhah. Lama sekali si Aliansyah di intograsi, atau mungkin dimarahi. Pikirku menerka-nerka. Entah apa yang terjadi diantara mereka. Namun, samar- samar ku mendengar mereka seperti berdebat hebat. "Ah, bagaimana dengan giliran diriku nanti ya?". Sungguh aku tak ingin berada pada kondisi seperti ini. Aku tak mau mengenal cinta sejak dini. Karena kepergian Almarhumah mama membuatku tak ingin ada cinta dihatiku lagi. Walau ku paham betul cinta itu tak sama. Cinta seorang anak kepada ibunya. Sedang ini, cinta lawan jenis. Namun jika cinta sudah bertahta, sebab kehilangan adalah luka. Cukup satu kehilangan dan aku tak ingin ada kehilangan lainya. Cukup aku sendiri dalam sepi. Aku tak ingin ada warna dalam hidupku. Karena warna terkadang tak selamanya memberi bahagia. Karena warna tak selalu memberi keindahan. Karena warna aku berduka.

Ketika kenangan pahit masa lalu menari dan berseliweran dipikiranku, lembut suara Aliansyah membuyarkan lamunanku. "Adawiyah, maafkan aku ya, aku tak bermaksud membuat masalah bagimu, sungguh ini salahku sepenuhnya. akanku terima segala konsekuensinya. Sungguh maafkan aku ya", pintanya penuh harap. Tanpa mempedulikan Aliansyah yang tengah mengatupkan kedua telapak tangan didadanya, Adawiyah pergi melangkah kedalam kantor. Adawiyah memang bersedih, Adawiyah sangat tidak ingin semua ini terjadi. "Satu- satunya orang yang bersalah adalah Aliansyah, bukan aku", komat kamit mulut Adawiyah berbicara sendiri. Aliansyah sangat mengagumi Adawiyah. Bahkan dia sangat tahu semua kebiasaannya, termasuk jarang mandi sekalipun. Mereka memang beda kelas, Adawiyah kelas IV (di pondok jika mondok mulai tamat SD atau kelas 1 SMP, maka ketika Aliyahnya meraka tetap mondok dan sekolah disana, mereka duduk dikelas IV), sedangkan Aliansyah duduk di kelas X experiment (santri yang mondok dimulai dari tingkatan SMA sederajat saja). Pertama kali mereka bertemu ketika sama-sama tergabung dalam kelas binaan untuk KSM. Adawiyah dengan kesemrawutan wajah dan penampilan plus si "Fars Nahlnya" namun nutrisi otak cukup berisi. Sedangkan Aliansyah, laki-laki idaman semua wanita. Ganteng, vokalis, pinter dan ya spesialis merangkai kata-kata. Syair yang di sampaikan mampu menyihir pendengar. Banyak santriwati yang histeris, ketika Aliansyah show up bersama band kesayangan sejuta umat dipondok kami. Pondok kami merupakan pondok modern, jadi meskipun pondok tetap punya group band islami tentunya. "Assalamualaikum ustadzah", sapa Adawiyah ketika bertatap wajah dengan beliau, Dengan tetap menunduk penuh ta'zhim. Belum sempat ditanya oleh ustadzah, Adawiyah nyerocos angkat bicara terlebih dahulu. "Anu ustadzah saya sungguh tidak ada rasa sedikitpun terhadap Aliansyah. Jika saya suka, tidak mungkin saya sendiri yang menyerahkan surat ini. Bunuh diri namanya. Suratnya belum sama sekali saya buka, apalagi saya baca ustadzah, sumpah. Suer disambar gledek kalau saya bohong. Saya disini karena saya benar-benar mau menuntut ilmu. Saya ingin menjadi orang yang berilmu, bukan untuk PACARAN", tegas Adawiyah. "Ustadzah harus percaya ya padaku. Benaran ustadzah Adawiyah tidak bohong", terisak Adawiyah menyampaikannya. "Saya bisa sampai di titik ini juga ustadzah salah satu penguat saya, ustadzah yang mengajarkan arti hidup untuk Adawiyah, ustadzah juga yang menuntun Adawiyah menyunggingkan bibir, tersenyum pada orang. Adawiyah masih ingat betul pesan ustadzah. "Adawiyah tersenyumlah, senyum itu shodaqoh paling murah, sekalipun kita berada dalam masalah". "Kata ustadzah juga kita harus pandai menyimpan masalah kita, kita tutup rapat- rapat seolah kita adalah orang yang paling bahagia. Kita harus memberi kebahagiaan kepada orang lain, sekalipun kita penuh luka. Sudah ustadzah, sudah Adawiyah praktikan semua untaian nasihat darimu. Tapi hari ini. Adawiyah kembali berduka. Duka karena si jingga yang seharusnya tidak muncul saat ini. Sehingga kedatangannya membuat Adawiyah merasa dipermalukan". "sekarang tarik nafas dalam-dalam, keluarkan berlahan dan ulangi 3 kali berturut-turut ya nak, kata ustadzah menyela. Beliau melanjutkan, Adawiyah, sesuai Undang-undang dipondok yang harus kita taati. Jikat ada surat cinta maka kudu dibaca, meskipun dalam hal ini Adawiyah bertindak sportif sekali. Ustadzah bangga padamu nak, puji ustadzah untuk perbuatan baik yang telah dilakukan oleh Adawiyah. Ustadzah tidak akan menghakim dan menghukum kamu sedikitpun, tapi Aliansyah tetap harus bertanggungjawab atas perbuatan salahnya. Sekarang, kamu harus memaafkan Aliansyah ya, sembari mengusap pundak Adawiyah (ustadzah sangat paham, jika Adawiyah tipe pedendam, jadi ustadzah harus meyakinkan Adawiyah untuk memaafkan Aliansyah). Sekarang, kamu kembali ke kelasmu. Lupakan semua yang terjadi, yang menurut Adawiyah unfaedah. Seperti kamu membuang hajat (BAB). Kamu lepas dengan ikhlash tanpa kamu pikirkan kembali setelah kamu melepaskannya. Loss dol wae ya" panjang kali lebar, ustadzah menasihati dan memupuk semangat Adawiyah kembali.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post